Showing posts with label agenda. Show all posts

Saya Perempuan dan Saya Buruh

Saya perempuan dan saya buruh

Meski tidak bertahan lama, saya pernah tercatat sebagai salah satu buruh di sebuah pabrik garmen. Karier sebagai buruh sudah saya tempuh jauh hari bahkan sebelum menginjak kepala dua.

Ketika teman-teman SMA sibuk mengurus rencana pendidikan selanjutnya, saya harus legowo hati untuk sejenak mengubur mimpi meraih gelar sarjana. Kondisi ekonomi keluarga tentu jadi faktor utama.

Ketika yang lain melangkah menuju halaman universitas, saya justru melangkah ke sebuah pabrik usang nan ganas. Itulah pertama kalinya saya benar-benar resmi mengenal dunia buruh.
Tidak butuh persyaratan sulit, sekali wawancara langsung diterima. Namun syarat utama yang sesungguhnya adalah sebelum kerja harus mau mengikuti 'kelas training'.

Saya diterima di pabrik garmen pakaian dalam. Yang belakangan saya tahu bahwa pabrik seperti ini banyak sekali di Indonesia.
Selama sebulan mengikuti training tanpa dibayar dan justru harus bayar kos dan makan. Bodohnya saat itu saya iya iya saja, namanya gak paham.
Belum lagi pas masuk jadi karyawan (buruh) ternyata kerjanya berat, agak kurang sebanding dengan target yang diharapkan pabrik. Kerjanya juga semacam kerja rodi.

Pengalaman saya zaman masih jadi buruh diikuti oleh sepupu. Bedanya, sepupu kerja di pabrik baru dan dia tekun jadinya kelihatan nyata hartanya (hasilnya). Sepertinya pabrik zaman sekarang sudah mulai sadar untuk menerapkan UMR non kaleng-kaleng. Beda zaman saya dulu.
Lagi, upah lembur lebih manusiawi. Sayangnya jatah istirahat (libur) masih tak ada bedanya dengan zaman kolonial dulu. Sepupu bahkan tidak bisa balik sebulan sekali. Libur hanya hari Minggu itu kadang juga kemakan jadwal lembur.
Iya sih, uang lembur itulah yang kadang bisa bikin kaya. Kalau enggak ngambil lembur, jangan harap bisa kredit rumah. Ehe.

Dari pengalaman yang pernah tercipta dalam sejarah hidup, tidak heran jika sekarang setiap hari buruh nasional banyak para pekerja yang melakukan demo. Tujuannya sama saja, mencari keadilan dan kesejahteraan. Ya meski sering harus 'menelan' kecewa.

Perkara buruh memang tidak bisa selesai dalam setahun dua tahun. Adalah PR panjang bagi pemimpin-pemimpin negeri. Buruh, seperti halnya saya tidak bisa kalau hanya mengandalkan 'kekuatan' sendiri.
Terlalu banyak regulasi yang harus didobrak. Bagaimana pun tidak ada orang yang sudi untuk terus jadi 'budak'.

Hari buruh nasional yang diperingati setiap tanggal 1 Mei menjadi momentum sekaligus pengingat, masih banyak ketidakberesan dalam dunia tenaga kerja.
Undang-undang perlindungan tenaga kerja butuh dikaji lebih lagi. Agar bisa melindungi kaum buruh bukan mereka pada jutawan. Agar tidak lagi terjadi diskriminasi.

Motivasi

Mengingat zaman menyedihkan kala jadi buruh saya mendadak  sedikit menyesal. Harusnya saya pilih melanjutkan sekolah saja dibanding sok daftar jadi buruh. Toh nyatanya saya dan buruh tidak pernah cocok. Tepatnya, saya adalah orang yang ogah kalau harus tunduk dan mengikuti aturan semena-mena.

Kalau saja saat itu saya punya motivasi atau orang yang mendukung pendidikan saya, paling tidak menyemangati, mungkin saat ini saya sudah 'jadi orang'. Mungkin ya, mungkin.

Tapi apapun ceritanya pada akhirnya saya hanya bisa menerima. Kalau menyalahkan masa lalu, kok ya kelihatan banget gak bersyukur.
Toh meski  pernah jadi buruh dan sekarang kerja seenaknya saja (bukan serabutan, sebut saja freelance) saya tetaplah perempuan mandiri. Perempuan yang masih kuat menantang kekejaman dunia. Pula tidak pernah tergantung pada pihak lain.

