Showing posts with label perjalanan. Show all posts

Selamat Ulang Tahun Jogja Scrummy

Jogja Scrummy

Poto by Ig Jogja Scrummy

Perkenalan saya dengan oleh oleh satu ini sudah terjalin sejak tahun lalu. Tepatnya saat Dude Herlino memutuskan untuk membuka cabang baru di daerah Brigjen Katamso Yogyakarta.
Saya tidak terlalu mengenal outlet yang di Jalan Kaliurang, namun untuk yang di Brigjen Katamso saya lumayan hafal setiap sudutnya. Saya juga masih ingat oleh oleh apa saja yang dijual di sana selain kue ala ala Jogja Scrummy.

Kalau dibilang buzzer atau media partner dari Jogja Scrummy, tidak, saya bukan bagian dari toko oleh oleh tersebut. Murni saya hanya masyarakat biasa yang kebetulan blogger dan kebetulan dapat kesempatan untuk ikut menyaksikan dan mencicipi Jogja Scrummy.

Eh, tunggu, jangan jangan pembaca blog ini masih ada yang belum tahu apa itu Jogja Scrummy?
Apa perlu saya cerita apa itu Jogja Scrummy?
Okey, sedikit ya sebagai awalan. Jadi gini, Jogja Scrummy itu adalah outlet oleh oleh yang berdiri di Yogyakarta dan milik artis Dude Herlino. Oleh-oleh yang utama di sini adalah olahan roti padat mengenyangkan yang diberi nama Scrummy.

Outlet Jogja Scrummy


23 Juni 2016 adalah awal berdiri Jogja Scrummy yang pertama kali. Hingga akhir tahun 2016 Jogja Scrummy akhirnya punya total empat outlet yang tersebar di banyak tempat di Yogyakarta. Antara lain; jalan Kaliurang, Malioboro (tepatnya Utara pasar Pathuk), Jalan Brigjen Katamso dan Jalan Adisucipto.

Konon salah satu misi dari didirikannya rumah oleh-oleh kekinian ini adalah untuk ikut terlibat dalam rangka mendongkrak pariwisata Yogyakarta khususnya disektor kuliner.

Oleh-oleh kekinian


Berkaca dari niat mulia, akhirnya Jogja Scrummy tidak hanya menjajakan Scrummy saja melainkan banyak juga menerima titipan oleh-oleh kekinian dari banyak UMKM. Ini misal kalian punya produk makanan dan hendak kerjasama jangan sungkan untuk datang dan ngobrol ke Jogja Scrummy, insya Allah akan disambut dengan keramahan dan hasil yang diinginkan.
Sudah ada sekitar 200 produk olahan yang dijual di semua outlet Jogja Scrummy. 

Varian Jogja Scrummy


Total dalam setahun ini sudah ada 11 varian rasa dari Jogja Scrummy. Yaitu Jogja Scrummy Reguler dengan 6 varian yaitu cheese, chocolate, mangga, srikaya, taro dan caramel. Percaya saya sudah mencicipi semua rasa ini. Satu potong cukup mengenyangkan bagi saya.

Bulan Maret tahun ini Jogja Scrummy kembali mengeluarkan produk premium dengan bahan utamanya adalah wortel.
Kenapa wortel? Konon ini sebagai salah satu bentuk apresiasi Jogja Scrummy pada para petani wortel di sekitaran lereng gunung Merapi. Semakin menguat kan bahwa Jogja Scrummy peduli dan selalu mendukung pihak pihak yang ingin maju dan bekerjasama.

Inilah lima varian premium carrot cake; frozting cheese, caramel, peanut, cheese dan chocolate.
Jangan tanya saya bagaimana rasanya karena jujur saya baru merasakan yang peanut dan chocolate. Untuk dua rasa itu saya suka terutama yang chocolate. Harga perkotaknya 65.000 dan itu penuh banget. Gak kopongan. Cocok buat oleh oleh atau cemilan selama perjalanan panjang. Aslik kenyang. Agak gak mungkin kalau habis dimakan sendirian.

Jogja Scrummy dan Kesehatan


Jogja Scrummy diolah dari bahan-bahan sehat. Tidak menggunakan bahan pengawet. Hati-hati kalau beli Jogja Scrummy tapi kok bisa awet sampai sebulan, perlu dipertanyakan itu asli Jogja Scrummy atau hanya tipu-tipu. Pastikan beli di outlet yang asli.
Selain itu semua bahannya juga halal, Thoyib serta bernilai gizi tinggi.
Tepung yang digunakan menggunakan tepung kentang yang sudah mendapat pengakuan sebagai tepung non gluten yang baik dikonsumsi oleh orang-orang yang punya masalah dengan pencernaan.

Bagi yang pertama kali makan Jogja Scrummy mungkin akan merasa aneh. Tapi tidak dengan saya, saya enak enak aja dan enggak nolak kalau sering sering ada yang kirimin roti satu ini.

Buka Bersama Kawan Yamaha Yogyakarta

Temu Kangen Kawan Yamaha Jogja

Terlalu panjang untuk diceritakan betapa banyaknya acara buka bersama sepanjang Ramadan tahun ini. Tapi kalau boleh dibocorkan sedikit, nyatanya saya buka bersama lagi lagi dengan orang yang sama. Mereka lagi mereka lagi. Ya gimana ya namanya juga satu komunitas satu rasa satu tujuan namun beda penderitaan. Eh, abaikan yang terakhir.

Jadi biarkan saya cerita sedikit tentang acara buka bersama yang sedikit beda dari biasanya.
Masih dengan teman teman yang sama, saya diajak untuk ikut acara buka bersama dengan Yamaha Komunitas Jogja beberapa waktu lalu. Sejujurnya agak-agak galau juga saat undangan datang secara acaranya ternyata bareng dengan acara di sebelah. Namun karena undangan dari Yamaha datang lebih dulu ya maka harus diutamakan, lagian juga udah kadong janji mengiyakan. Akan sangat tidak elegan sekali jika Gadis Anggun membatalkan janji demi bertemu dengan yang lain. Kesannya tidak setia banget. #halah

Menariknya acara buka bersama Yamaha itu tidak hanya ajang untuk kumpul dan makan bareng. Lebih dari itu, Yamaha menggandeng salah satu panti asuhan di daerah Giwangan untuk ikut serta dan bahkan jadi bintang dan acara buka bersama ini.
Saya lupa tepatnya tidak menghitung ada berapa anak panti yang ikut buka bersama namun yang saya ingat semuanya laki-laki.

Tidak hanya mengajak makan bersama, Yamaha juga memberikan santunan kepada panti asuhan tersebut. Saya hadir dan ikut mengaminkan doa doa yang dilangitkan sepanjang acara.

 Saya merasa beruntung bisa menjadi bagian dari komunitas ini. Semakin beruntung karena bisa ikut bergabung menyaksikan dan berkenalan langsung dengan teman teman lain.

Misal hari itu saya tidak jadi datang dan justru ke acara lain, mungkin saya akan kehilangan banyak moment berharga tentang 'tangan di atas'.
Saya memang tidak memberi apa apa tapi saya merasa ikut memiliki kebahagian yang mereka rasakan.

Oh iya acara ini berlangsung di Goeboek resto ring road Ketandan. Sejujurnya untuk datang ke acara ini tidak seratus persen gratis. Namun tidak pula berbayar mahal.

Tiket masuk yang dibutuhkan hanya satu buah buku perorang. Ya senang sekali lah saya bisa ikut acara yang beginian.
Misal nanti nanti Yamaha mau ngadain acara lagi yang syarat dan ketentuannya harus menukar satu buku untuk tiket masuk, saya akan usaha untuk daftar lagi.

