Showing posts with label wisata. Show all posts

Buat Apa Berkunjung ke Cagar Budaya Indonesia?

Buat Apa Berkunjung ke Situs Cagar BudayaIndonesia?

Oleh: Mini GK (Tri Darmini)

Satu hal yang kurang saya suka namun harus terpaksa sering saya lakukan, yaitu menunggu. Tarik napas dan hembuskan. Apa ada yang senasib dengan saya?

Biasanya untuk membunuh waktu (ya membunuh waktu bukan sebuah kejahatan) saya membaca buku. Seperti sore tadi. Hampir satu jam sudah saya menunggu sepupu yang janji mau ngajak jalan namun tidak jua ia muncul. Sementara lembaran buku yang saya baca sudah lebih dari lima belas halaman. Saya sedang membaca sejarah tentang Serangam Umum 1 Maret. Bukan kebetulan saya membaca buku yang memuat kisah tersebut melainkan sengaja sebab dalam beberapa hari kedepan ada tugas yang berkaitan dengan sejarah Serangan Umum 1 Maret.

Monumen Stasiun Radio AURI PC2
Saya hampir saja beranjak pergi tepat saat sepupu muncul di pintu.
“Jadi jalan?” tanyanya begitu berjarak sekian jengkal dari muka saya.
“Jadilah. Lama banget sih.”
“Tadi ada urusan sedikit. So, mau ke mana kita hari ini?”
“Ke monumen Radio AURI PC2 sekalian ke Cagar Budaya Bleberan.” Setidaknya dua tempat itu yang ada dalam benak saya sejak tiga hari lalu.
Sepupu saya melotot dan langsung berucap, “ngapain ke sana? Buat apa main ke cagar budaya?”

Saya mengerjap. Buat apa main ke cagar budaya? Pertanyaan itu membuat saya terdiam cukup lama. Apakah harus ada alasan khusus untuk main ke cagar budaya?
“Tapi kalau kamu mau ke sana, ayolah.”

Saya mengangguk. Lanjut dengan sepupu naik motor menuju daerah Bleberan Playen. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Hanya butuh waktu 10 menit perjalanan santai untuk tiba di lokasi.

Situs Cagar Budaya Bleberan Saksi Peradaban Masa Megalitikum

Karena waktu yang sudah sore, saya minta untuk lebih dulu mengunjungi Situs Cagar Budaya Bleberan. Lokasinya jauh dari jalan raya. Harus masuk dan lewat pemukiman warga. Beruntung saya suka dengan suasana desa dan tegalan yang mengelilingi Situs Cagar Budaya Bleberan.

Pagarnya baru saja digembok saat motor saya tiba di lokasi. Petugasnya masih ada dan baru berbalik badan, maka buru-buru saya mendekat untuk minta waktu barang sejenak demi menengok koleksi benda sejarah yang ada dalam lokasi cagar budaya.
Cagar Budaya Situs Bleberan

Kalau orang yang tidak paham maka akan mengira kalau yang tergeletak di situ  hanyalah batu-batu biasa yang enggak ada sejarahnya. Itu kalau orang yang tidak paham, seperti halnya sepupu saya. Ia kebingungan saat menyisir lokasi dan yang dilihat hanya batu-batu tertata, seperti sengaja ditidurkan dengan obat bius.

Tempat ini sudah menjadi penampungan cagar budaya sejak tahun 1998. Dari sejarah yang saya baca, di daerah Bleberan inilah ditemukan menhir utuh dan insitu berukuran tinggi 408 cm, lebar 33 cm dan tebal 27 cm. 
Menhir yang saya tahu adalah sebuah batu tegak yang sering dipakai untuk ritual pemujaan pada masa megalitikum. Menhir biasanya ditancapkan tegak namun ada juga yang terlentang. Di Situs Cagar Budaya Bleberan ini ada 23 menhir, 1 buah kepala menhir, 28 peti kubur, 2 buah patok peti kubur batu dan 3 buah batu kenong. Sekarang saya setuju dengan para ahli sejarah dan arkeolog yang berpendapat bahwa daerah ini dulunya merupakan salah satu situs prasejarah di Gunungkidul.

Penampakan Situs Bleberan (20/11/2019) sedang dalam tahap renovasi
Saya jadi bertanya seperti apa kiranya peradaban masa itu berlangsung, mengingat saat ini. Saat ingin bertanya pada petugas, saya sedikit ragu soalnya waktu sudah sangat sore. Maka saya putuskan untuk esok datang lagi lebih siang. Baru kali ini saya mendatangi sebuah lokasi namun tidak merasa rugi meski tidak dapat apa-apa kecuali foto dan sedikit aura aroma masa lalu.
Meski tidak yakin paham tentang lokasi yang dikunjunginya namun sepupu tidak absen untuk berfoto ria dan bahkan membagikan video di ig-story.

Saya pamit pada petugas dan pindah lokasi ke Monumen Radio AURI PC2.

minigeka.com
Lokasi Radio AURI PC2

Kehadiran Radio AURI PC2 pada Serangam Umum 1 Maret

Tiba di lokasi, sepupu terlihat kaget.
“Ini beneran tempat bersejarah yang dimaksud dalam buku-buku?”
“Emang.”

Saya langsung ngeloyor masuk dan memotret monumen yang tidak seberapa tinggi tersebut.
Saya paham dengan keheranan sepupu. Ia mengira kalau situs sejarah yang sudah disahkan menjagi Situs Cagar Budaya ini bentuknya kuno, tampak angker dan seram. Saya yakin itu sebab sepanjang jalan tadi dia sudah menebak-nebak. Nyatanya salah, situs cagar budaya ini tampak begitu modern. Saya kira ini berkat pemugaran beberapa kali. Bahkan saya merasa lokasi ini terbilang riuh riang gembira sebab dikelilingi dengan bangunan TK yang lengkap dengan mainannya mulai dari ayunan sampai prosotan.

