Merayakan Kemeriahan Seperempat Abad
Penulis Novel
Judul : 25; Tuhan, Aku
Tidak Ingin Membenci Matahari
Penulis : Inggy Ami
Penyunting : Ambra
Penerbit : Senja
Tahun terbit : 2016
ISBN : 9786023910564
Resensi Novel
Umumnya seseorang yang menginjak
usia seperempat abad akan dikatakan dewasa. Tidak ada lagi sifat kekanak-kanakan
mau pun manja tidak pada tempatnya. Seseorang yang sudah berusia jelang 25
selalu dianggap sudah sanggup memikul banyak tanggung jawab pula dianggap mampu
mengayomi lainnya yang lebih muda serta bisa menjaga mereka yang lebih tua;
orang tua mau pun keluarga yang lain.
Bagi seorang perempuan,
usia 25 berarti usia matang untuk melangkah ke jenjang berikutnya, hidup
berumah tangga. Menjadi istri dan ibu muda.
Harusnya demikian pula yang
dialami oleh Yasha. Dia adalah seorang perempuan yang baru saja memasuki gerbang
25 tahun hidupnya. Banyak harapan harapan dari orang dekat yang disematkan
padanya. Semisal segera lulus dan menikah. Masalahnya, Yasha bukanlah perempuan
yang berprinsip seperti kebanyakan perempuan yang mengidamkan segera nikah
cepat.
Ia bahkan masih keteteran
menyelesaikan tugas akhir kampusnya. Harusnya ia sudah diwisuda dan menjadi
seorang arsitek jika lebih giat berusaha. Sayangnya tidak demikian. Kuliahnya
molor panjang. Bahkan lebih dari waktu yang seharusnya.
Jangankan untuk menikah
cepat, meski orang tua memintanya demikian, bahkan lelaki yang disukainya sejak
SMP menolaknya.
Banyaknya pikiran yang
sering dia pikul membuat dirinya menderita semacam insomnia akut. Sering dia pergi
ke klinik untuk minta sekedar obat tidur atau penenang. Sayangnya sang dokter
yang didatanginya selalu menolak untuk memberikan apa yang diminta. Justru sangat
dokter, Arman namanya, memberi solusi agar Yasha jatuh cinta pada orang yang
tepat. Konon menurut Arman, jatuh cinta itulah satu satunya jalan untuk
menyembuhkan Insomnia yang diderita Yasha. Masuk diakal sih, karena biasanya orang
yang jatuh cinta pikirannya akan bahagia dan selalu berpikiran positif.
Selain skripsi yang tidak
juga kelar, gelar sarjana yang seakan masih sangat jauh, desakan untuk segera
nikah, juga insomnia akut, hidup Yasha semakin pelik dengan kehadiran nenek
satu satunya yang mengidamkan demensia. Bagi Lilis, ibu Yasha, kehadiran nenek
di Jogja adalah sebuah anugrah. Lilis merasa inilah saatnya berbakti kepada
orang tua. Mengurus ibu kandung dengan sebaiknya meski sering sang ibu ngamuk
karena penyakitnya.
Nenek sering tidak sadar
dirinya siapa dan sedang di mana. Hal ini membuat Yasha pusing. Sering tanpa
alasan nenek marah-marah pada Yasha. Sesekali bahkan main kasar, membuat Yasha
ngambek dan memilih kabur dari rumah. Beruntung Lilis sangat telaten mengurus
nenek dan juga memberi nasehat pada Yasha.
Taman adalah dokter baik.
Dia juga kenal dengan keluarga Yasha. Sering dia datang untuk.menjenguk ibu dan
nenek Yasha. Ini bukan tanpa alasan. Arman sebenarnya sudah sejak lama suka
sama Yasha. Bahkan sering dia terang-terangan mengajak Yasha nikah. Masalahnya
Yasha tidak semudah itu menerimanya. Sepuluh kali Arman melamar Yasha, sepuluh
kali pula Yasha menolaknya. Namun Arman tidak menyerah. Ia masih baik dan
bahkan semakin sering datang ke rumah karena nenek ternyata nurut jika sama
Arman. Membuat Yasha jengah.
Yasha bukannya tidak mau nikah.
Dia mau namun dia juga tidak tahu harus nikah dengan siapa. Taman? Ia tidak
cinta dengan laki-laki itu. Sejujurnya ia memilih Zain, sayangnya memilih bukan
berarti balik dipilih. Karena Zain justru menikah dengan Shayla.
Di usia 25 tahun, Yasha
berdoa sungguh-sungguh agar kuliahnya lekas kelar. Ia sudah ingin menjadi
arsitek sesungguhnya. Ia juga berharap agar penyakit nenek segera sembuh atau minimal
nenek bersikap baik dan tidak merepotkan. Yasha perlahan mulai berubah menjadi
dewasa. Tidak lagi memusuhi nenek dan membantu ibu menjaga nenek. Mungkin
karena sifat baik Yasha inilah akhirnya nenek semakin bahagia dan tidak lagi
ngamuk.
Tanpa disangka, sekian
kali ditolak, Arman masih kokoh dengan niatnya untuk meminang Yasha. Pada suatu
hari Arman bilang kalau dia akan menunggu sampai Yasha bersedia. Entah kapan itu
waktunya. Dengan tekad Arman yang sedemikian kuat, perlahan Yasha pun luluh.