Gaya Hidup Tanpa Menyakiti Bumi

Gaya Hidup Masa Kini

Mereka berbaris rapi serupa padi yang baru ditanam oleh para petani. Saya melangkah ikut dalam barisan, antre membayar belanjaan. Tidak seperti yang lain yang repot dengan banyaknya belanjaan, saya cukup membawa belanjaan dengan kedua tangan. Dua orang (yang saya perkirakan pasangan) di depan saya belanja cukup banyak: sayur-sayuran, buah-buahan, kue kering dan beberapa kebutuhan rumah tangga lainnya.
Bukan masalah banyaknya belanjaan yang membuat saya tertarik melainkan obrolan antara keduanya.
He : Bawa totebag?
She : Bawa, cuma masih di mobil. Biar nanti aku ambil.
He : Ya. Kita harus mengurangi penggunaan plastik.
She : Kamu juga, berhenti minum dengan sedotan. Kan sudah punya bamboo straw.
He : Ya. Kita juga perlu ganti beras dengan beras organik, deh. Sayuran juga harus organik.
She : Mahal.
He : Yang penting sehat.
Obrolan berlanjut dengan tema 'bahan makanan organik'. Obrolan baru berhenti saat sudah sampai meja kasir.
Suasana Pameran UKM
Usai pisah dari kedua orang tersebut dan usai membayar, saya duduk bersandar pada pohon beringin sambil bercakap tanpa suara: sejak kapan kiranya orang-orang ini mulai peduli pada lingkungan khususnya alam? Mungkinkah kepedulian itu muncul usai postingan viral di sosial media tentang nasib paus yang mati karena banyak menelan sampah, atau  berkat rasa prihatin usai menyaksikan tayangan penyu yang harus mati lantaran sebatang sedotan, atau bisa jadi karena selembar majalah yang memperlihatkan foto ikan-ikan terjebak dalam wadah plastik. 
Banyak sekalik kemungkinan-kemungkinanyang bercakap dalam batok kepala saya.

Hingga dari sekian banyak kemungkinan dapat saya simpulkan bahwa dalam diri manusia masih banyak menyisakan kebaikan-kebaikan untuk alam, terkadang hanya butuh satu keteladanan untuk membangunkan sisa-sisa kebaikan tersebut.
Belakangan ini  trend hidup hijau sedang marak melanda Indonesia. Ramai-ramai orang mulai beralih menggunakan produk-produk ramah lingkungan. Mulai banyak yang sadar pentingnya menjaga alam. Tapi tidak sedikit juga yang ternyata hanya mengikuti 'perkembangan zaman', biar dibilang kekinian.

Meski begitu apa pun alasannya, keinginan orang-orang untuk hidup lebih hijau, hidup lebih sehat, hidup berdampingan dengan alam ditangkap oleh produsen dan jadilah produk-produk baru dengan label "ramah lingkungan". Lantas berbondong-bondong orang memilih produk dengan iming-iming "organik" tanpa lebih dulu memastikan benarkah organik atau sebatas organik dalam kemasan.
Belanjanya pun tetap di dalam minimarket, mal, swalayan bukan ke produsen langsung atau ke pusatnya.
Buah-buahan lokal
Padahal kalau mau sedikit lebih jeli, produk dengan embel-embel organik dan ramah lingkungan sejatinya sudah lama dilakoni oleh para pegiat UKM (Usaha kecil menengah). Kalau memang benar-benar ingin menjalani gaya hidup ramah lingkungan, kenapa enggak kita jajan/ belanja di UKM saja?

Buat yang belum paham, saya kasih tahu, biasanya produk-produk olahan UKM itu menggunakan bahan-bahan alami dan yang ada di sekitar. Lebih tepatnya dewasa ini para pelaku UKM tidak hanya mengolah bahan melainkan menciptakan sesuatu yang baru, bernilai jual tinggi dengan memanfaatkan bahan-bahan yang berserakan di sekitar tempat tinggal. 

UKM lahir bukan untuk mengimpor melainkan mengekspor. Jadi kalau kamu gengsi jajan/ belanja di UKM, maka perlu dipertanyakan mentalnya, sebab dalam jangka panjang sasaran pembeli UKM itu orang-orang manca atau mereka yang paham kualitas.

Mengenai produk-produk UKM sendiri, saya akan sedikit cerita tentang perjalanan saya seharian kemarin dalam acara pameran UKM di Alun-alun Sewandanan Pakualaman. Buat yang tertarik, ya mungkin saja kalian tertarik habis baca postingan ini, pameran masih berlangsung sampai Minggu, 26 Mei 2019.

UKM Istimewa

Menggunakan plastik seminimal mungkin adalah salah satu upaya untuk menjaga alam. Selain itu ada banyak hal lain yang juga sangat mudah untuk dilakukan demi menjaga alam. Hal-hal itu bisa dilakukan sambil bergaya.
Apa maksudnya? Memang bisa gaya disandingkan dengan alam?
Sangat bisa. Bukankah karena keindahan alamlah yang selama ini merangsang kita untuk berimajinasi dan melahirkan karya-karya spektakuler?
Saya ini termasuk orang yang suka tergoda setiap melihat kain. Setiap pergi ke pasar selalu kios kain menjadi satu lokasi yang wajib dikunjungi. Begitu pun saat datang ke sebuah pamerah kerajinan, fashion atau craft. Awalnya saya tertarik dengan warna dan motif, baru selanjutnya bahan kainnya (itu juga setelah diperbolehkan menyentuh).

