Showing posts with label pertunjukan. Show all posts

Menanam Cerita di Halaman Sastra FKY 29


Angin begitu ganasnya ketika saya mulai mengambil kata pertama dalam cerita kali ini. Ada gigil yang saya rasa usai bermotor dengan jarak hampir satu setengah jam perjalanan. Radio Buku halaman sastra FKY 29
Festival kesenian Yogyakarta selalu menghadirkan konsep menarik setiap tahunnya. Kali ini bertajuk 'umbar Mak byar', istirahat untuk lebih gemilang. Salah satu agenda dari FKY yaitu Sastra FKY. Radio Buku / Indonesia boekoe menjadi tuan rumah yang nyaman, ramah dan ngangenin. Halaman ditata apik untuk memberi senyum kepada pengunjung.

Saya hadir di saat pembukaan dan penutupan. Sempat salah tingkah saat sampai di halaman Radio Buku, sebab ketika tiba, sudah banyak orang yang berkumpul. Hari itu pembukaan diisi dengan dongeng dari pendongeng asli Yogyakarta yang sudah go internasional.

Karena bangku sudah penuh, saya memilih berdiri di depan panggung utama demi melihat penampilan Kak Arif Rahmanto yang baru saja bersiap dengan mikrofon. Tak disangka, beliau melambaikan tangan ke saya dan melempar senyum. Saya pun menyambutnya dengan hangat.

Lantas, cerita itu berlanjut ketika dari arah belakang sang aktor utama dalam "Istirahatlah Kata Kata" sang Wiji Thukul, mendadak mendatangi saya lantas memberikan bangku kosong yang tadi diangkatnya dari bawah pohon mangga.
"Duduk."
"Terima kasih," ucap saya karena enggak tahu harus bilang gimana lagi karena masih diliputi kaget.
Kakak Mida, teman yang memberdayakan saya hanya senyum-senyum pula merasa gimana gitu.



Kadang kala saya ini memang norak. Tapi saya bangga dengan kenorakan saya. Belum selesai keterkejutan dengan Mas Gunawan Maryanto a.k.a Wiji Thukul, lagi-lagi Kak Arif membuat saya semakin norak. Beliau di hadapan hadirin, sebelum mulai mendongeng, berucap, "selamat datang Kak Mini GK. Penulis kondang kita."

Okey, saya bener bener malu tapi bangga.  Kakak Mida lanjut berbisik, "kalau udah tahu kamu artis harusnya datang jangan telat dong. Malu tauk."
"Ya mana aku tau bakal disapa sedemikian hingga."

Lalu kami diam. Diam-diam saya masih senyum senyum sendiri dengan perilaku mereka orang-orang baik di sekeliling saya. Ah semakin yakin saya jika kenaikan akan tumbuh jika kita selalu menanamnya. Acaranya mendongeng sore itu berjalan lancar. Ramai dan pula menimbulkan tawa hebat bukan hanya anak-anak tapi semua hadirin segala usia.

Acara Sastra FKY 29 dimulai dari tanggal 30 Juli dan berakhir semalam, 3 Agustus. Banyak macam agenda, ada mendongeng, workhosp menulis, talkshow sastra anak, prosa juga teater.

 Saya sempat mengikuti talkshow sastra anak yang diampu oleh dua orang keren, Muhidin M. Dahlan dan Gunawan Maryanto. Dengan antusias sebab materi yang disampaikan benar membuat saya tercengang. Mengenai fenomena perbukuan, khususnya buku buku anak.

Tanya jawab dengan hadirin menjadi satu sesi yang menarik, dimana banyak hadirin yang kebetulan adalah guru saling mengutarakan kegundahan mereka dengan murid murid. Usai talkshow saya menunggu hingga malam untuk menyaksikan teater.

Ada dua teater yang tampil membawakan sastra lakon, yaitu teater Kamasutra dan Terjal. Dua duanya dari Universitas Gajah Mada.

Menurut Gunawan Maryanto, kenapa memilih sastra lakon bukan naskah lakon sebab dewasa ini sastra lakon seolah-olah tak dikenal atau ditinggalkan. Ia satra lakon ini berada di zona yang tidak jelas antara teater atau kepenulisan, maksudnya orang teater seolah-olah enggak berhak memegang begitu pun dengan orang penulis. Akhirnya dia jadi tenggelam.

 Kami bahagia kami suka dan kami menunggu sastra FKY selanjutnya.

Cantik Sejati atau Sekedar Sandiwara?


Sulamin Bibir Saya, dong!

Percakapan pada suatu hari...