Yamaha dan Tangan di Atas

Terima kasih untuk Yamaha Jogja yang membuat buka puasa saya lebih berkesan dibanding acara buka bersama sebelumnya. Terima kasih sudah mengenalkan ke banyak pihak dan mengingatkan tentang tangan di atas lebih baik.
Semoga acara yang seperti ini akan terus digiatkan oleh Yamaha dan diikuti teman teman yang lain.
Luv

Mamahke Jogja Bolehkah Saya Bercerita Tentang Kamu dan Teman-temanmu?

Mamahke Jogja


Dua potong cake telah sukses berpindah dari nampan ke mulut lantas melaju ke dalam perut. Nyaris tidak ada sisa kecuali coklat yang entah sengaja atau minta perhatian lebih sampai-sampai harus nempel di bibir dan hampir ke seluruh jemari tangan. Belepotan dan sama sekali tidak terlihat anggun.
Saya sudah mencoba memakannya dengan khusyuk ala-ala Miss Univers, namun tetap gagal, remah-remah kue berhamburan ke rok. Alamak.

Itu yang terjadi dengan saya beberapa hari lalu saat diundang untuk mencicipi menu dari dapur keluarga Mas Hanung dan Mbak Zaskia.

Pagi jelang siang yang terik, saya sampai tidak bisa membedakan mana sekumpulan anak-anak berlatih karate dengan air mancur. Sungguh terlalu pengelihatan saya hari itu. Tepat di selatan Tamansari atau di jalan Tamanan, dapur Mas Hanung berdiri. Belum begitu sempurna ketika saya datang. Masih dalam tahap renovasi.

Saya dan teman-teman diundang untuk memcicipi sekaligus memberi masukan pada menu yang sedang digarap. Konon menu itu akan menjadi menu andalan yang kelak akan meramaikan dunia kuliner Yogyakarta.

Oleh Mas Hanung dan keluarga jajanan yang sedang mereka gadang-gadang menjadi salah satu alternatif oleh-oleh itu diberi nama “Mamahke Jogja”.

Tolong ya jangan salah mengeja; mamahke Jogja, bukan mamah ke Jogja. Karena mamahke di sini diambil dari bahasa Jawa berasal dari kata mamah (mengunyah), mamahke bisa berarti mengunyahkan. Beuh, repot bener pakai acara dikunyahkan segala. Kujadi ingat balita atau anak burung yang sering makannya dimamahke dulu sama orangtua mereka.


Mamahke dan selebriti Tanah Air

Saya sudah mencoba beberapa jajanan yang konon dikelola atau dimiliki oleh selebriti negeri ini. Enggak usah disebut ya jajanan siapa-siapa saja, dunia juga sudah tahu kalau saya ini doyan makan.
Karena saya ini orangnya enggak bisa diam, maka ketika ketemu langsung sama selebritinya pasti saya tanya-tanya dong kenapa dan mengapa akhirnya terjun di dunia kuliner dan memilih daerah (maksudnya bukan di Ibu Kota).

“Karena aku ingin jika pulang ke Jogja maka punya kegiatan. Aku ini perempuan yang enggak bisa diem. Di Jakarta setiap hari ngurus anak-anak, rumah dan segala macem. Kalau pas balik ke Jogja mendadak aku enggak punya kerjaan apa pun karena malah aku dilayani mertua. Kan akunya jadi enggak enak. Jadi buka usaha Mamahke ini berharap nanti bisa punya kesibukan,” tutur Mbak Zaskia sambil menawarkan produk Mamahke ke teman-teman.

Konon Mamahke ini juga memakai resep yang diturunkan dari Ibundanya Mas Hanung. Itu yang membuatnya beda dengan panganan yang lain.

Sambil mencoba mengira-ira apa saja bahan yang dicemplungkan dalam adonan cake itu (dengan cara mengunyah sambil sok-sok menelaah) saya mendengar tuturan selanjutnya dari Mas Hanung tentang mengapa mereka buka tempat oleh-oleh berisikan jajanan.

“Tujuannya ingin memberikan alternatif oleh-oleh jika ada temen main ke Jogja. Kalau membuat film itu sudah pekerjaan biasa. Bisnis kuliner ini baru bagi kami dan masih meraba-raba. Maka dari itu mohon teman-teman bisa kasih masukan agar nanti Mamahke ini benar-benar kerasa banget. Aku sendiri ingin tempatnya nanti nuansa Jogja banget. Pakai ornamen dan perabot kayu-kayu jati.”

Sejujurnya saya iri banget dengan ‘kemujuran’ yang dialami para selebriti Tanah Air tercinta ini. Selalu saja apa-apa bisnis yang mereka jalankan pasti laris manis. Sementara saya jualan buku Le Mannequin dan Pamaren Patah Hati saja sungguh gerilya dari subuh sampai subuh. *anggap saja begitu* Namun hasilnya ya gitu-gitu ajah. Jangankan pada antri pakai nomer antrian, sehari laku sepuluh biji saja alhamdulilah banget.

Pertanyaannya apa iya seorang Mini GK harus jadi selebriti dulu biar karya-karyanya laris manis dan subur sepanjang masa bagai lumut di kelembapan??
“Aku enggak ngerti gimana cara marketing kuliner,” Mbak Zaskia seolah-olah baru saja membaca apa yang  saya pikirkan. Mungkin batok kepala saya transparan hingga bisa terbaca dengan mudah.
“Aku konsultasi sama Irwansyah. Dan dia yang siap membantu marketing Mamahke. Jadi usaha ini kerjasama dengan Bella, Irwansyah, Zaskia Sungkar dan Teuku Wisnu.”

Tuhan, mungkin lain kali saya juga perlu join kerjasama dengan Mas Wisnu Nugroho, Kang Pepih, Mas Iskandar Zulkarnaen, lalu minta bantuan Abang Rizky Saragih dan Kak Kevinalegion biar karya yang saya ciptakan meledak-ledak di Bumi Pertiwi.


Antara Mamahke, Sate Klathak dan Bakpia


“Kenapa milihnya roti bukan soto, sate atau makanan berat lain karena....” Mas Hanung menjelaskan dengan semangat juang seorang owner, “karena aku kesulitan untuk mencari pencuci mulut jika selesai makan berat. Juga aku inginnya biarlah orang-orang seperti sediaka kala jika sate klathak ya ingatnya sama Pak (sebut nama), jika makan soto ingatnya sama (sebut nama).”

Dari sini dapat saya simpulkan bahwa Mamahke berdiri tidak untuk menyaingi macem kuliner yang sudah ada melainkan ikut mewarnai dan memberi alternatif aneka kuliner.

Harapan Mamahke

Seperti halnya sebuah hubungan, seseorang memutuskan untuk menjalin kasih dengan yang lain dengan harapan menemukan kebahagian hakiki. #tsah
Maka begitu pun dengan Mamahke, dari Mbak Zaskia saya mendengar bahwa Mamahke semoga bisa menjadi harapan baru bagi penduduk sekitar untuk mengais rejeki. “Bisa membuka lapangan pekerjaan baru bagi orang lain bagiku alhamdulilah banget,” tutur Mbak Zaskia berbinar-binar. “Belum kepikiran bagaimana nanti untung atau pendapatan Mamahke, berharap bisa bantu banyak orang.”
Beuh Mbak Zaskia nanti kalau butuh media patner atau bloger atau hanya sekedar model cakep boleh lho kontak saya di @minigeka atau www.minigeka.com  pasti dengan senang hati akan saya tindaklanjuti.


Kata mereka tentang oleh-oleh khas....