Masalahnya sering kali saya jumpa kain yang saya ingin  ternyata hasil dari print namun penjualnya bilang itu kain batik. Banyak juga yang berasal bukaan dari pewarna alami yang sudah barang tentu membuat saya kecewa. Jujur saya mulai peduli kepada hal-hal demikian. Saya akan cerewet jika mendapati kain mahal tapi ternyata bukan dari alam atau bukan dari proses kreatif.

Ecoprint by InaLu

Kemarin begitu sampai alun-alun, saya langsung tergoda dengan stand Ina Lumora. Mereka satu-satunya produsen yang hari itu memamerkan (sekaligus menjual) baju ecoprint. Ecoprint
Nah kebetulan sekali saya ini lagi belajar teknik ecoprint, maka saya sempatkan diri untuk ngobrol sekaligus bertukar pengalaman di stand InaLu. Seru sekali.
ecoprint
Ecoprint itu udah pasti dari alam. Wong ecoprint itu artinya teknik memberi pola pada bahan atau kain menggunakan bahan alami.

Warna-warna yang dihasilkan nantinya adalah warna dari daun yang kita gunakan untuk motif.

Menariknya, diecoprint itu tidak akan ada motif lain yang sama persis. Ya secara daun-daun yang digunakan tentu saja beda tidak ada yang sama persis. Lagi, tidak semua daun akan menghasilkan warna atau motif yang sama. Bisa jadi daun jati di kain pertama bewarna ungu, namun di kain berikutnya warna kuning tua atau coklat. Tidak akan sama persis.  Ini menjadi satu tantangan, keunggulan serta keasyikan dalam mendalami ecoprint.
pasmina ecoprint
"Mbak di sini buka kelas, gak? Aku mau belajar ecoprint nih. Soalnya selama ini autodidak." Iseng saya bertanya, berharap jawabannya bisa biar saya bisa ikut daftar kelas.

"Kami belum buka, Mbak. Ecoprint itu tekniknya susah-susah gampang," jawaban dari mbaknya membuat mimpi saya berguguran laksana kapok ditiup angin.

"Yah, padahal ingin banget ni, Mbak. Omong-omong ini ada karya Mbak gak?" Saya memegang beberapa pasmina yang telah mencuri perhatian sejak pertama jumpa.

"Ada, Mbak. Tapi saya masih belajar. Sering gagal saya kalau buat."

"Lho emang ada gagalnya dalam dunia ecoprint?" 

Serius saya bertanya demikian karena menurut saya, apa pun warna dan hasilnya, ya itulah ecoprint. Tapi ternyata menurut mbak yang jaga stand (bukan pemiliknya) ada yang namanya gagal dalam membuat ecoprint. Biasanya yang disebut gagal itu kalau motif dan warnanya tidak begitu tampak jelas dan biasanya yang seperti ini tidak layak jual. padahal kalau saya mah sampai tahap ini sudah sujud syukur bahkan dipamer-pamerkan. yeah saya ini makhluk pamer
motif daun dalam ecoprint

NARENDRA BATIK

kain dari batik narendra, kombinasi tulis dan cap
Kelar ngubek-ubek stand ecoprint, pindahlah saya ke stand Narendra Batik. Di sini saya mulai kalap lagi dong. Soalnya enggak hanya kain-kain batiknya yang cakep tapi baju jadinya juga membuat jatuh hati. Kualitas kain saat dipegang juga kelihatan banget. Kebetulan saya pernah di butik jadi paham beberapa karakteristik kain.

Batiknya itu bakal adem kalau dibuat baju dan jatuhnya di badan pas/ cakepan. Lagi-lagi sebelum beli saya melakukan wawancara singkat kepada mbak yang jaga. Selain biar berasa akrab dengan cara ini saya bisa belajar berkomunikasi nanti jika ingin terjun di UMKM juga.
Dari mbak yang jaga, saya tahu kalau batik yang saya suka itu (yang tampak dalam gambar) ternyata batik kombinasi antara batik tulis dan cap.

Beda lho antara batik dan kain motif batik. Tolong dicatat ini.
Pernah, kan, ke toko mau beli batik, gayanya udah pilih ini itu udah PD, begitu besoknya dipakai eh dibilangin sama yang lain kalau itu bukan batik melainkan kain motif batik. Ya, jangan sampai dong ya gak tahu.