Inilah lokasi yang dulu pada 1 Maret 1949 berjasa menyebarkan berita bahwa pasukan Indonesia berhasil menduduki kembali posisi pemerintahan Ibu Kota Indonesia yang saat itu adalah Yogyakarta. Hal ini penting dan menguncang dunia. Sebab sebelumnya dikabarkan kalau Indonesia sudah jatuh ke tangan penjajah dan dianggap musnah. Nyatanya Indonesia masih jaya. Siaran dari radio AURI PC2 ini disebarkan hingga Sumatera dan akhirnya sampai di telinga PBB yang langsung mengambil tindakan tegas.

Pertama kali saya mendengar kisah tentang Radio AURI PC2 adalah sekitar tahun 2000an saat masih SMP. Saat itu guru Sejarah menyombongkan skripsinya yang membahas kesaktian Radio AURI PC2 dan mendapat nilai A. Jujur masa itu saya tidak begitu tertarik untuk ingin tahu lebih lanjut. Barulah akhir-akhir ini (itu juga karena didorong oleh kewajiban tugas) saya mulai membaca buku dan mencari tahu tentang peninggalan sejarah ini. Tidak disangka kemudian saya jatuh cinta.

Memang benar kata pepatah “tak kenal maka tak sayang”. Lagian saya berpikir juga alangkah ruginya jika sampai tidak paham dengan situs cagar budaya satu ini padahal namanya sudah melegenda dan saya yakin sering dibahas juga di berbagai seminar sejarah.

Radio AURI PC2 tidak akan pernah luput dibahas dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret. Dan mendadak saya bangga dong sudah pernah mengunjunginya.

Situs Candi Plembutan, dari mitos sampai etos

Karena sudah sampai Bleberan, sepupu menyarankan agar perjalanan dilanjut ke situs Candi Plembutan. Lokasinya memang hanya berjarak satu kilo dari Monumen Radi AURI PC2, maka saya pun menyetujuinya. Lumayan untuk mengunjugi tiga situs sejarah hanya dibutuhkan waktu kurang dari 2 jam dan itu sudah puas kalau hanya sekedar melihat-lihat.

Sampai di Situs Candi Plembutan, saya langsung mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan beberapa sisa candi yang masih berserakan. Saya curiga candi ini dulunya lebih luas dibanding yang sekarang. Jangan bayangkan bentuknya serupa Candi Sewu atau Borobudur.  Kamu bahkan hanya akan menemukan gundukan tanah dan beberapa batu yang tertata dan sebagian berserakan. Saya tahu, batu-batu ini adalah penyusun candi yang tengah dikumpulkan dan diobservasi sama tim cagar budaya. Saya pernah melihat hal ini di beberapa candi yang pernah saya kunjungi (dalam rangka belajar sejarah). 

Cagar Budaya Candi Plembutan
Kalau penyusunan candi belum dijalankan, ada kemungkinan banyak bagian candi yang hilang. Atau bisa jadi diambil oleh warga (yang mungkin tidak paham kalau itu bagian candi) karena bentuk batunya sekilas emang sama saja dengan batuan yang lain.
Dulu pernah juga saya diajak keliling oleh komunitas penyuka sejarah dan dari mereka saya tahu kalau batu-batu penyusun candi bisa  hanyut di sungai terbawa arus. Ada juga penduduk yang karena tidak paham jika itu batu candi memakainya untuk pondasi rumah atau malah bahan meterial penyusun rumah.

Konon sebuah rumah yang dibangun dengan memakai batu atau bagian candi bakal tidak tenang. Saya antara percaya dan tidak. Antara mitos yang beredar bakal terjadi masalah dan etos para penduduk yang sengaja ingin menyimpan barang bersejarah tersebut tanpa ada niat yang lain.

Walau sepi dan sempit, situs Candi Plembutan tampak bersih dan terawat. Lokasinya juga mudah dijangkau pula tidak tampak seram. Saya sih betah berada di sini. Bahkan berlama-lama pun tidak masalah. Situs ini sendiri punya sejarah cukup panjang. Yang saya datangi ini merupakan reruntuhan bangunan candi yang berasal dari periode klasik Hindu Budha. Para pakar memperkirakan kalau situs ini sudah ada sejak abad ke-6 hingga ke-10 Masehi.


Pemetaan pada situs ini pernah dilakukan pada tahun 1982 (saya belum lahir, omong-omong). Lantas para arkeolog melakukan ekskavasi dua kali yaitu pada tahun 1997 dan 2000. Ekskavasi tahun 1997 ditemukan fragmen Yoni, arca berbentuk trisula, arca Siwa Mahaguru serta mata uang VOC dan Hindia Belanda. Lantas ekskavasi berikutnya berhasil menemukan umpak batu, hiasan Ardha Candrakapala, fragmen tangan dengan keyura, arca Ganesha, mata uang VOC dan Belanda juga gerabah. Sangat sarat dengan sejarah kekayaan masa lalu.

Dari sisa reruntuhan dapat diketahui kalau Candi ini dulunya menghadap barat, dibangun dengan material batu putih dan memiliki denah bujur sangkar. Banyak yang meyakini kalau bangunan ini dulunya merupakan bangunan suci penganut agama Hindu.

Saya sangat ingin agar kelak ada yang bisa mencocokan batu-batuannya dan menyusun ulang. Kebayang seperti apa gagahnya peninggalan sejarah ini.

Buat apa main ke Situs Cagar Budaya?

Sebelum pulang, saya kembali teringat pertanyaan sepupu. Saya masih agak blenk dengan jawaban saya sendiri sampai akhirnya di rumah menyusun beberapa jawaban yang bisa bertambah sewaktu-waktu.
Maka jika ada yang bertanya mengapa harus ke situs cagar budaya, setidaknya saya punya 3 jawaban:
Pertama, untuk mengenal sejarah dan peradaban. Bukan untuk orang lain tapi untuk pengetahuan saya pribadi.