Karena saya ini orangnya sangat-sangat selo bertolak belakang sekali dengan hati saya yang super riuh penuh keributan ngalah-ngalahin suporter bola, anggap yang ini serius, maka sebelum bobok pada suatu malam yang syahdu saya bertanya pada beberapa temen-teman melalui chat WA. Begini pertanyaan saya;

Teman-teman, apa sih yang ada di benak kalian ketika seorang selebriti tiba-tiba buka usaha kuliner di daerah (bukan ibu kota) lalu memberi embel-embel ‘kuliner khas daerah....’

Sebelum benar-benar terbawa mimpi, saya menerima beberapa jawaban:

“Seleb mah bebasss, mau bikin kripik krupuk, salep, sampo gambarnya mereka mah sekarang bebas. Kalau pakai gambar kita malah nista.” *padahal saya udah siap lho jadi model sabun colek*
“Menurutut  selebriti bisnis kuliner sah-sah saja. Tapi ya kalau beneran khas daerah situ ya gak apa-apa, Beb. Yang jadi masalah kalau sebenarnya makanan bukan khas daerah situ tapi mereka memposisikan diri sebagai oleh-oleh wajib daerah situ.” *saya semakin nggak sabar mendadak jadi artis top biar apa apa sah*
“Berarti artisnya ‘mletik’ itu. Artisnya mampu mencari peluang dibalik ‘khas’ itu tadi. Kenapa kita enggak mencontoh mereka? Misal truk kita ditempeli stiker produk lokal Gunungkidul. Di satu sisi menghasilkan pendapatan buat kita disisi lain Gunungkidul makin mendapat nama di mana-mana.”
“Kalau aku sih biasa saja, Min. Karena aku enggak mengidolakan selebriti dan enggak nonton sinetron apalagi infotaiment.” *mungkin sesekali kamu perlu deh kenalan sama aku yang artis lokal ini, beuh*  
“Mereka itu bikin usaha kuliner kompakan lho.” *sebenarnya jawaban di sini nyebut nama nama dan merk tapi sengaja tidak ditampilkan demi kenyamanan perut saya yang akan mendadak lapar*
“Kalau kulinernya memang khasnya situ sih enggak apa-apa namun jangan diada-adain. Nanti jadi aneh.”
“Kalau buat aku enggak apa-apa. Wong usaha-usaha dia kok. Ngapain kita yang ribut ngrecoki.”
“Bagus dong. berarti selebritinya punya pandangan lebih. Mau usaha dan mau memberi pekerjaan ke orang lain.”

Ada beberapa lagi jawaban namun belum sempat saya tuliskan alasan utamanya karena obrolan itu melebar bukan menjawab pertanyaan yang saya lempar melainkan justru membahas aneka makanan yang sudah barang tentu membuat lidah saya kehilangan kendali dan gigi gemeretuk ingin mengunyah sesuatu. Semoga tidak khilaf.

Titip pesan buat Mas Hanung dan Mbak Zaskia, itu jawaban teman-teman saya monggo dipelototi, kalau butuh kontak mereka lewat saya saja dijamin lancar.


Selamat untuk pembukaan Mamahke esok 20 Mei 2017, jangan lupa saya Mini GK #gadisAnggun teman perjalanan yang bisa dikontak sewaktu-waktu untuk sekedar diajak mencicipi kue dan menikmati secangkir teh madu. #sedap

Mencicipi Pizza dari Olahan Nasi

Unlock Coffeeshop

Jujur saya sangat minim refrensi tempat ngumpul asyik. Okey, saya mengaku, saya bukan orang gaul yang rajin-rajin ngafe, jalan sana sini, nongkrong dari sore sampai malam atau malam ke pagi. Saya hanya perempuan biasa yang berharap bisa memindahkan bulan ke dalam botol kaca. #tsah
Nah karena minimnya pengalaman tersebut maka setiap ditanya dimana tempat buat ketemuan atau kumpul, saya mentok menjawab perpustakaan, toko buku dan kedai kopi. Untuk satu dua tiga kali pertemuan tidak apa-apa, namun kalau sering-sering ternyata menjemukan juga. Banyak temen yang minta pindah tempat, utamanya mereka yang dari luar kota atau mereka yang tidak begitu suka buku namun saya paksa ketemu di perpustakaan.
Kalau ke kedai kopi maka yang terjadi hanyalah itu-itu saja, pesan kopi dan cemilan yang seadanya lalu ngobrol lalu usai. Biasa tidak berkesan. Mentok lihat barista sedang mengolah kopi.
Karena saya orangnya kadang bosenan dan ingin menjajal hal baru meski ngakunya bukan orang gaul, saya kegirangan dan langsung meng-iya-kan ajakan temen-temen Kompasiana untuk kumpul di Unlock Coffeeshop. Saya sudah iya-iya aja padahal belum tahu alamat Unlock itu di mana. Jangankan alamat, dengar nama coffeeshop satu itu aja baru baru ini.


Kedai Kopi

Coffeeshop tempat kumpul dan bermain
Di Jalan Palangan Tentara Pelajar (utara hotel Alana) Unlock coffeeshop berdiri. Bangunannya menjulang karena ternyata ada beberapa lantai yang ternyata lantai atasnya merupakan ruang bermain, escape room. Saya sudah kegirangan aja merasa ingin diajak main di sana namun ternyata tidak. Ya sudahlah yang penting makan.
Pertama kali masuk Unlock Coffeeshop yang saya temui adalah keramahan mbak-mbak kasir yang membukakan pintu. Lalu ruangan kafe yang modern dan fotoable banget. Saya meyakinkan diri bakal betah lama-lama di tempat ini dengan suasana nyaman dan penuh dengan aroma kopi. Saya yakin seandainya saya datang dengan teman-teman dari luar kota, mereka juga akan setuju kalau tempat ini memang nyaman untuk berkumpul dan diskusi (diskusi apa saja).
Di sofa sudah ada manager kafe dan beberapa teman yang datang lebih awal. Saya disambut lagi dengan senyum dan jabat tangan hangat. Inilah yang saya sukai dari sebuah pelayanan restoran/ kafe, disambut dengan hangat.
Selain sofa, lukisan dan meja yang cantik, mata saya juga disuguhi aneka buku-buku, mainan yang bisa dimainkan dan jajaran biji kopi yang dipajang dalam plastik-plastik.
“Sambil menunggu pesanan pengunjung bisa baca buku atau memainkan mainan yang sudah kami sediakan. Unlock punya tagline lets eat, play and drink. Makan bermain dan minum semua bisa dilakukan di sini,” kata Om Andhika yang menemani saya melihat-lihat aneka kopi yang sengaja dipamerkan.
“Biar semakin seru dan betah di sini.”
Saya tergelak dengan ucapan beliau. Betapa tahu banget kalau pengunjung memang butuh permainan (selain makan dan minum).
Saat yang lain asyik foto dan melihat aneka kegiatan di meja barista, saya lebih memilih menyingkir ke kasir dan bertanya hal-hal remeh kepada mbak-mbak yang ramah.
“Kak misal mau booking tempat ini untuk pesta bisa?” saya sok-sokan mau ulangtahun gitu ceritanya.
“Iya, bisa banget. Kami bisa dipakai untuk acara ulang tahun dan lain-lain.”
“Berapa kapasitasnya, Kak?”
“Sekitar 30 sampai 50 orang.”
Dalam hati saya membatin, wah lumayan kalau pesta ulangtahun di tempat ini bisa ngundang tetangga satu RT. Ya kan sekali-kali ngajakin tetangga main ke kafe yang nggak hanya jualan kopi doang kan bisa.
“Kak ini bisa delivery order?”
“Bisa dengan go-jek.” (wah si mbaknya nyebut merk lain)
Setelah ngobrol tidak terlalu penting itu saya kembali ke sofa menatap aneka makanan dan minuman yang tersaji. Saya agak-agak bingung dengan makanan yang terhidang. Bingung karenan banyak dan enggak mudeng itu jenis makanan apa. Bentuknya memukau, sepertinya mengenyangkan namun terasa asing.