“Mbak, alisnya mau dirapikan?”
Sebuah pertanyaan muncul dari mbak-mbak klinik kecantikan saat saya pertama kali mencoba facial di sana. Pertanyaan serupa sering saya terima, sering, bahkan bisa dipastikan setiap saya didandani (entah untuk pager ayu atau yang lain) periasnya bertanya demikian.
“Enggak.” Ini menjadi jawaban ampuh dari mulut saya. Semakin sering orang ingin merapikan alis saya maka semakin kuat saya untuk menolaknya.
Alis saya memang tidak serupa ulat bulu, ia hanya selarik hitam yang samar-samar, tidak begitu rapi atau pun lebat. Tapi saya menyukainya apa adanya. #halah

Forum Aktor Yogyakarta

Drama Kecantikan
Pengetahuan saya tentang kecantikan sangat minim. Saya perempuan yang jarang mengikuti perkembangan zaman. Apa yang saya rasa nyaman maka itu yang saya pertahankan. Apa pun bentuknya saya masih menyukai apa-apa yang membuat saya nyaman.
Masalahnya ternyata tidak simpel. Hidup butuh orang lain. Butuh berkelompok, bersosial saling mendengarkan, memberi dan menerima masukan. Hingga sampailah saya pada kesimpulan bahwa cantik itu tidak semata-mata hadir dari pandangan diri sendiri tapi melibatkan orang lain.
“Cantik itu bukan hanya wajah yang bersinar tapi juga hati yang lapang penuh kebijakan.”
Well, sering ya dengar obrolan seperti itu? Lalu benarkah seperti itu?
Saya pikir iya kecantikan dari dalam hati lebih utama. Tapi tidak bisa dipungkiri kalau cantik fisik juga sangat berpengaruh besar dalam kehidupan. Sebagai contoh; perempuan-perempuan dengan fisik berkilau kadangkala lebih gampang mendapatkan pasangan atau kerjaan dibanding dengan perempuan dengan fisik jauh dari kata berkilau. Padahal belum tentu perempuan berfisik berkilau itu punya kecerdasan lebih dibanding perempuan berfisik jauh dari harapan. #duhmuter
Di sinilah drama-drama kecantikan mulai bergentayangan. Menghantui bahkan tidak jarak meneror. Entah bermula dari mana, pokoknya cantik fisik menjadi sesuatu yang dielu-elukan banyak orang. Pun yang terjadi dalam hari-hari saya. Puluhan tahun saya ini tidak membiasakan diri dengan pulasan gincu mau pun percikan parfum. Namun begitu masuk ke lingkungan lebih luas dengan teman-teman lebih banyak dari segala bidang, mau tidak mau saya harus ke kasir untuk menukar rupiah dengan sebatang ginju, bedak, minyak wangi dan kadang kala pensil alis. Saya termakan kata-kata mereka yang bilang bahwa perempuan akan lebih terlihat jika berdandan.
Tidak hanya masalah dandanan, urusan berat badan juga menjadi obrolan serius menyangkut sebuah definisi kecantikan. Diet ketat dan olahraga keras menjadi salah satu cara yang ditempuh banyak orang untuk mendapatkan bentuk tubuh ideal.
Terus terang saya termasuk yang mengagumi orang-orang dengan bentuk badan ideal ini. Meski yang saya maksud ideal kadang kala tidak sesuai dengan harapan orang-orang. Bagi saya ideal itu enak dilihat, enggak ngebosenin dan bisa membuat teringat sepanjang waktu. #duhdek
Selain masalah wajah, bentuk badan juga ada hal lain yang membuat kecantikan itu menjadi bahan kajian yang tak akan berkesudahan yaitu tentang lingkar dada, perut dan bokong. Yang ini sungguh membuat saya pusing. Selalu saja ada alasan orang untuk mencari celah (kurang) dari definisi kecantikan tersebut.
Cantik memang terlalu drama. Selalu menjadi polemik diantara kesemrawutan hidup yang lain. Drama kecantikan saya pikir tidak akan pernah menemui kata tamat.