Sebagai anak zaman now, bolehlah cari tahu bedanya batik dan bukan batik. Secara singkat yang namanya batik itu harus melalui proses dimalam (kena sentuhan lilin malam). Kain yang lain yang enggak kena sentuhan malam maka enggak bisa disebut batik.
Batik Narendra beralamat di Jalan DI Panjaitan Yogyakarta
Begitu pun batik ada yang namanya batik tulis dan batik cap, satu lagi di Narendra ini ternyata ada batik kombinasi. Tetep cantik buat saya.

Kalau ditanya bagaimana cara membedakan batik tulis, batik cap sama kain motif batik? 
Gampangnya dilihat dari harganya. Itu paling gampang. Yang paling mahal itu pasti batik tulis.
Tapi kan kadang ada yang 'iseng', batik cap dibilang batik tulis? Cara selanjutnya untuk tahu bedanya ya dilihat dari motifnya, biasanya kalau batik tulis itu tidak rata juga kurang simetris, beda dengan batik cap.
Kalau udah biasa dan sudah cinta nanti juga akan tahu bedanya. Eyaaa

Peran Plut Jogja

Sebagai seorang penikmat yang sering kecanduan dengan hal-hal yang menarik, tentu saja saya berterimakasih kepada Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta dan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta yang sudah mengadakan pameran inspiratif seperti ini. Saya dengar dari Mbak Narendra konon acara seperti ini akan terus berlangsung namun lokasinya pindah-pindah. Saya dong sudah rekues agar di setiap stand menampilkan produk baru. Yang baru dan ramah lingkungan tentu saja.
Sudah lama saya kenal PLUT KUMKM, setiap menghadiri acara mereka selalu menerbitkan semangat untuk ikutan jadi entrepreneur. Masalahnya saya ini kebanyakan mimpi dan terlalu syarat namun realisasinya kapan-kapan. Enggak cocok banget dengan jiwa para pegiat UKM.

Para pegiat UKM lihat daun kelor bisa jadi bakso, bakpia, coklat dll. Lha saya lihat kelor ingatnya jimat (konon gitu, kelor ada unsur mistiknya).
Heran juga saya tuh sama pegiat UKM yang bisa menyulap tulang ikan jadi keripik. Tulang ikan mah bagi saya sesuatu yang udah enggak berguna, salah ternyata bisa lho dibuat keripik enak banget.

Bakso Kelor

Omong-omong karena udah menyinggung makanan, saya juga mau cerita kalau kemarin itu sempat lihat pengolahan daun kelor menjadi berbagai macam makanan, salah satunya jadi bakso.

Sungguh ini sesuatu yang baru, berfaedah, alami dan berkhasiat. Daun ini punya berbagai macam keajaiban. Di rumah saya punya pohon kelor banyak banget. Enggak bisa mengolah selain dibuat sayur bening atau sup. Hampir tiap hari saya konsumsi ini. Dan baru sore kemarin tahu kalau kelor bisa jadi racikan bakso. Sungguh beruntung sudah mampir ke pameran ini.

Ya emang kelor kalau dimakan langsung atau dibuat urap kurang begitu menggiurkan, tapi kalau udah jadi bakso atau olahan lainnya (bahkan jadi coklat kelor) udah pastilah menggoda untuk dicicipi.
Kira-kira kebayang gak? Kalau penasaran, tenang masih ada sampai hari Minggu lho.

Oleh-oleh dari Pawon Sentono

Seperti yang saya bilang di awal, UKM itu menyasar konsumen tidak hanya lokal namun interlokal, wajar kalau banyak produk yang dibuat cocok untuk oleh-oleh.

Kemarin sempat lihat ada stand oleh-oleh khas Jogja bernama Pawon Sentono. Percayalah ini pertama kalinya saya berjumpa dengan Pawon Sentono.
Packaging wedang uwuh
Sekilas saya lihat Pawon Sentono lebih konsen ke produk-produk bahan minuman dari bahan alami. Contohnya bubuk jamu temulawak, bahan wedang uwuh, bubuk wedang jahe dan beberapa calon minuman lainnya. Kalau buat saya, ini cocok untuk diicip. Sekali beli bisa dinikmati beberapa kali. Tinggal diseduh, simpel namun tetap alami.

Ada juga sambel yang bisa tahan beberapa bulan. Sambelnya macam-macam, ada petai, tongkol, terasi dan beberapa lainnya yang sayangnya sudah habis. Untuk saya masih jumpa dengan sambel petai dan terasi. Nyobain beli yang petai soalnya di rumah pada suka petai. Dibanding beli saos, saya lebih memilih sambel. Perut saya tidak terbiasa dengan saos.
Sambel Pawon Sentono 
Masih di stand Pawon Sentono, saya jumpa kebab dan cireng. Cireng dan sambel adalah perpaduan yang cukup memikat.