Kedua, tentu saja untuk membangkitkan rasa cinta dan memiliki. Sebab setelah kenal biasanya akan timbul rasa mencintai dan nyaman.

Ketiga, menumbuhkan rasa untuk ingin selalu merawat, menjaga dan melestarikan situs cagar budaya tersebut. Ya bayangin aja seandainya situs cagar budaya semacam situs Candi Plembutan tidak dirawat, gimana bisa saya menemukan fakta yang pernah ada dan terjadi di sana. Begitu pun dengan Radio AURI PC2, masak iya cuma sekadar tahu namanya saja tapi tidak mengeri bentukannya. Cagar budaya harus selalu dirawat dan didengungkan keberadaannya biar tidak jadi sesuatu yang usang dan atau malah musnah. Anggap saja dengan merawatnya, kita sudah ikut menghargai dan membuat tersenyum para pejuang masa lampau yang mewariskan hal luar biasa untuk kita dan penerus kita kelak.

Saya baru sadar kalau selama di lokasi tidak banyak foto diri dengan latarbelakang situs cagar budaya dan saya merasa nyaman.
Agaknya memang benar kata kenalan saya bahwa mendatangi sebuah tempat jangan hanya karena napsu ingin selfie atau foto-foto melainkan usahakan untuk mencari rasa dan pengetahuan yang belum tentu bisa ditemukan di lokasi lain.
Saya terharu akhirnya bisa juga menulis kisah yang beraroma sejarah dan budaya.

Kisah ini memang tidak seberapa tapi saya meniatkan tulisan ini untuk ikut kompetisi “Blog Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah!”

Wajah dan Suara Batu Alien Kaliurang

Selama ini ada sedikit salah paham tentang tempat tinggal saya hanya karena mencantumkan Yogyakarta dalam setiap perkenalan, resmi mau pun casual.

Ya enggak salah dong kalau saya bilang tinggal di Yogyakarta. Yang salah itu yang mengartikan bahwa Yogyakarta itu adalah Malioboro atau Kaliurang. Padahal Yogyakarta yang ada di KTP itu artinya Provinsi. Sementara Yogyakarta sendiri punya empat kabupaten dan satu kotamadya.

Banyak teman yang mengira kalau rumah saya ini deket gitu sama Kaliurang. Padahal ya itu mah dari gunung satu ke gunung yang lain. Jauh.
Ya tapi gak apalah. Namanya juga mereka kan gak tahu. Lagian yang menganggap demikian biasanya mereka yang belum pernah atau belum tahu banyak tentang Yogyakarta.

Akan sangat galau jika ada kawan yang secara tidak sengaja ngajak jumpa tapi lokasinya jauh dari jangkauan. Misalnya ngajak ketemuan di Kulonprogo padahal saya di Gunungkidul. Lagian saya enggak pernah ke Kulonprogo.

"Besok ketemuan yuk."
"Di mana?"
"Aku lagi nginep di Sentolo. Aku bawa oleh-oleh nih."
Yeahhh, jawuh tapi tertarik juga sama oleh-olehnya tapi ya sayang juga sama tenaganya.

"Kak Min, meetup yuk. Aku lagi di Jogja."
"Hayuk. Kapan?"
"Sekarang aja. Ntar jam 8 keretaku udah jalan lagi."
Dan jam 8 itu tinggal duwa jam lagi. Saya di mana dia di mana...


Jadi saudara, sejujurnya rumah saya ini sama bandara masih jauh, dari stasiun jauh, dari terminal jauh. Dari XXI, plis jangan ajak nonton di tengah malam, jawuh jalan pulang.
Kalau ngajak ngedate bolehlah tapi jangan mepet waktunya. Anu, itu juga, tempat date sama makannya harus yang okey punya. Jangan sampai sia-sia waktu yang sudah saya siapkan dari rumah.
Oh iya, bicara Yogyakarta, apa sih yang ada dalam benakmu saat dengar: weekend di Jogja?

Malioboro? Pantai pasir putih? Alun-alun yang syahdu? Atau macet?
Boleh-boleh. Semua itu benar. Yogyakarta semakin hari semakin seksi. Semakin banyak macet dan semakin banyak patah hati juga.

Yogyakarta sepertinya surga piknik bagi sebagian besar pengunjungnya. Juga sebagai tempat mengenang kenangan bagi yang pernah tinggal di sana.
Bagi saya, Yogyakarta adalah napas tanpa habis.
Weekend di Jogja bagi saya sama dengan kerja.
Ya, sudah beberapa weekend ini saya habiskan untuk mencari rupiah demi membangun rumah dan tangga harmonis.
Bangun lebih pagi adalah hal utama dalam rutinitas weekend saya.
Yang lain, weekend sama dengan glundungan dan anti mandi mandi club', buat saya weekend adalah olah rasa olah emosi olah jiwa.
Mandi lebih bersih. Dandan lebih cetar. Wangi lebih semerbak.

Minggu adalah jadwalnya jalan sama adik-adik bengkel Sastra.
Di pertemuan kedua, dijadwalkan outbound ke Kaliurang.
Tidak hanya murid dari Gunungkidul tapi semua peserta bengkel sastra se-provinsi DIY.

Lumayan bisa lihat Dedek dedek gemes meski gak bisa mengingat satu satu namanya: yaiya, 30 nama di kelas aja gak hapal apalagi yang lain.
Perjalanan ke Kaliurang cukup lumayan. Maka kami kumpul pukul 06.00 WIB.
Itu berarti bangun saya lebih pagi dong. Secara mandi dan dandan aja butuh waktu minimal sejam.
Enggak sempat sarapan. Dan ini fatal. Karena saya merasa telah menyakiti tubuh sendiri. Saya sudah menerapkan jam makan sesuai kebutuhan. Cuma emang sesekali melanggarnya dengan banyak alasan.