Rice Pizza, Spagheti Aglio Olio dan tradisi kembulan
Saya manggut-manggut ketika mendapat pengantar tentang makanan apa yang akan masuk ke dalam perut. Ternyata yang rada aneh dalam wajan dan menarik perhatian saya sejak tadi adalah pizza. Lebih tepatnya rice pizza. Nasi? Iya beneran nasi dan ini subhanallah membuat saya kenyang setelah nambah beberapa potong soalnya enak banget.
Saya bukan pecinta pizza ingat itu, namun saya suka-suka aja pas tahu ada pizza dari nasi. Enak gilak.
Ketika saya tanya kenapa nasi, pizza nasi, terjawablah bahwa ide rice pizza ini awalnya hadir untuk memenuhi selera orang-orang Yogyakarta yang konon belum kenyang jika belum bertemu nasi. Mau makan kentang atau roti satu truk jika belum ketemu nasi ya belum kenyang. Sama bener dengan perut saya. Karena Unlock mengusung gaya western maka dibuatlah si nasi itu menjadi kebarat-baratan yaitu berubah wujud yang biasanya nasi goreng menjadi pizza. This is lezatoooo. Saya mau lagi dan lagi.
Selain pizza nasi aan juga spagheti dengan bumbu sambal matah. Sama dengan pizza, saya juga tidak terlalu doyang spagheti, bumbunya harus yang unik biar doyan. Spagheti aglio yang sering saya makan tidak pernah dengan bumbu sambal matah jadi pas di Unlock dicobain dengan sambal matah duh saya jadi ingat ibu hamil teman saya yang ngidam makanan pedas. Ini pedasnya nendang banget. Saya karena tidak terlalu doyan pedas hanya mencicip beberapa sendok. Sebagai gantinya saya lebih memilih menguasai rice pizza sama baked potato.
Dua menu itu (rice pizza dan spagheti sambal matah) yang membuat Unlock coffeeshop beda dengan coffeeshop lainnya dan layak untuk dikunjungi. Karena jarang-jarang ada coffeeshop yang juga menyediakan menu makanan berat. Kebanyakan kedai kopi ya hanya menyediakan olahan kopi dan kue kue atau cemilan yang sudah sangat kita kenal dan sering cicipi.
Oh iya, usahakan kalau main ke Unlock Coffeeshop jangan sendirian. Karena ternyata bareng-bareng lebih enak, bisa milih menu dengan sistem kembulan. Makan rame-rame di atas daun pisang. Persis seperti makanan anak-anak di pesantren atau asrama.
Ini konsep yang lagi happening banget belakangan ini. Saya suka dengan konsep seperti ini, jadi berasa banget kekeluargaan dan kekompakannya. Juga bisa semakin ngerti satu dan lain, misal enggak doyan apa atau paling seneng apa. Lebih menyenangkan lagi menu kembulan ini bisa dipesan sesuai permintaan.
Enggak apa-apa kalau datang bersepuluh namun cuma pesen untuk delapan orang. Hebat kan, kan, kan.
Anak kekinian harusnya nyoba yang ginian. Habis makan bareng-bareng lalu main WW.


Kopi-kopi Unlock Coffeeshop
Namanya juga coffeeshop ya pasti wajib ada kopi dong. yang beda dari coffeeshop lainnya, di sini kita akan berjumpa dengan kopi-kopi terbaik dari Temanggung. Hanya kopi terbaik dan asli Temanggung. Untuk sementara kalau mau cari kopi dari daerah lain, ya maaf banget di sini tidak menyediakan.

Ada alasan kenapa hanya menyediakan kopi Temanggung, yaitu untuk memilih kopi unggulan. Pihak Unlock  turun tangan sendiri dari mulai pemetikan biji kopi, pemilihan biji kopi terbaik, pengeringan, hingga roasting. Jadi kopi yang dipilih benar-benar kopi terbaik dari kumpulan yang baik.
“Kami sengaja melakukannya karena menginginkan kopi yang benar-benar kopi. Tidak sembarangan kopi. Bahkan untuk kopi luwak, kami mengambil yang ada di alam liar bukan luwak yang ada di penangkaran. Kami punya petani kopi sendiri yang sudah bekerjasama sejak lama. Kebetulan Bos dari Unlock sering melakukan perjalanan jadi lewat perjalanan itulah konsep kopi ini tercipta.”
Penjelasan dari mas-masnya cukup membuat saya yakin dan tersentuh.
Saya baru tahu juga kalau ternyata kopi-kopi yang ada di sini jenis kopi arabika. Sebutan arabika ini biasanya ditujukan untuk kopi-kopi yang ditanam di atas ketinggian........ Ya bayangin aja gimana lelahnya untuk mencapai tempat itu dan betapa sejuknya berada di ketinggian demikian. So, so, so deh untuk kopinya, saya suka. Tingkat keasaman seperti biasa bisa direquest ke mas-mas barista.

Tinggal sendiri

Saya masih duduk di sofa hampir sejam setelah teman-teman balik. Pelayan ramah menemani saya bercakap-cakap. Aura-aura Unlock memang sayang untuk dinikmati hanya sejenak, butuh waktu lama dan usahakan bareng-bareng biar enggak berasa jadi orang galau yang kebingungan makan pizza nasi.

Bernard Batubara Curhat Cinta dan Mantan



Luka Dalam Bara

Perkenalan saya dengan Bara sudah terjadi jauh hari sebelum Luka Dalam Bara terbit. Bukan sebuah info penting sih, cuma mau bilang aja kalau sudah kenal Bara lama. #halah
Enggak penting sih Bara kenal saya atau tidak, tapi bagi saya bisa ketemu Bara menjadi sesuatu yang penting.

Sejak novelnya yang berjudul Radio Galau FM difilmkan, pria cancer itu semakin banyak dikenal umum. Hampir semua anak kekinian pasti kenal dengan dia. Semakin terkenal setelah novel berikutnya, Janji Hati kembali difilmkan.
Jujur saya iri dengan pria satu ini. Iri yang gregetan gitu, ingin juga bernasib sama atau setidaknya lebih dari dia.

Buku-buku Bara boleh dibilang selalu laku. Apa pun yang dia tulis pasti membuat banyak orang ingin memilikinya. Kali ini bersama penerbit NOURA, Bara menerbitkan buku baru berjudul Luka Dalam Bara.

Buku apakah itu? Mungkinkah semua kesakitan yang Bara rasakan?
Kali ini saya boleh sedikit sombong karena saya punya kesempatan untuk ikut launching dan bedah buku langsung bareng Bara.

Mini GK dan Bara

Karena saya merasa bukan bagian orang penting dalam hidup Bara, duh kenapa pula saya bicara demikian? maka saya tidak merasa sedih saat Bara bilang jika buku barunya yaitu LUKA DALAM BARA ditulis untuk dan dengan semangat mengenang sang mantan. itu lho perempuan yang tempo lalu membuat Bara sedemikian baper sampai posting banyak hal galau di media sosial.

Bara dan yang beruntung dinner bareng di cafe no.20

Penulis Perempuan 

Penulis Indonesia

Panggung Utama

Bernard Batubara Novel

Cantik Sejati atau Sekedar Sandiwara?


Sulamin Bibir Saya, dong!

Percakapan pada suatu hari...