Setelah melakukan transaksi singkat (karena pukul 5 sore mereka tutup) saya tahu kalau Pawon Sentono ini menyediakan bubuk minuman dari bahan alami dan juga makanan frozen tanpa bahan pengawet. Karena tanpa pengawet inilah jadinya bahan makanan itu perlu difrozen.
Selain yang sudah saya tulis tadi, masih banyak stand lain yang juga seru. Sayangnya karena kemarin saya datang kesorean jadinya belum bisa eksplor semuanya. Batik Narendra, Ecoprint dan terasi Pawon Sentono adalah sebagian yang sudah saya kunjungi (dan jajan).

Masih ada satu yang sangat menarik namun belum saya kulik-kulik, yaitu tentang shibori. Kenapa? Karena bulan lalu saya baru saja punya shibori baru. Takut nanti kalau jatuh hati lagi dan gak bisa kontrol diri. Sudah dibilangin kalau saya ini susah untuk enggak jatuh hati sama kain-kain.

Besok jika sempat saya ingin main lagi dan tanya tentang teknik pewarnaan shibori dengan pewarna alami. Sampai kapan pun saya akan selalu tertarik dengan hal-hal yang berasal dari alam. Gaya dapat, bumi juga selamat.

Bangga dong pakai baju dari kain buatan UKM dengan pewarna alami. Mumpung pada berbaik hati pula kasih diskon.

~gadisAnggun

Artikel ini diikutkan dalam Lomba Grebeg Lebaran yang diadakan oleh Dinas koperasi UKM DIY dan PLUT Jogja.

Biarkan Anak Kenal Narkoba

Blogger Jogja bersama BNN Sleman
Saya adalah salah satu jamaah penganut paham 'menjadi orangtua berarti siap menjadi pembelajar seumur hidup'.

Menjadi orang tua masa kini sangat berbeda dengan orang tua di masa yang telah lewat. Begitu pun anak-anak era sekarang, begitu cepat melesat tidak jarang melampaui kemampuan dan kapasitas orang tuanya.

Sebagai orang tua, tidak patut jika terus mengekang anak-anaknya. Tapi sebagai orang tua juga tidak bisa lepas memberi kehangatan sekaligus perlindungan untuk anak-anak.

Sebuah ilustrasi di bawah ini mungkin bisa menjadi sedikit gambaran tentang fenomena masa kini.
"Anakku yang SMP pulang-pulang cerita tentang narkoba. Katanya di sekolah baru saja ada penyuluhan dari BNN tentang bahaya narkoba. Aku malah jadi takut. Kenapa anak SMP dikenalkan narkoba."
"Malah bagus, kan, bu. Anaknya jadi tahu banyak tentang narkoba dan bahayanya. Kedepannya jadi bisa hati-hati."
"Oh begitu ya? Tapi dia kan jadi tanya-tanya terus ke saya tentang narkoba."
"Itu lebih bagus lagi, Bu. Setidaknya dia bertanya kepada orang tuanya bukan kepada orang lain. Memang harusnya orang tualah yang memberikan pemahaman itu. Bukan hanya narkoba tapi juga pemahaman lainnya. Jika anak bertanya pada orangtuanya berarti anak itu percaya pada orangtuanya. Dan itu bagus dari pada dia bertanya pada orang lain dan diberi pemahaman yang keliru."
"Benar juga, Mbak. Tapi gimana dong kalau sebagai orang tua ternyata enggak paham dengan yang ditanyakan anak-anak."
"Belajar, Bu. Banyak baca dan bertanya pada orang yang lebih ahlinya. Jadi orangtua itu tidak hanya bisa melahirkan dan membesarkan tapi juga memberi pemahaman."

Obrolan semacam ini sering muncul di lingkungan saya. Dan biasanya yang mau ngobrol demikian adalah para orang tua yang punya kesadaran lebih akan kemajuan anaknya namun tidak punya banyak kemampuan untuk mendampingi anaknya.

Obrolan semacam ini tidak pernah saya temui di lingkungan dengan orang tua yang sudah kehilangan rasa pedulinya pada anak.

Padahal sekali lagi saya yakini bahwa anak-anak manusia bukanlah anak kucing yang usai menyusu dibiarkan bebas berkeliaran tetaplah jadi kucing.
#stopnarkoba

Bicara Narkoba

Tanggal 5 Desember 2018 kemarin saya mendapat kesempatan untuk ikut dalam acara forum diskusi grup dengan BNN Sleman bersama para Blogger Jogja.
Hari itu pembahasan fokus kepada Indonesia Darurat Narkoba.
Sumber: BNN Sleman
Bukan tanpa alasan kenapa saya ingin ikut gabung dalam acara ini. Saya sudah sangat lama ingin tahu lebih jauh tentang isu narkoba, terlebih ketika emak saya pernah bilang ada tetangga yang menanam narkoba (baca: ganja), yang ternyata itu bukan sejenis narkoba melainkan bentuknya saja yang mirip.
Sumber: BNN Sleman
Selain itu saya juga sedang menyiapkan diri untuk mencari bermacam-macam bekal non formal agar kelak bisa saya manfaatkan untuk memberi pemahaman kepada mereka yang membutuhkan.