Sudah lama enggak naik bus, dan harus naik bus buat menemani adik-adik, saya cuma iya iya saja.
Awalnya semua aman. Ada dua bus. Saya ikut di rombongan bus kedua.
Sepuluh kilo pertama adik-adik ini masih ramai, masih saling ledek sana sini. Masih bisa cakapcakap masa lalu dan orang yang ditaksir.
Lima kilo selanjutnya satu dua mulai pusing menuju mabuk. Dan agaknya yang seperti ini menular. Terjadilah hal yang mengerikan itu di lima kilo berikutnya. Satu mabok, lalu yang lain ikutan mabok.
Sudahlah sisa perjalanan diisi mereka dengan menahan mual.

Kasihan. Tapi saya tidak bisa apa apa kecuali ngajakin mereka untuk latihan napas. Napas ini bisa membuat tubuh rileks, setidaknya demikian yang saya pahami.
Sampai di lokasi. Satu-satu mulai ribut cari toilet. Menuntaskan apa yang sudah dimulai di bus sebelum selanjutnya diajak outbound sama panitia acara.

Anak-anak yang outbound, saya yang nonton (sambil nunggu makan dibagikan). Guwe enggak sarapan, enggak pula dikasih Snack.
Outbound cukup lama hingga jelang Zuhur. Usai makan siang, barulah acara jalan-jalan dimulai.
Seperti biasa. Sampai Kaliurang rasanya gak asyik kalau enggak lava tour; naek Jeep menuju Merapi.

Ada beberapa destinasi wisata yang kami kunjungi. Namun untuk kali ini, saya cuma mengulas tentang Batu Alian.

Sebelumnya saya mau menjerit. Silakan dibayangkan, naik Jeep disiang bolong. Ketika matahari di atas kepala, pas tanpa kurang.
Mana saya seperti salah kostum. Belum lagi enggak bawa kacamata dan penutup muka apalagi topi, maka sama dengan silakan mandi sinar matahari dengan bubuk debu.
Batu Alien?
Awalnya saya kira ini semacam alien alien, semacam buatan gitu serupa yang di sebelahnya.
Ternyata bukan saudara.
Kalau kalian pikirnya apa?

Jadi dinamakan alien itu sebenarnya dari kata alian. Alian itu sendiri dari bahasa Jawa yang artinya berpindah.
Jadi Batu Alien artinya batu berpindah.
Entah pindah dari mana ke mana.
Mungkin dari Gunung Merapi ke lokasinya ini.

Batunya gede banget. Kalau kata pemandu wisata sih bentuknya mirip wajah manusia.
Emang mirip sih, tapi bukan itu yang menarik buat saya.
Satu-satunya yang menarik adalah panorama gunung Merapi yang begitu gagah seolah tak mau untuk disentuh.
Jarak tempat saya berpijak kurang lebih enam kilo dari Merapi.

Saat saya ke sini cuaca lagi bagus-bagusnya. Ada awan berarak yang bikin suasana makin syahdu. Tidak sampai menutupi tubuh sang Merapi.
Sebenarnya asyik untuk berlama-lama. Masalahnya berlama-lama di sini juga enggak asyik mengingat banyaknya pengunjung yang datang dan pergi.
Pemandangan alam seperti ini paling enak kalau dinikmati berdua atau malah sendirian. Kalau ramai-ramai malah jatuhnya berisik.
Telah sejak beberapa akhir ini saya memang membatasi diri dalam berteman, yang berisik gak jelas biasanya enggak begitu diakrabi 🙃

Habis dari Batu Alien sebenarnya masih banyak spot yang menarik lainnya. Cuma saja nanti nanti deh saya tulisnya.
Kalau habis ini ada yang bilang: "yuk min meetup di batu Alien",  kalau jawaban saya lama enggak perlu ditunggu, karena kemungkinan jawabannya: tidak bisa. Jawuh. Kecuali kalau disewaain Jeep.

Beruntung Abang Drivernya jago dan suka cerita. Dalam Jeep itu hanya ada saya, driver dan 3 kawan cewek lainnya. Yang ngobrol cuma saya dan si driver.
Tiga kawan cewek sibuk nutupin wajah dari debu dan dosa.
Maklum musim kemarau, debunya makin tebel.
Kalau musim hujan udah fix ini jalan bakal penuh mandi lumpur.


Trans Studio Mini Maguwo

Seberapa penting sih rutinitas piknik buat kamu?
Jika pertanyaan ini ditujukan ke saya maka dengan cepat saya akan menjawab: PENTING BANGET.

Saya termasuk makhluk penghamba piknik atau liburan atau vakansi atau apalah sebutan lainnya, pokoknya intinya bersenang-senang. Yah, piknik bagi saya adalah satu dari sekian triliun cara untuk membahagiakan diri sendiri. 


Bukankah mencintai dan membahagiakan diri sendiri itu penting sebelum lanjut mencintai dan membahagiakan orang lain?
Balik lagi ke bahasan piknik.
Piknik seperti apa? Piknik ke mana? Piknik bersama siapa?
Ini adalah pertanyaan-pertanyaan selanjutnya yang sering menghujani saya namun sering saya abaikan.

Terus terang meski suka piknik, saya bukan orang yang repot mengkhususkan piknik begini dan begitu, harus bersama ini dan itu.
Lagi-lagi balik ke tujuan awal: piknik adalah untuk bersenang-senang.
Otomatis jika ada yang ngeganjel atau malah bikin senewen gak habis-habis, fix aura dari piknik itu gagal total.