“Mbak, alisnya mau dirapikan?”
Sebuah pertanyaan muncul dari mbak-mbak klinik kecantikan saat saya pertama kali mencoba facial di sana. Pertanyaan serupa sering saya terima, sering, bahkan bisa dipastikan setiap saya didandani (entah untuk pager ayu atau yang lain) periasnya bertanya demikian.
“Enggak.” Ini menjadi jawaban ampuh dari mulut saya. Semakin sering orang ingin merapikan alis saya maka semakin kuat saya untuk menolaknya.
Alis saya memang tidak serupa ulat bulu, ia hanya selarik hitam yang samar-samar, tidak begitu rapi atau pun lebat. Tapi saya menyukainya apa adanya. #halah

Forum Aktor Yogyakarta

Drama Kecantikan
Pengetahuan saya tentang kecantikan sangat minim. Saya perempuan yang jarang mengikuti perkembangan zaman. Apa yang saya rasa nyaman maka itu yang saya pertahankan. Apa pun bentuknya saya masih menyukai apa-apa yang membuat saya nyaman.
Masalahnya ternyata tidak simpel. Hidup butuh orang lain. Butuh berkelompok, bersosial saling mendengarkan, memberi dan menerima masukan. Hingga sampailah saya pada kesimpulan bahwa cantik itu tidak semata-mata hadir dari pandangan diri sendiri tapi melibatkan orang lain.
“Cantik itu bukan hanya wajah yang bersinar tapi juga hati yang lapang penuh kebijakan.”
Well, sering ya dengar obrolan seperti itu? Lalu benarkah seperti itu?
Saya pikir iya kecantikan dari dalam hati lebih utama. Tapi tidak bisa dipungkiri kalau cantik fisik juga sangat berpengaruh besar dalam kehidupan. Sebagai contoh; perempuan-perempuan dengan fisik berkilau kadangkala lebih gampang mendapatkan pasangan atau kerjaan dibanding dengan perempuan dengan fisik jauh dari kata berkilau. Padahal belum tentu perempuan berfisik berkilau itu punya kecerdasan lebih dibanding perempuan berfisik jauh dari harapan. #duhmuter
Di sinilah drama-drama kecantikan mulai bergentayangan. Menghantui bahkan tidak jarak meneror. Entah bermula dari mana, pokoknya cantik fisik menjadi sesuatu yang dielu-elukan banyak orang. Pun yang terjadi dalam hari-hari saya. Puluhan tahun saya ini tidak membiasakan diri dengan pulasan gincu mau pun percikan parfum. Namun begitu masuk ke lingkungan lebih luas dengan teman-teman lebih banyak dari segala bidang, mau tidak mau saya harus ke kasir untuk menukar rupiah dengan sebatang ginju, bedak, minyak wangi dan kadang kala pensil alis. Saya termakan kata-kata mereka yang bilang bahwa perempuan akan lebih terlihat jika berdandan.
Tidak hanya masalah dandanan, urusan berat badan juga menjadi obrolan serius menyangkut sebuah definisi kecantikan. Diet ketat dan olahraga keras menjadi salah satu cara yang ditempuh banyak orang untuk mendapatkan bentuk tubuh ideal.
Terus terang saya termasuk yang mengagumi orang-orang dengan bentuk badan ideal ini. Meski yang saya maksud ideal kadang kala tidak sesuai dengan harapan orang-orang. Bagi saya ideal itu enak dilihat, enggak ngebosenin dan bisa membuat teringat sepanjang waktu. #duhdek
Selain masalah wajah, bentuk badan juga ada hal lain yang membuat kecantikan itu menjadi bahan kajian yang tak akan berkesudahan yaitu tentang lingkar dada, perut dan bokong. Yang ini sungguh membuat saya pusing. Selalu saja ada alasan orang untuk mencari celah (kurang) dari definisi kecantikan tersebut.
Cantik memang terlalu drama. Selalu menjadi polemik diantara kesemrawutan hidup yang lain. Drama kecantikan saya pikir tidak akan pernah menemui kata tamat.

Sulamin Bibir Saya, dong!
Pengetahuan saya tentang drama, teater, dunia panggung sangatlah minim. Seminim pengetahuan saya tentang kecantikan. Namun Jumat malam (21/04/2017) kemarin menjadi salah satu malam yang sulit untuk dilupakan.
Seorang kawan dari Forum Aktor Yogyakarta (FAY) mengontak saya jauh hari untuk ikut melihat pertunjukan teater mereka. Sudah saya bilang bahwa pemahaman saya tentang teater sangat buruk meski di SMP dulu saya juga gabung grup teater, namun teman tersebut tetap mengajak saya dengan alasan agar ada masukan atau review dari seorang awam teater. Dan okey, saya pun datang dengan senang hati lebih-lebih saat tahu bahwa pementasan teater itu menyinggung tentang perempuan dan kecantikan. Lalu abaikan bahwa di FAY ada kakak tamvan yang saya idolakan.
Saya baru tahu ternyata pertunjukan teater dengan judul Sulamin Bibir Saya, dong! ini awalnya berawal dari obrolan perempuan-perempuan yang ada dalam FAY tentang mitos kecantikan. Lalu dilakukanlah riset panjang hampir satu tahun. Mulai dari membaca buku riset pustaka hingga terjun ke lapangan langsung berhadapan dengan tokoh-tokoh yang berpengaruh utamanya dalam dunia kecantikan.
Butuh banyak sumber guna meminimalisir adanya judgement ‘benar’ atau ‘salah’ dari pola pikir setiap individu tentang definisi cantik. Karena setiap orang punya penilaian sendiri tentang cantik, dan tidak boleh seorang yang lain menyalahkan atau membenarkannya. Seperti yang di awal saya bilang; cantik itu penuh drama, dia tidak mudah, rumit dan akan sukar menemukan kata tamat.


Teater dan Penonton
Saya merasa kurang saat para pemain berkumpul di depan penonton dan membungkuk memberi salam hormat yang artinya penampilan mereka telah usai. Saya kecewa pada detik ini.
Saya masih berharap ada kelanjutan dari pertunjukannya.
Seperti saya bilang, saya tidak terlalu paham dan jarang nonton teater, tapi kali ini saya merasa bahagia sejak pertama berdiri di depan pintu teater menunggu pintu di buka.
Teater Sulamin Bibir Saya, dong! dikonsep serupa talkshow sebuat televisi. Ada studio, pembawa acara, co-host, bintang tamu, kru, produser pelaksana dan penonton. Ya sekali lagi penonton, kami yang menonton dalam studio juga dilibatkan langsung dalam drama.
Ini baru pertama kalinya saya mengalami. Okey, saya memang beberapa kali melihat pertunjukan dari FAY namun baru kali ini ikut terlibat main meski hanya seolah-olah jadi penonton bayaran di deretan penonton. Tidak apa, saya bahagia dan cukup puas.
Saya kagum dengan akting para pemainnya. Sebetulnya saya juga takjub dengan pemilihan tema mereka tentang perempuan dan kecantikan tepat di hari Kartini.
Urusan panggung, ya sudah tidak usah diragukan lagi, tim artistiknya sudah bekerja dengan sempurna. Panggung LIP yang begitu adanya bisa disulap bimsalabim menjadi studio televisi nasional. Ini kreatif sekali. Masalah pencahayaan dan properti; saya tidak tahu harus komentar apa karena bagi saya ini sudah hidup.
Para aktor dan aktris bermain dengan penuh penjiwaan. Saya pernah melihat mereka dengan bergaya sebagai tokoh lain di drama lain dan itu benar terlihat perbedaannya. Mereka benar-banar menguasai peran meski saya tahu bahwa mereka baru mulai latihan sejak akhir Desember lalu.
Yang sedikit mengganjal bagi saya adalah ending dari cerita. Saya masih berharap Sara Medina punya konflik lain setelah bermanis-manis dengan ibunya. Atau mungkin si Adelia Zara dan Katrina Sulistyawati, sungguh saya berharap konflik keduanya semakin memanas dan sedikit membuat keributan di studio.