Sulamin Bibir Saya, dong!
Pengetahuan saya tentang drama, teater, dunia panggung sangatlah minim. Seminim pengetahuan saya tentang kecantikan. Namun Jumat malam (21/04/2017) kemarin menjadi salah satu malam yang sulit untuk dilupakan.
Seorang kawan dari Forum Aktor Yogyakarta (FAY) mengontak saya jauh hari untuk ikut melihat pertunjukan teater mereka. Sudah saya bilang bahwa pemahaman saya tentang teater sangat buruk meski di SMP dulu saya juga gabung grup teater, namun teman tersebut tetap mengajak saya dengan alasan agar ada masukan atau review dari seorang awam teater. Dan okey, saya pun datang dengan senang hati lebih-lebih saat tahu bahwa pementasan teater itu menyinggung tentang perempuan dan kecantikan. Lalu abaikan bahwa di FAY ada kakak tamvan yang saya idolakan.
Saya baru tahu ternyata pertunjukan teater dengan judul Sulamin Bibir Saya, dong! ini awalnya berawal dari obrolan perempuan-perempuan yang ada dalam FAY tentang mitos kecantikan. Lalu dilakukanlah riset panjang hampir satu tahun. Mulai dari membaca buku riset pustaka hingga terjun ke lapangan langsung berhadapan dengan tokoh-tokoh yang berpengaruh utamanya dalam dunia kecantikan.
Butuh banyak sumber guna meminimalisir adanya judgement ‘benar’ atau ‘salah’ dari pola pikir setiap individu tentang definisi cantik. Karena setiap orang punya penilaian sendiri tentang cantik, dan tidak boleh seorang yang lain menyalahkan atau membenarkannya. Seperti yang di awal saya bilang; cantik itu penuh drama, dia tidak mudah, rumit dan akan sukar menemukan kata tamat.


Teater dan Penonton
Saya merasa kurang saat para pemain berkumpul di depan penonton dan membungkuk memberi salam hormat yang artinya penampilan mereka telah usai. Saya kecewa pada detik ini.
Saya masih berharap ada kelanjutan dari pertunjukannya.
Seperti saya bilang, saya tidak terlalu paham dan jarang nonton teater, tapi kali ini saya merasa bahagia sejak pertama berdiri di depan pintu teater menunggu pintu di buka.
Teater Sulamin Bibir Saya, dong! dikonsep serupa talkshow sebuat televisi. Ada studio, pembawa acara, co-host, bintang tamu, kru, produser pelaksana dan penonton. Ya sekali lagi penonton, kami yang menonton dalam studio juga dilibatkan langsung dalam drama.
Ini baru pertama kalinya saya mengalami. Okey, saya memang beberapa kali melihat pertunjukan dari FAY namun baru kali ini ikut terlibat main meski hanya seolah-olah jadi penonton bayaran di deretan penonton. Tidak apa, saya bahagia dan cukup puas.
Saya kagum dengan akting para pemainnya. Sebetulnya saya juga takjub dengan pemilihan tema mereka tentang perempuan dan kecantikan tepat di hari Kartini.
Urusan panggung, ya sudah tidak usah diragukan lagi, tim artistiknya sudah bekerja dengan sempurna. Panggung LIP yang begitu adanya bisa disulap bimsalabim menjadi studio televisi nasional. Ini kreatif sekali. Masalah pencahayaan dan properti; saya tidak tahu harus komentar apa karena bagi saya ini sudah hidup.
Para aktor dan aktris bermain dengan penuh penjiwaan. Saya pernah melihat mereka dengan bergaya sebagai tokoh lain di drama lain dan itu benar terlihat perbedaannya. Mereka benar-banar menguasai peran meski saya tahu bahwa mereka baru mulai latihan sejak akhir Desember lalu.
Yang sedikit mengganjal bagi saya adalah ending dari cerita. Saya masih berharap Sara Medina punya konflik lain setelah bermanis-manis dengan ibunya. Atau mungkin si Adelia Zara dan Katrina Sulistyawati, sungguh saya berharap konflik keduanya semakin memanas dan sedikit membuat keributan di studio.

Perempuan dan cantik
Saya berterima kasih sudah diundang untuk menyaksikan teater Sulamin Bibir Saya, dong! dimana ini merupakan ruang untuk mengungkapkan kecantikan dalam berbagai versi. Tidak ada yang salah dan benar itulah cantik.
Perempuan hidup dan berproses membangun identitas secara berkesinambungan. Termasuk mengenai bagaimana perempuan menjadi cantik dan mengapa dinilai cantik oleh orang lain.
Terima kasih kepada Nesia P. Amarasthi selaku sutrada yang sudah mau saya wawancarai di akhir acara. Juga terima kasih berat kepada pimpinan produksi Kakak Ita Yunita yang sudah memberi kesempatan pada saya untuk nonton dan dapat barisan depan. Yeah, menang banyak.
Sebagai #gadisaAnggun teman perjalanan buku dan kamu, saya mendapat banyak pemahaman baru lewat pertunjukan Sulamin Bibir Saya, dong! tidak hanya konsep cantik namun tentang kebaikan, perempuan, keluarga dan ambisi.
Jangan pernah meremehkan perempuan.
“Jangan berkata kasar. Jangan menyakiti orang lain terutama sesama perempuan,” pesan ini meluncur dari bibir Ibu Elma untuk anaknya Sara Medina, dialog tengah malam di rumah Sara Medina sesaat sebelum kecupan hari Kartini mendarat dari anak untuk ibunya.