Untuk masalah partner, ya kadang saya orangnya pemilih sih. Sering lebih asyik kalau jalan sendirian. Ramai-ramai asyik juga tapi asalkan orangnya sepemikiran dan visi misi. Enggak atau belum kenal enggak masalah, toh lagi-lagi satu dari sekian juta TUJUAN PIKNIK adalah MENCARI KENALAN BARU.
Masalah akan timbul jika partner piknik kebanyakan gaya dan rese. Udah cerewet mana enggak bisa menghargai waktu (misal datang telat atau sudah sampai lokasi eh dianya mengembuskan napas sambil bilang: yah gini doang tau gitu ke tempat lain saja).

Jadi urusan piknik itu bisa sangat emosional, menurut saya.

Trans Studio Mini

Pada suatu hari:
"Piknik yuk."
"Boleh. Aku juga lagi butuh piknik. Stres berat kerjaan di kantor banyak."
"Pikniknya tipis-tipis aja ya, yang deket dan gak mahal."
"Atur saja."

Pada hari yang disetujui:
"Kok ke sini sih? Piknik ke di mall. Kalau gini mah bukan piknik tapi shoping."
"Emang kamu kira aku ngajak piknik ke mana?"
"Ya ke gunung atau ke pantai. Ke alam bebas gitu. Kalau ke mall mah sama aja. Gak ada bedanya dengan pemandangan di kantor."
"Yakin?"
"Iyalah. Mending aku pulang."

Nah kesel gak tuh kalau macem itu? Emang susah kalau orang beranggapan bahwa piknik itu sama dengan PANTAI atau GUNUNG.
Padahal enggak semua orang suka pantai dan gunung, kan?

Kalau saya sih termasuk orang yang enggak terlalu bingung tentang lokasi piknik. Ke pantai ayo, ke gunung oke, ke pasar asyik, ke mall juga laksanakan.

Apalagi nih kalau ke Transmart dan naik ke lantai tiga, sampailah ke salah satu surganya tempat piknik: trans studio mini.

Trans Studio Mini Maguwo


Jadi gini, sebenarnya postingan kali ini tuh kurang cocok buat kamu yang suka merendahkan piknik ke mall dan lebih menjunjung tinggi kebebasan alam liar. Karena saya bakal cerita-cerita all about Trans Studio Mini yang mana semua juga tahu kalau lokasi tempat piknik atau hiburan ini ada di mall.

Meski saya bilang postingan ini kurang cocok bukan berarti enggak boleh dibaca, masih boleh kok. Ya siapa tahu habis baca cerita yang gak seberapa ini kamu-nya jadi makin terbuka wawasan tentang ke-pik-nik-an, tapi kalau jiwa ragamu tetep menghamba piknik itu sama dengan alam liar, no problem buat gadis seanggun saya.

Okey lanjut, pertama-tama saya akan bahas apa itu Trans Studio Mini dan dimana  lokasinya. Seperti yang udah saya singgung sedikit di atas, Trans Studio Mini ini merupakan salah satu tempat rekreasi/ piknik atau semacam taman hiburan ala-ala yang terletak di dalam mall. Trans studio mini biasanya satu atap dengan Transmart. So, bisa sekalian piknik sambil shopping.

Lokasinya di mana? Di Indonesia sendiri banyak tuh terutama di kota-kota besar pasti sudah ada. Nah kali ini saya lebih spesifik mau cerita tentang Trans Studio Mini Maguwo, because di sinilah kemarin saya mencurahkan semua beban lewat wahana yang bolehlah mengobrak Abrik keberanian saya.

Jadi yang saya datangi adalah Trans Studio Mini Maguwo, alamatnya ada di Jalan Solo KM.8 Maguwoharjo Sleman Yogyakarta. Dari flat over Janti tinggal lurus ke timur (arah bandara). 


Gedungnya besar ada di Utara jalan. Enggak bakal tersesat meski baru pertama ke sini, kalau emang ndilalah tersesat ya udah buka aja gmap dijamin sudah ada titik koordinat lokasi.


Lalu seperti apa wahana yang ditawarkan. Saya jujur cuma nyobain 3 wahana (dan ini alhamdulilah sesuatu sudah membuat saya bahagia). Setidaknya tiga wahana ini berhasil membangkitkan adrenalin dan nyali yang tadinya ngendon serupa bunga es dalam kulkas: udah dingin gak mau berkutik pulak.

Tiga wahana yang saya coba adalah: Paris swing, bumper Car dan crazy taxi coaster.
Apakah ini? Mari kita bahas satu satu.

Paris Swing

Paris Swing itu mengingat saya pada masa kecil. Tentang pasar malam dengan sederet permainannya (yang dulu begitu menggoda namun sekarang terlihat ngeri karena entah bagaimana keamanannya).
Nah Paris Swing ini kalau boleh saya bilang semacam ontang anting. Duduklah dengan nyaman, tinggalkan semua benda, cukup bawa diri dan perasaaan. Rileks dan nikmati ayunan yang semakin lama semakin berputar kencang ditambah dengan sensasi seolah dijatuhkan. Naik ini serasa terbang. Harus wajib teriak mengeluarkan segala emosi.
Saya sih cocok banget naik ini. Yang tadinya ingin masuh atau maki-maki enggak jadi karena udah ketolong dengan teriak-teriak kencang. Enggak perlu takut ditumbuk atau dikata-katain wong semua juga bakalan teriak (entah takut, entah hore atau merapal doa).
Pokoknya 4 menit bersama Paris Swing berhasil membangkitkan semangat saya yang tadinya berantakan. Enggak perlu nyali gede buat naik wahana ini, yang dibutuhkan adalah keinginan dan sedikit keberanian saya
.
Tapi tetep buat yang merasa enggak cocok dengan ketinggian atau enggak suka kaget-kaget, saya sarankan jangan naik. Ya menjaga diri kesehatan diri sendiri itu penting dibanding mencari sensasi.