Perempuan dan cantik
Saya berterima kasih sudah diundang untuk menyaksikan teater Sulamin Bibir Saya, dong! dimana ini merupakan ruang untuk mengungkapkan kecantikan dalam berbagai versi. Tidak ada yang salah dan benar itulah cantik.
Perempuan hidup dan berproses membangun identitas secara berkesinambungan. Termasuk mengenai bagaimana perempuan menjadi cantik dan mengapa dinilai cantik oleh orang lain.
Terima kasih kepada Nesia P. Amarasthi selaku sutrada yang sudah mau saya wawancarai di akhir acara. Juga terima kasih berat kepada pimpinan produksi Kakak Ita Yunita yang sudah memberi kesempatan pada saya untuk nonton dan dapat barisan depan. Yeah, menang banyak.
Sebagai #gadisaAnggun teman perjalanan buku dan kamu, saya mendapat banyak pemahaman baru lewat pertunjukan Sulamin Bibir Saya, dong! tidak hanya konsep cantik namun tentang kebaikan, perempuan, keluarga dan ambisi.
Jangan pernah meremehkan perempuan.
“Jangan berkata kasar. Jangan menyakiti orang lain terutama sesama perempuan,” pesan ini meluncur dari bibir Ibu Elma untuk anaknya Sara Medina, dialog tengah malam di rumah Sara Medina sesaat sebelum kecupan hari Kartini mendarat dari anak untuk ibunya.


Yayasan Dharmais Tangan di Atas


Manusia dan Kesempatan 
Semua yang ada dan kita miliki hanyalah titipan dari Tuhan.
Ada sebagian kebahagiaan orang lain dalam kebahagian yang sedang kita nikmati.

 Hidup ini penuh dengan hal-hal yang tidak kita ketahui. Termasuk orang-orang 'istimewa' yang sejatinya ada di dekat kita namun seolah tidak kelihatan atau kita yang pura-pura tidak melihatnya. Padahal orang-orang 'istimewa' ini boleh jadi adalah sosok yang dikirim Tuhan untuk menegur kita yang 'biasa saja' ini agar terus bersyukur dan lebih melembutkan hati.

Kelembutan hati adalah kekayaan yang sulit mendapatkan tandingan.

Belum lama ini saya tersentuh oleh kebaikan Yayasan Dharmais. Sebelumnya saya tidak begitu kenal dengan yayasan yang berdiri pada tanggal 8 Agustus 1975 ini. Satu-satunya yang saya tahu adalah bahwa yayasan ini ada kaitannya dengan Mantan Presiden Indonesia ke tiga.

Yayasan dan postingan kali ini tentu tidak akan membahas dunia politik.

Terus terang otak saya kurang begitu telaten untuk mengurusi dunia politik, jadi biarkan saja saya bercerita apa adanya tentang dunia sosial yang jauh dari aroma politik.

Jika sesuatu itu baik, kenapa harus dipermasalahkan?

Katarak dan Bibir Sumbing
Saya sering mendengar cerita orang-orang dengan kondisi mata tidak lagi sehat. Katarak salah satu contoh penyakit yang sering dikeluhkan banyak orang, utamanya kawula senja yang merasa hidupnya sudah tidak lagi bewarna. Padahal hay, katarak bisa kok disembuhkan. Operasi menjadi salah satu cara untuk menghilangkan katarak. Sayangnya operasi ini tidak bisa dikatakan mudah. Utamanya untuk orang-orang dalam golongan ekonomi menengah ke bawah pula lanjut usia.

Tidak heran orang lebih memilih menunggu masa rapuh dengan tetap mempertahankan katarak dibanding harus menyusahkan sanak keluarga.

Begitu pun dengan bibir sumbing, hampir sama khasiat, orang-orang jarang yang mau melakukan 'perbaikan' baca operasi karena terkendala biaya.
Kawan dekat saya adalah salah satu penderita bibir sumbing. Untungnya keluarga dia tabah, tetep sayang dan berusaha memberi pengobatan termasuk operasi sekian kali untuk membantu 'perbaikan' dirinya. Banyak penderita bibir sumbing kesulitan untuk bicara atau bisa bicara namun kurang pas layaknya orang normal.

Kadang kala kondisi inilah yang membuat orang-orang khususnya anak anak penderita bibir sumbing malu dan tidak mau bergaul (kurang percaya diri) dan cenderung menutup diri. Padahal sesungguhnya setiap pribadi punya kelebihan.

Di sekitar kita (Indonesia) banyak keluarga yang masih menganggap bahwa keluarga dengan bibir sumbing adalah keburukan. Tidak segan-segan mereka menyembunyikan anggota keluarganya yang menderita bibir sumbing alih-alih menghibur dan mencarikan pengobatan.

Lebih mengejutkan lagi, ternyata khasus bibir sumbing itu sendiri bisa terjadi karena banyak sebab. Diantaranya adalah kurangnya kesadaran masyarakat akan gizi imbang yang dibutuhkan anak/ calon anak yang masih dalam kandungan.

Tidak ada manusia yang ingin terlahir dengan kondisi 'berbeda'.

Yayasan Dharmais
Yayasan yang didirikan oleh Soeharto, Sudharmono dan Bustanil Arifin pada 8 Agustus 1975 ini bertujuan memberikan bantuan bidang sosial dan kemanusiaan kepada masyarakat yang membutuhkan.

Dibawah binaan Hj. Siti Hardiyanti Hastuti Rukmana, Yayasan Dharmais telah melakukan banyak penyaluran bantuan. Antara lain bantuan kepada panti asuhan yang dilakukan secara rutin baik berupa dana untuk biaya makan dan kesehatan para penghuninya. Lalu ada bantuan paket pakaian, bantuan berupa pesantren singkat pelatihan usaha produktif, bantuan anak asuh juga perpustakaan.

Ada pun untuk bantuan kemanusiaannya Yayasan ini biasa melakukan operasi katarak dan Bibir sumbing.

Sepertinya yang dilaksanakan hari Minggu (23/4) kemarin, Yayasan ini berkerjasama dengan kampus UAD dan Rumah Sakit Khusus Bedah Ringroad Selatan dan Rumah Sakit Holistika Medika Maguwo mengadakan acara operasi katarak dan Bibir sumbing secara gratis bagi pasien yang kurang mampu (dan sebelumnya telah terdaftar).

Untuk operasi katarak, Yayasan Dharmais bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Spesialis Mata Indonesia (PERDAMI) sejak tahun 1986 sampai dengan hari ini. Dimana kurang lebih telah menyentuh 132.833 pasien. 

Sementara untuk bibir sumbing baru dilakukan sejak tahun 1997 sampai dengan sekarang dengan bekerjasama dengan Perhimpunan Dokter Ahli Bedah Plastik Indonesia (PERAPI). Sedikitnya telah ada 6.721 penderita yang dibantu.

Semua ini dilakukan demi memberi pertolongan kepada mereka yang membutuhkan terutama kaum tidak mampu.

Untuk info lebih lanjut mengenai Yayasan Dharmais bisa diakses di laman http://www.yayasandharmais.or.id atau bisa berkunjung langsung dengan alamat;
Yayasan Dharmais
Gedung Granadi Lantai 5
Jl. HR. Rasuna Sa'id Kav. 8-9 Kuningan Jakarta Selatan 12950
Telp. 021-2522745 fax. 021-2521625

Melihat Mereka Tersenyum
Adalah sebuah kebahagiaan tersendiri jika kita terlahir menjadi penyebab senyum orang lain.
Hari ini boleh jadi Tuhan menggerakkan kita untuk membantu mereka yang kurang beruntung. Namun siapa yang akan tahu esok hari? Bisa saja orang yang kita tolong hari ini kelak juga jadi bagian tangan di atas yang menjadi penyebab senyum orang lain.