Apa itu Narkoba?

Sumber: BBN Sleman

Narkotika adalah zat atau obat dari tanaman/ bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Sementara psikotropika adalah zat atau obat baik alamiah maupun sintesis bukan narkotika yang berkhasiat proaktif melalui pengaruh selektif pada susunan syaraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku.

Sedangkan zat adiktif adalah zat/bahan lain yang bukan termasuk golongan narkotika dan psikotropika namun dalam penggunaannya bisa menimbulkan ketergantungan.

Dari definisi ini dapat disimpulkan bahwa narkoba itu sesuatu yang sebenarnya boleh dipergunakan asal sesuai dengan ketentuan. Mungkin lebih tepatnya dengan resep dokter.
Masalahnya, yang menjadikan zat ini berbahaya adalah karena adanya penyalahgunaan di masyarakat.

Mitos dan Fakta Narkoba


Mitos: penyalahgunaan narkoba hanya melukai pengguna
Fakta: pengguna itu korban dan efeknya bisa mempengaruhi lingkungan sekitar dan keluarga
Mitos: narkoba bisa membantu melupakan masalah
Fakta: narkoba justru akan menimbulkan banyak masalah baru di kemudian hari
Mitos: Ada narkoba yang berbahaya dan ada yang tidak
Fakta : Semua narkoba itu sangat berbahaya maka perlu pengawasan ketat

Fakta fakta yang terjadi 

Sumber: BNN Sleman

1. Bisnis Narkoba menghasilkan uang yang sangat besar 
2. NARKOBA mudah masuk khususnya melalui jalur laut dan sungai-sungai
3. Masih rendahnya niat para penyalahguna untuk pulih
4. Tingginya angka coba pakai dan teratur pakai
5. Maraknya peredaran narkoba di lapas sehingga bandar dapat beroperasi di lapas
6.  Peredaran sudah merambat ke desa desa bahkan sampai siswa SD menjadi sasaran
7. Modus operandi peredaran narkoba yang berubah-ubah

Potret permasalahan narkoba di Indonesia

Sumber: BBN Sleman

1. Angka prevalensi yang tinggi menyebabkan Indonesia menjadi sasaran peredaran gelap narkoba
2.
3. Penyalahgunaan dan peredaran gelap narkoba menyusupi semua lapisan masyarakat bahkan sampai pelosok desa
4. Modus operandi narkoba berubah-ubah dan ditemukan 53 jenis narkoba baru di Indonesia
5. Sepanjang tahun 2016, BNN mengungkap 21 kasus

Strategi operasional penanganan permasalahan narkoba

1. Pencegahan
2. Pemberantasan
3. Rehabilitasi


Dua masalah narkoba
1. Penyalahgunaan narkoba
2. Peredaran gelap narkoba

Aduan tentang penyalahgunaan narkoba
Sumbee: BNN Sleman







Mimpi Seorang Anak Menjadi Wakil Rakyat

Blogger Jogja


Anak Indonesia


Kalau boleh menuliskan lagi cita-cita yang ingin saya capai, maka menuliskan kata "menteri" menjadi salah satu hal yang niscaya.

Jika ada yang mengikuti status-status saya pasti akan mengerti seberapa ingin saya menjadi seorang menteri. Sebuah tanggung jawab besar dengan segala resiko dan tantangan namun sungguh keberadaannya sekarang ini sangat penting buat masyarakat.

Bukan tanpa alasan saya ingin menjadi menteri. Menteri apa itu yang belum sreg. Sesekali ingin jadi menteri perlindungan perempuan dan anak, dikala lain ingin jadi menteri pertanian dan yang paling ingin adalah menjadi menteri lingkungan hidup/ kehutanan.
Ngobrol tentang negara

Cita-cita jadi menteri bukanlah cita-cita sejak kecil, melainkan cita-cita saya setelah dewasa ini. Cita-cita itu berangkat dari fenomena kehidupan di sekitar saya.

Sebagai anak Indonesia, saya cukup bangga dengan kekayaan yang Indonesia miliki. Di sisi lain saya juga sangat sedih sebab ternyata tidak semua anak Indonesia punya kepedulian besar kepada bangsanya. Padahal Indonesia jelas akan bertahan hingga ratusan bahkan ribuan tahun lagi jika anak bangsanya saling bergandengan untuk memperjuangkannya.