Bumper Car

Pernah naik atau melihat bom-bom car di tempat hiburan?
Nah, bumper Car ini versi lain dari bom-bom car. Saudara dekatlah mereka berdua ini.
Main tabrak-tabrakan tentu saja menjadi hal wajib dalam permainan mobil-mobilan ini. Enggak seru kalau naik bumper Car cuma muter dilintasan doang. Harus ada tabrakannya.
Mainan ini cocok buat anak-anak mau pun dewasa. Hanya saja saya menyarankan dengan sangat hormat jika Anda usia dewasa dan ingin naik bumper Car alangkah baiknya mengajak anak.
Ya enggak masalah sih kalau mau naik sendirian, tapi kalau saya pribadi agak wagu wagu gimana gitu lihat orang dewasa naik mainan ini sendirian.

Tapi sekali lagi, ya enggak apa apa kalau emang maunya sendiri atau emang enggak punya yang diajak naik, #eh
Wahana ini santai dan saya rasa bisa dinikmati oleh siapa saja bahkan mereka yang alergi kagetan. Enggak ada permainan emosi adrenalin, cuma santai horehore tertawa ngakak saja.
Lagian arenanya menurut saya kurang luas, ya mungkin karena saya biasa melintasi jalan Jogja Wonosari jadinya arena ini hanya yah serupa telapak tangan. Tapi bagi anak-anak mah saya yakin ini area cukup untuk membuat mereka kepayahan memutar setir mobil.

Crazy taxi coaster

Nah ini dia yang sangat saya tunggu-tunggu. Mau apa pun sebutannya, rollercoaster atau crazy taxi coaster atau apalah, pokoknya ini yang paling menantang, paling ngangenin juga paling ngegemesin? Kok bisa gitu.

Saya tuh sempat tutup mata, sempat pula pegangan erat banget saat naik ini. Ya bayangin aja duduk manjah tahu tahu suruh meluncur dari ketinggian dengan kecepatan yang sungguh sangat kilat, bum lagi tiba-tiba ada belokan yang embuh gimana bisa seperti itu pokoknya saya sempat kepikiran gimana ini kalau kebablasan sedetik atau sesanti aja, bablas sudah.

Asli seru banget. Ya udah deh kalian boleh bilang saya norak atau udik gak masalah. Toh emang sensasinya cukup menggelitik buat saya.
Kalau naik ini tuh emang harus teriak-teriak, agak rugi kalau kamu jaim dan membekap mulut. Kalau boleh saya samain sih, wahana ini tuh cukup sebanding dengan atraksi nyebur sungai dari atas tebing. Sensasinya sama. Bikin deg-degan namun nagih buat dicoba lagi.

Jadi kalau saya bilang, misal enggak ada waktu buat ke sungai/pantai yang ada tebingnya, ya udah main aja ke trans studio mini dan cobain crazy taxi coaster beberapa menit. Itu kalau mau merasakan sensasi dan menguji adrenalin. Tapi kalau suasana ya memang beda, mall dan alam liar.

Namun meski begitu, saat naik wahana ini sebenarnya bisa mengintip pemandangan di luar mall juga lho. Asli jika buka mata saat di atas bisa lihat pohon-pohon berjajar rapi dan ada kereta api lewat. Saya bilang ini cukup romantis.
Kalau merem ya wasalam pemandangan itu tadi gak bakal terekam.

Setelah baik wahana ini dua kali mendadak saya jadi gemes dong, secara ya ngerasa kalau sebenarnya kurang panjang dan kurang lama. Ih gini ya kalau orang udah ketagihan. Awalnya aja mohon-mohon agar udahan, giliran udah nyaman ingin lagi lagi dan lebih Lamaan. Serupa orang jatuh cinta oe.

Tukar Hadiah

Di Trans Studio Mini Maguwo ini kita bisa main sampai puas. Bisa kumpulkan tiket yang kita peroleh dari main dengan banyak barang yang display.

Enggak hanya bisa ditukar dengan tempat minum atau boneka ala-ala tapi juga bisa ditukar dengan magic com atau kulkas juga. Pokoknya semua barang yang didisplay disitu bisa jadi hadiah buat usaha keras para pemain.

Ya kalau yang sudah keranji gan main emang enggak bisa lepas sih.
Saya aja yang enggak doyan main begitu sampai sini ingin tuh nyicipin mainan satu-satu, kalau pulang bawa hadiah maka itu sama dengan bahagia dobel.


Kartu Member

Ada yang tanya gimana cara bayar saat naik wahana atau ingin main ini itu.

Jawabannya adalah dengan membuat kartu member yang mana nantinya bisa diisi ulang. Bonusnya, kartu member ini enggak hanya bisa dipakai di trans studio mini maguwo saja tapi juga di semua trans studio yang ada di Indonesia.
Tiket membernya lucu lho, ada gambar dinosaurus. Samaan dengan Dinosaurus yang ada di dalam trans studio.

Setelah saya muter-muter, barulah saya tahu ternyata Dinosaurus ini bukan hanya sekedar Dinosaurus.
Kenapa kartunya gambar Dinosaurus itu karena pihak Trans Studio ingin memperkenalkan binatang langka (bahkan sudah punah) yang enggak ada di Indonesia kepada para hadirin (khususnya anak-anak).

Banyak juga lho promo-promo yang berlaku. Ya kalau saya sih suka banget dikasih diskon, promo dan sebagainya itu.


Ibis Kitchen Restauran di Sekitar Malioboro


Restauran di Sekitar Malioboro

Malioboro usai hujan merupakan satu keromantisan yang sayang untuk dilewatkan begitu saja. Langit semakin menggelap, senja berangsur mengundurkan diri mengikuti hujan yang lebih dulu pamitan. Lampu-lampu mulai dinyalakan, suara-suara dari segala penjuru mata angin bersahutan menggelitik telinga.
Di lantai 2 hotel Ibis Malioboro aku mengambil bangku berdekatan dengan kaca jendela. Dari sana mata ini dihujani dengan aneka pemandangan yang terus berputar-putar berganti judul.