Saya tidak sedang membicarakan berlomba menumpuk pahala. Ini hanya sedang mencoba berbagi dan sedikit mengindahkan alangkah mulianya tangan di atas untuk membantu sesama. (Min)

Pertanyaan Menanti Jawaban




Sebuah pertanyaan mendatangi saya, “hai berapa usiamu sekarang? Apa yang sudah kamu lakukan? Masihkah kamu berharap tentang sesuatu?” 
Pertanyaan-pertanyaan itu selalu datang di kehidupan saya. Tidak hari ini saja namun sudah berpuluh tahun lalu dan celakanya saya belum bisa menjawab bahkan satu pertanyaan sekali pun.

23 Februari selalu menjadi hari yang ‘istimewa’ untuk saya. Semacam pengingat bahwa saya ini bukan lagi anak kemarin sore yang hobi merengek pula menyadarkan saya bahwa saat ini siapa diri ini?
Kalau ingin bercerita tentang saya, maka hanya akan menjadi prosa panjang yang mungkin tidak akan ada manfaatnya sama sekali. Bercerita tentang masa lalu saya pun tidak ada hal yang menarik. Sementara jika mencoba menerka masa depan, sungguh bahkan saya sendiri tidak tahu seperti apa. Membayangkan saja masih terasa abu-abu, bagaimana mungkin berusaha untuk menggambarkan sketsa sketsanya.

Ternyata lebih mudah menanti jodoh (yang tak lekas datang) dibanding menggambarkan masa depan.

Tentang Mencintai
Seorang yang baik pernah berkata pada saya, “Kelak cintailah laki-laki yang bisa mencintai dirinya sendiri. Bila laki-laki itu bisa mencintai dirinya sendiri maka dia akan menjadi pendamping yang tepat untukmu.”

Saya harus mencerna kalimat itu dengan kekuatan penuh. Harus ekstra sabar dan hati-hati. Kadang, otak saya yang kecil ini sulit untuk menerima hal-hal yang filsuf. Mengandalkan hati pun kadang tidak cukup mengingat betapa hati ini sering melow tidak jelas dan sering sok berkuasa.


23 Februari, Gadis Anggun
Ini Kamis bersejarah bagi saya. Sekian puluh tahun lalu tepat di hari Kamis emak bertarung nyawa untuk saya. Saya tidak tahu segenting apa hari itu. Namun saya selalu yakin hari itu penuh dengan doa doa.


Emak saya adalah perempuan paling segalanya. Sampai hari ini beliau masih terus berjuang untuk saya, saya yang tidak mengerti apa apa ini.


Pernah suatu hari emak beli susu kaleng hanya karena tidak ingin melihat saya (yang bukan lagi bocah) tumbang.


Saya tidak pernah bisa menembus 'dunia' emak. Ada masa kami saling bersebrangan, bukan karena paksaan tapi karena saya yang sok merasa berkuasa padahal siapa saya ini (?). Emak tahu semua tentang saya (mungkin), meski kami bukan keluarga yang harmonis macem sinetron.
Emak membebaskan saya sekaligus 'mengekang'. Untuk yang ini ceritanya akan panjang dan menerbitkan banyak aroma, jadi kita lewati saja.


Emak bukan pecinta gula mau pun kue. Jika kamu mau berkunjung ke rumah, minggu depan (eh iya kapan berkunjung?) tak perlulah repot bawa ini itu. Kamu hanya cukup menyiapkan diri untuk dipertanyakan oleh tetangga, dan emak tentu saja.


Dua puluh tahun lalu saya tidak pernah punya bayangan akan seperti ini kehidupan yang saya jalani sekarang.
Sampai detik ini saya pun masih bertanya mau seperti apa dan sudah sampai mana?


Kalau jenuh, emak adalah pelarian yang tepat. Saya akan bertanya, "mak sayang aku gak?" Lalu emak akan menjawab dengan mengelus-elus, "gustialah, nek ora sayang opo gelem nggedekke nganti sak mene? sayang. tak gendong. tak dulang. aku ki sayang sayang. terangane sak iki wes tuwo." Emak enggak nyebut dewasa tapi tuwo 😐



Kalau sudah begitu ujungnya ditanyalah hal hal yang menjengkelkan itu. Halah.

Tapi saya bahagia saja. Karena perasaan bahagia membuat saya awet cantik. Hokya.
Dan anggap saja ini penampakan aura aura kecantikan saya meski diusia yang tak lagi muda.

23 Februari, tak ada lilin yang dipadamkan dengan sengaja. Biarkan saja dia menyala dan kelak padam oleh sebab yang lain.

Selamat ulang tahun Dedek Mini
 #gadisAnggun 😘



Dua Jam Membahas Cerita Anak di Pacitan

Mini GK, Kepala Perpustakaan, Tim Divapress dan sebagian peserta

“Mbak Mini, ya?”

“Iya.”

“Ya ampun sekarang beda banget. Lebih feminim dari waktu pertama ke sini.”

Saya bisa apa jika orang berkomentar demikian tentang saya.
Apa dibilang, lebih feminim? Mungkin kawan saya satu itu sedang dalam kondisi bahagia atau justru sebaliknya, mabuk, sebab hanya dua kemungkinan itu seseorang bisa memuji saya dengan sebegitunya.

Hari ini untuk kedua kalinya saya mendaratkan diri di tanah kelahiran mantan presiden Indonesia Susilo Bambang Yudhoyono yang lagi ngetrend dengan kicauan twitternya mengenai “Bapak Presiden dan Kapolri bolehkah saya bertanya….”

Ah, sudahlah yang itu bukan jatah saya untuk membahasnya.
Saya tiba di Pacitan sekitar pukul Sembilan pagi. Itu juga setelah melewati medan macem offroad, ya sedikit gambaran saja jalan Yogyakarta ke Pacitan melewati Gunungkidul dan Wonogiri di tengahnya sedang ada perbaikan. Medannya cukup sulit ditembus bagi yang awam, untungnya kawan saya adalah pilot handal yang bisa mengatasi jalan itu dengan cukup saya menutup mata (baca: tidur). Perjalanan menarik dan penuh cerita meski tidak banyak orang yang berpapasan dengan rombongan saya. Maklum cuaca lebih menarik mengajak bobok disbanding harus menembus derasnya gelombang langit. Lagian ini hari Minggu, emang waktunya bobok dan bercengkrama dengan keluarga.
demi literasi kami harus tetap semangat

Tujuan saya kali ini dalah kantor Perpustakaan dan Arsip daerah (konon namanya sudah ganti, tapi saya lupa).
Kehadiran saya ditunggu untuk member materi tentang menulis cerita anak.

Saya dan cerita anak
Saya sedikit kaget sebab lupa dengan arahan Mas Indra sebelumnya. Padahal Mas Indra a.ka. Aconk sudah sempat bilang kalau hari ini saya akan mengisi kelas tema menulis cerita anak.
Okey baiklah. Jangan panik. Penulis dilarang panik dalam keadaan apapun. Tentang menulis cerita anak, bisalah dibahas, toh sebelumnya saya juga habis masuk kelas anak. Iya dong meski sudah bisa menulis tetap saja harus banyak belajar.