Lantas apakah menjadi menteri bisa memperbaiki keadaan ''kurang menyenangkan" hari ini?
Saya masih percaya: orang-orang akan mendengarkan mereka yang punya jabatan.

Bukan bermaskdu menyelewengkan jabatan, tapi jabatan bisa jadi jembatan untuk dakwah. (Tolong jangan panggil saya ibu ustadzah)

MPR RI

Seragam Baru
Lalu sebuah pertanyaan baru muncul: gimana kalau jadi wakil rakyat saja di MPR RI?

Saya akan langsung berkata: tidak.

Bukan saya tidak percaya pada MPR atau DPR, tapi saya lebih sadar diri jika kemampuan saya tidak ada di sana. Utamanya pengalaman saya tidak terlalu bagus dalam berorganisasi. Pula saya bukan seorang yang fanatik terhadap partai politik.

Sementara yang saya tahu, anggota majelis permusyawaratan berasal dari kalangan politisi.

Politik tidak salah. Politik itu sudah ada sejak zaman dahulu kala bahkan di zaman nabi nabi. Kadang kala yang menjadikannya terpuruk dan tak lagi dihormati adalah ulah mereka yang tak bertanggung jawab: hanya mementingkan diri sendiri lupa pada tujuan utama sebuah politik 

Ngobrol Bareng MPR RI

Bersama Sesjen MPR RI Bapak Ma'ruf Cahyono
Tanggal 4 Desember 2018 kemarin boleh dibilang adalah perjumpaan kedua saya dengan pihak MPR RI. Kali pertama berlangsung tahun 2016 lalu.

Saya berjumpa lagi dengan Pak Ma'ruf. Bukan hanya jumpa fisik tapi beliau juga memberikan 'ceramah' seperti biasanya.
Saya tertarik dengan isi dari sambutan beliau.

Ya meski sangat disayangkan pertemuan kali ini hanya berlangsung beberapa jam saja. Sedikit tidak puas dan terburu-buru. Banyak hal lain dan baru yang ingin saya ketahui namun belum sempat dibahas.

Tapi ya sudahlah tak apa-apa, kelak insyaAllah bakal ada perjumpaan lagi dan lagi.

Menjaga Kebhinekaan


Pada malam itu Bapak Ma'ruf kembali mengingatkan agar sebagai anak bangsa; pemilik masa depan suatu negara agar selalu kuat menjaga nilai-nilai nasionalisme.

Setiap generasi penerus mempunyai kewajiban untuk merawat kemerdekaan Indonesia.

Lebih dekat dengan MPR RI

Konon, bangsa tidak akan menjadi besar jika tanpa berdasar nilai-nilai. Sementara itu Indonesia sudah sejak lahir selalu berlandaskan pada nilai-nilai Pancasila.

4 Pilar Kebangsaan

BLOGGER JOGJA X MPR RI
4 pilar kebangsaan meliputi:
1. Pancasila
2. Bhineka tunggal Ika
3. NKRI
4. UUD

Agar tidak terjerumus ke hal-hal yang tidak diharapkan (misal terorisme) maka seorang anak hendaknya sejak kecil sudah diberi pemahaman mengenai agama dan Pancasila. Diajarkan tentang demokrasi secara santun.
Suasana ngobrol bareng MPR RI

Nilai-nilai dari Pancasila selalu menempatkan manusia diatas segalanya. Jadi tidak dibenarkan adanya pelanggaran HAM.

Dalam ''ceramahnya", Pak Ma'ruf juga menekankan bahwa kehidupan berbangsa dan bernegara harus selalu mengedepankan nilai-nilai kemanusiaan juga mengedepankan nilai-nilai hukum.

Metamorfosis Rakyat Jelita

“Jika kamu tidak menangis bukan berarti kamu tidak bersedih. Jika kamu tersenyum belum tentu kamu bahagia.” #RadioRoman

Saya cukup dekat dengan penggalan quote tersebut. Tentang pura-pura baik-baik saja sementara kenyataan tidak sebaik yang diindera mata. Sejak kecil saya sudah sering bersinggungan dengan ‘perbedaan’ antara lahir dan batin. Meski begitu, saya penganut ajaran: Bumi akan masih terus berputar tak peduli dengan perasaanmu.

Semua bermula dari keluarga. Benar apa kata orang-orang bahwa keluarga adalah sumber segala sesuatu. Keluarga bisa jadi cerminan atau indikator keberhasilan seseorang. Ya meski tidak semua hipotesis ini berlaku di kehidupan nyata utamanya dewasa ini. 

Keluarga saya adalah keluarga kecil bahagia. Saya sebut bahagia bukan berkecukupan. Syarat bahagia dikeluarga saya adalah manut dan tidak banyak buka suara.
Sebagai anak bungsu saya selalu ‘manut’ dengan kata mereka orang dewasa. Saya selalu tampil cukup dengan yang saya punya meski kadang kala itu adalah bentuk kebohongan paling saya benci sampai hari ini: membohongi diri sendiri.