Bukan tanpa alasan hingga akhirnya aku terdampar di restoran dengan nuansa semi outdoor perpaduan antara gaya modern dan klasik yang selalu membuatku merasa asyik. Dinding kaca pula dinding bata menjadi perpaduan yang menyenangkan untuk mata.
Sayang, aku tidak ada waktu untuk memerhatikan detail dari dinding dan hiasan di sekitaran restoran yang juga merangkap bar ini, sebab sejak menginjakkan kaki di tempat ini otakku sedikit fokus kepada mas-mas mbak-mbak pramusaji restoran yang entah kebetulan atau memang seperti itu style-nya; mereka bergaya ala ala koboi Texas. 

Ibis Kitchen Restauran

Ini kali pertama aku berkunjung ke Ibis Kitchen Restauran. Sebelumnya aku tidak pernah tahu ada restauran semacam ini di sekitaran Malioboro. Tidak banyak restoran di sekitar Malioboro,  yang ada adalah  lesehan. Setelah ngobrol dengan salah satu manager hotel, aku tahu kalau restoran ini memang baru. Dibangun dengan konsep semi outdoor yang diharapkan mampu menjadi tempat yang nyaman dan santai bagi pengunjungnya. 

Kunjungan pertamaku ini cukup berkesan sebab aku langsung disambut dengan panggung live musik. Agaknya inilah hiburan yang ditawarkan di Ibis Kitchen dan ibar. 

Kalau datang di hari Kamis, seperti yang terjadi padaku maka akan bertemu dengan menu spesial BBQ. BBQ hanya ada di hari Kamis. Catat baik-baik. Aku bersyukur sebab aku termasuk penyuka olahan BBQ.

Bebek Manalagi

Menu andalan yang sedang Ibis Kitchen tawarkan adalah Bebek Manalagi dan Favorito Sandwich. 

Favorito Sandwich

Yang suka makan sayuran atau sedang diet maka Favorito Sandwich ini cukup menggiurkan. Terbuat dari perpaduan daging ayam, mozzarella dan sayuran, dilengkapi pula dengan kentang goreng. Cukup mengenyangkan.

Milky Yuzu

Untuk minuman yang sedang coba ditawarkan adalah Milky Yuzu. Perpaduan sari buah, susu dan soda. Rasanya cukup unik saat aku mencicipinya. Mungkin yang enggak suka soda bisa rekues untuk menghilangkan sodanya.
Dua jam aku menghabiskan waktu di Ibis Kitchen bersama teman-teman KBJ. Tempatnya memang asyik untuk dipakai pertemuan, sekedar janjian atau ngobrol santai. Kalau pun terpaksa harus sendirian di sini pun rasanya tidak masalah bagiku. Suasana restorannya sudah cukup mendukung untuk mengembalikan energi yang terseok oleh perjalanan dari Gunungkidul ke Malioboro.

Mungkin di Ramadhan nanti bisa juga diagendakan buka bersama di Ibis Kitchen Restauran.


Ibis Kitchen Ibis Bar and Relationship
Lantai 2 Hotel Ibis Malioboro
☎️ +62 (274) 516974

Disawa Pawon Suguhan Nuansa Alam

Disawa Pawon


Saya bukanlah orang yang banyak syarat jika diajak cari tempat makan. Makan di mana saja tidak jadi soal. Tentang olahan makanan, lidah saya sudah teruji dan perut juga jarang menolak, kecuali makanan kelewat pedas.

Mungkin karena alasan inilah banyak teman yang tidak pernah kecewa jika mengajak saya makan di luar. Teman tak kecewa, saya pun bahagia.

Lalu timbul pertanyaan lain: bagaimana dengan teman makan, pilih-pilih atau siapa aja bisa?
Ya maunya sih memilih tapi kadang kala yang dipilih tidak ada (bukan tidak mau), bagi saya tidak jadi soal mau siapa yang menemani makan. Sendirian atau ramai-ramai saya selalu bisa makan dengan tenang.

Lain soal jika dibonusi tempat makan yang menyenangkan. Bukan hanya karena menu makanannya saja tapi juga lengkap dengan suasana alam yang barang tentu menjadi nilai lebih dari setiap tempat makan.

Ya meski diawal bilangnya tidak banyak syarat, tapi diam diam saya sering membandingkan antara tempat makan satu dengan yang lain.
Kadang dengan cukup bilang: oh ini begini, di sana begitu. Atau lebih panjang lagi mengulasnya dalam tulisan panjang atau obrolan ringan bareng teman yang juga suka makan.

Awalnya hanya obrolan biasa saja, siapa sangka lanjutannya justru diajak makan di suatu tempat yang pada akhirnya belakangan rajin saya kunjungi.

Iya belum ada sebulan saya sudah dua kali bertandang ke disawa Pawon.

Awalnya saya agak ragu sebab membayangkan lokasinya yang naudubilah jauh dari radar gua pertapaan saya selama ini.

Okey fix ini lokasi Disawa Pawon jauh, apa kira-kira yang bakal saya dapat dengan perjalanan jauh ini? Kira-kira begitu pertanyaan yang memutuskan saya untuk akhirnya bersedia berkendara jauh ke Disawa Pawon; awalnya hanya pembuktian selanjutnya adalah cerita panjang yang tak akan selesai dalam semalam.


Memangnya seberapa jauh itu Disawa Pawon?

Lokasinya berada di Sawahan Lor, Wedomartani Ngemplak Sleman. 
Sekitar 45 menit dari kota Yogyakarta. Atau kalau dari Bandara sekitar 30 menitan.
Silakan saja cek di google map.

Memang lumayan agak jauh dan masuk ke pedalaman (baca: kawasan penduduk lokal). Namun justru karena lokasinya yang cukup lumayan inilah yang membuat Disawa Pawon jadi sesuatu yang wajib masuk dalam daftar 'tempat makan nuansa Jawa yang wajib dikunjungi saat berlibur ke Jogja'.