Awalnya saya ingin bercerita tentang novel anak, namun ternyata begitu berdiri di hadapan dua ratus lima puluh ribu pemirsa, pendirian saya berubah, lebih-lebih di sana banyak remaja (alias dedek gemes), jadilah saya membahas cara menulis novel. Teknik ini bisa dipakai untuk menulis novel apa pun, dewasa remaja mau pun anak.
Saya kira hadirin akan kecewa, nyatanya saya banyak dilempari coklat dan tepuk tangan. #tsah

Pertanyaan dari peserta
Rasanya tidak lengkap jika saya berdiri membawakan materi (yang sebenarnya biasa saja) tanpa ada pertanyaan.
Selalu saya menyisakan waktu untuk membuka pertanyaan; bahkan saya biasa menyisakan waktu panjang untuk sesi Tanya jawab. Jadi jika saya kena jatah ngisi acara dua jam (sudah dengan tanya jawab) maka saya akan batasi diri untuk ngoceh. Dua jam saya bagi; dua puluh sampai dua lima menit untuk ngoceh tiada tara sisanya yang panjang itu saya lempar ke pemirsa untuk dibagi-bagi dalam sesi tanya jawab.

Mengapa harus demikian?
Tidak ada alasan khusus, sih. Apa karena tanya jawab itu sakral? Apa karena Tanya jawab itu semacam sesi kencan singkat? Atau apa karena tanya jawab itu membutuhkan komitmen? *ini bahas apa cobak?*
Bukan. Bukan itu.
Saya menyengaja agar tanya jawab panjang tidak lain karena saya sering bingung mau menyampaikan materi apa. Dor!

Bukan maksudnya nggak punya bahan, melainkan saya sangat hati-hati. Iya kalau yang saya omongin ini diperlukan sama pendengar, kalau ternyata tidak, apakah itu namanya bukan sia-sia?
Jadi saya membuka kesempatan pada peserta untuk menanyakan apa yang mereka ingin tahu. Iyalah, kalau sudah tahu atau tidak ingin tahu kenapa pula saya harus membicarakannya. Yang ada nanti justru bertepuk sebelah tangan. Lebih sakit itu bicara namun lawan bicara kita tidak menikmati apa yang kita bicarakan. #Hello

panggung utama di Pesta Buku Murah Pacitan Divapress

Dan pertanyaan pun muncul kemudian dari para peserta. Anehnya seperti biasanya, pertanyaan peserta itu sudah lebih dulu saya tahu jawabannya disbanding pertanyaannya. Ralat: sebelum pertanyaan diajukan saya sudah tahu jawabannya. Ralat 2: pertanyaan peserta rata-rata hampir sama dengan pertanyaan yang sering saya terima dari peserta di tempat lain dan saya menjawabnya seperti biasanya.

“Bolehkah saya bertanya kenapa Kak Mini masih sendirin sampai hari ini?”
Jelas bukan ini pertanyaan yang dilontarkan peserta. Meski saya yakin ada juga yang sebenarnya ingin bertanya hal ini. Sebab saya tahu di sana ada #priaberkacama.

“Bagaimana cara untuk menjaga mood? Bagaimana juga agar saya bisa menulis padahal setiap hari sibuk sekolah adan ekstra sampai-sampai tak ada waktu untuk sekedar menulis pesan pendek.”
Pertanyaannya syahdu setelah mengalami editan dari tangan saya.

Pertanyaan itu sering muncul. Dan apa jawaban saya:
“Musuh terbesar penulis (mau pun yang lain) adalah diri sendiri. Kemalasan tercipta bukan tanpa sebab. Semua karena kita mengizinkannya. Jadi, satu pertanyaan untuk kalian renungkan: pilih menulis satu novel namun tuntas dan terbit atau memilih menulis seribu novel namun hanya setengah jalan dan tidak terbit selama-lamanya?”
Peserta mengangguk dengan kyusuk. Saya menyeringai (karena kalau tersenyum hamper mirip menyeringai)

“Kalau sudah niat maka kembali ke niat. Tuntaskan apa yang sudah kalian mulai. Hajar kemalasan yang merongrong jiwa raga kalian. Jatuh cintalah dengan yang kalian cita-citakan maka dengan begitu kalian akan memperjuangkannya.”
Hadirin mengeluarkan tissue. Menghapus titik titik di bawah mata. Bukan air mata namun keringat. Cuaca memang sedang asyik mempermainkan keadaan. Kalau hadirin bisa memakai tissue apalah saya yang berdiri di depan dengan keringat yang tak kalah hebohnya namun tetap harus tampil meyakinkan.

“Jangan khawatir, jika lelah maka istirahatlah. Pergilan bermain. Piknik. Hirup kebebasan. Jangan melulu di depan laptop. Beri kesejukan untuk mata dan segenap tubuhmu. Jangan kau biarkan ia merana demi ambisimu.”
Jeda sejenak.

“Maka dari itu penulis butuh outline. Kerangka cerita agar jika ditinggal sewaktu-waktu kelak bisa pulang dengan jalan yang benar.”
Terbit senyum. Seorang peserta meneriakkan nama saya; Kak Mini ai laf yu.

“Dan jika kalian merasa tidak punya waktu untuk menulis, mari saya ajarkan rumus matematika.”
Menahan keringat yang semakin deras.

“Kita memiliki mengantongi waktu dalam jumlah sama. Duwa puluh empat jam sehari. Maka anggaplah delapan jam habis dipakai di sekolah/ kerja. Duwa jam diperjalanan. Sisa empat belas jam. Untuk tidur habis enam jam. Sisa delapan jam. Bayangkan delapan jam sisa waktu kita. Anggap saja ini waktu untuk lain-lain. Maka curilah waktu lain-lain itu barang duwa jam atau sejam untuk menulis.” Saya menjeda sejenak. “Sejam dalam sehari untuk menulis. Saya rasa bisa.”
Si penanya sepertinya tercerahkan. Wajahnya yang tadi membiru berubah ke kuning. (entah apa penyebabnya)

“Hitungan matematika lagi. Novel kita ambil satu novel 200 halaman. Buatlah novel itu menjadi 20 bab. Maka perbab minimal harus 10 halaman. 10 halaman bisa dikerjakan berapa hari? Anggap saja sehari nulis dua halaman, berarti 10 halaman bisa dikerjakan lima hari. Lima hari untuk satu bab. Maka untuk 20 bab butuh waktu 100 hari atau kurang lebih tiga bulan sepuluh hari. Nah itu bisa kamu ambil sejam dari 24 jam yang kamu miliki setiap harinya. Dalam empat bulan kamu bisa punya satu novel.”

Ruangan yang tak lebih lebar dari lapangan bola itu mendadak hening. Semua pasang mata tertuju pada saya. Saya jadi kering, soalnya haus belum minum ditambah panas dan ngoceh tiada henti.
Maka sebelum peserta sadar saya langsung bilang, “Apakah jawaban saya membantu? Semoga membantu. Dan selamat menikmati dua lembar tulisan perhari. Saya tunggu naskah kalian.”

Saya mundur dan mengembalikan waktu pada moderator. Setelahnya saya hanya mengusap keringat dengan tissue. Sesekali saya lihat hadirin masih sering menatap saya meski dari kejauhan. Saya bisa apa selain melempar senyum sebab melempar koin saya tak ada.

Pacitan, dua jam saya membersamai adik-adik di sana.
Kehadiran saya untuk memeriahkan ulang tahun Pacitan.
Saya bangga ternyata saya dan Pacitan punya kesamaan, sama-sama lahir di bulan Februari. Bulan penuh keromantisan.
Semoga lain kali bisa dating lagi ke Pacitan dengan semangat dan kebahagian yang semakin berlimpah. [MIN]


Agenda di Pacitan, Minggu 12/02/2017