Kenapa bisa masuk dalam daftar wajib kunjung? Jawabannya ada di postingan ini, baca sampai kelar.

Menu Menggoyang Lidah


Apa sih yang membuat kamu---iya kamu---untuk mau datang lagi atau merekomendasikan suatu tempat makan ke teman temanmu?

Kalau saya biasanya karena makanannya. Olahan makanan memang tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu tujuan utama untuk wisata kuliner.
Bagaimana dengan suasana? Penting! Tapi suasana bukan yang utama jika dibanding dengan menu yang mampu menggoyang lidahmu sekaligus membuat mulut enggan untuk berhenti mengunyah.

Nah, Disawa Pawon ini memenuhi kriteria untuk direkomendasikan ke teman.
Saya sendiri suka dengan olahan makanan di sini.

Saya suka segala macam sayuran, begitu ketemu urap di sini, yeih maka wajib bagi saya untuk membaginya dengan teman-teman.

Lebih dari itu, olahan ikan nila dan sate lilitnya membuat saya enggak bosen meski sudah berkali-kali main ke Disawa Pawon.

Singkatnya saya tidak kecewa jalan jauh sebab semua pengorbanan lunas dengan menu yang alhamdulilah baik, mengenyangkan dan halal.

Lagi-lagi yang membuat saya berani mengulas tempat makan satu ini karena tempat makan ini dikelola langsung oleh Pak Budi (dukuh setempat) dengan rekan bisnis yang biasa disebut Bli Frengki.

Konsep yang diusung adalah pemberdayaan desa berbasis pariwisata.

Apalagi ini?
Dari obrolan saya dengan owner Disawa Pawon, dapat saya simpulkan bahwa tempat makan kental nuansa Jawa ini terungkap fakta bahwa beberapa bahan makanannya memang berasal dari petani penduduk sekitar.
Sayur-sayuran dan ikan-ikan yang dimasak semuanya diambil dari hasil panen masyarakat sekitar Disawa Pawon.

Bahkan kalau tidak salah dengar, Pak Budi ini juga ikut membidani berdirinya tambak/ kolam-kolam ikan yang berada di dusun tersebut.
Dari tangan ajaib Pak Budi banyak lahan mulai disulap jadi lahan bisnis namun tidak mengurangi keelokan nuansa alamnya, justru sebaliknya, menambah daya pikat bagi orang luar.


Saran saya jika kamu mau main ke Disawa Pawon, pesanlah sate lilit dan nila bumbu rujak/ sambel matah untuk makanan berat. Jika hanya sekedar ingin menikmati suasananya dan rileks menjauh dari kepenatan kota, pesanlah secangkir kopi luwak dan tempe mendoan.

Sensasinya luar biasa. Apalagi kalau pas cuaca bagus, kamu bakal ditemani si gagah Merapi dari kejauhan.

Suasana Alam


Seperti yang saya bilang tadi; suasana alam di sekitaran Disawa Pawon cukup membuat banyak orang rela jalan jauh dari peradaban.

Bentangan sawah-sawah yang hijau dan kelak menguning berbaur dengan desain tempat makan yang Jawa klasik.

Si Gagah Merapi juga sesekali muncul untuk menemani kalian yang beruntung.
Karena lokasinya di ketinggian jadi suasananya adem cenderung ke sejuk.
Yang biasa panas-panasan sumuk coba sekali-kali ke sini pasti akan merasakan sensasi alam nan elok.

Jangan takut kecele karena suasana di sini selalu seperti itu adanya.
Enggak heran kalau banyak wisatawan asing yang rajin juga berkunjung ke Disawa Pawon; menikmati tempe mendoan sembari mentadaburi alam nan elok permain.




Sentuhan Budaya



Agaknya kurang elok jika saya tidak menuliskan alasan lain kenapa Disawa Pawon wajib dikunjungi selain makanan dan suasananya, yaitu sentuhan budaya Jawa yang begitu kental di tempat ini.

Joglo yang dari kejauhan begitu kokoh langsung membuat jatuh hati dan bertanya: berapa rupiah untuk melahirkan mahakarya seindah ini?

Beda dengan joglo rumah makan kebanyakan yang biasanya dibiarkan bewarna alami (coklat kayu), Disawa Pawon punya konsep sendiri yaitu diberi sentuhan kuning hijau.
Saya kira hanya biar kelihatan beda saja, ternyata tidak hanya itu; memang tujuannya kelihatan beda, namun kehadiran cat ini mengandung cerita panjang.

Dengan bangunan bercat ini menunjukkan bahwa Disawa Pawon punya 'wibawa' tinggi dibanding dengan tempat makan lain.

Konon pada masanya dulu, cat bisa jadi simbol strata sosial seseorang.
Jika rakyat jelata tidak ada yang mengecat rumahnya, kaum bangsawan atau milyader pada zamannya justru mengecat rumah mereka sebagai penanda bahwa mereka 'orang berada'.
Sebab hanya orang berduit saja yang bisa membeli cat (pada zaman itu).

Ada bonus lain yang didapat jika datang ke Disawa Pawon, yaitu bisa foto-foto dengan kostum ala-ala masyarakat desa zaman dulu; yaitu dengan kebaya.

Kebaya yang ada disediakan gratis untuk pengunjung Disawa Pawon.

Saya selagi menunggu pesanan siap diantar ke meja selalu meluangkan waktu untuk berfoto ala ala.
Lagian kapan lagi bisa foto macam gadis desa dengan pemandangan desa yang benar-benar membius mata.
Lumayan buat yang suka buat kejutan heboh di feed Instagram.



Lokasi:  
Disawa Pawon
Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta
Akses 30 menitan dari Bandara atau 45 dari stasiun 

Buka:
11.00 -23.00 (setiap hari)

Harga:
mulai Rp 5.000,-

Foto oleh:
@bookpacker
Rangga

Info lanjut dan reservasi:
@disawa_pawon