Bungsu Dalam Belenggu Prelove

Sebagai si bungsu saya pasrah setiap kali menginginkan barang baru namun dapatnya barang prelove dari mereka yang dewasa. Saya harus merasa cukup dengan warisan itu sebab jika merengek sedikit saja maka akan menimbulkan paceklik atau krisis mental moril bagi seluruh keluarga.

Maka ketika menginginkan tas, saya mendapatkan tas bekas kakak. Saat ingin sepatu, sepatu di depan pintu pindah ke kaki saya.

Tidak cukup sampai sini. Kadang kala barang-barang prelove ini kondisinya sudah mengenaskan, sudah seharusnya dimuseumkan namun justru pindah ke badan saya. Hasilnya teman-teman seusia saya menatap seolah saya ini benda purba yang baru saja diberi nyawa oleh Paman Gopeto.

Kalau pun ada barang prelove yang masih layak tetap saja sangat menganggu karena usia saya dan kakak terpaut cukup jauh, jadi barang dia biasanya sudah ketinggalan zaman dan seringnya kebesaran sebab kondisi tubuh saya yang jauh lebih kecil dibanding kakak.

Kesimpulannya saya pernah mengalami masa di mana saya menjelma bagai benda purba (bernyawa) dengan pakaian kebesaran model zaman prasejarah yang berani muncul di koridor sekolah tanpa peduli dengan tatapan dan tawa seantero sekolah.

Semakin bertambah usia, kedewasaan seseorang semakin diuji. Saya yang dulunya anak manutan dengan atribut kebesaran mulai merasa risi pada keadaan yang seperti itu terus. Timbul niatan untuk sesekali memberontok meminta lebih. Sayang disayang, selama ini saya dibesarkan penuh cinta kasih dengan tanpa pernah menerima ajaran pemberontokan. Jadilah saya ingin memberontak tapi tidak tahu caranya.

Diam-diam setiap tahun selalu mengharapkan kado ulangtahun namun tidak pernah ada. Mungkin saya adalah satu-satunya anak yang semasa SD tidak pernah sekali pun mendapat kado ulangtahun alih-alih kue ulangtahun. Saya mengingatnya dengan rekaman utuh di pikiran. Bingung juga kenapa bisa seperti itu?

Kado di Hari Ulangtahun

Tradisi ulangtahun dan bagi-bagi kado tidak pernah dikenalkan di keluarga kecil bahagia tempat saya tinggal.

Hal ini pula yang membuat saya tumbuh jadi pribadi yang juga malas untuk berkirim kado ke orang lain. Prinsip masa muda saya adalah sama dengan prinsip yang ditamankan sejak saya bayi bahwa: tidak usah belanja barang-barang yang tidak perlu, jika masih bisa pakai barang lama ngapain beli baru.

Saya tidak peduli dengan kado-kado. Sampai akhirnya sesuatu menjungkirbalikan saya ke lembah kelembutan.

Benar kata sebuah buku bahwa kejutan adalah sesuatu yang bisa merubah perasaan.

Pada awalnya hanya satu kado, lalu datang kado berikutnya dan berikutnya. Ternyata dunia remaja saya bergerak secara alami. Dari anak-anak tidak peduli menjelma remaja dengan teman-teman yang mulai saling terikat. Mau tidak mau saya membuka diri untuk mereka yang berusaha mengikat saya.

Dari sebuah kota kado (yang untuk sementara kita abaikan isinya) hari-hari saya berubah. Sama seperti yang sering orang bilang, jangan mencubit kalau tidak mau dicubit, berikan kehangatan pada orang lain maka kamu akan dihangatkan oleh yang lain. Kalau ada kado mampir ke alamat saya, maka harus ada kado yang terkirim dari alamat saya.
Masalahnya di mana dapat uang untuk membeli kado?

Sebuah Prinsip Dasar
Ajaran keluarga yang sampai hari ini saya imami adalah menjauhlah dari hutang piutang. Otomatis saya harus sebisa mungkin tidak berhutang atau berkeredit. Kalau harus mendapatkan kado maka saya harus beli secara tunai.

Sejak kado pertama itu saya mula menabung. Menyisihkan uang sedikit demi sedikit guna mengimbangi rasa solidaritas antar teman. 

Mencintai Diri Sendiri Baru Mencintai Orang Lain
Kenyataannya ternyata kawan tidaklah selamanya kawan. Pula musuh dalam selimut selalu ada.

Seperti cangkir yang sewaktu-waktu bisa retak meski tanpa diawali pukulan, begitun persahabatan. Sering kesalah pahaman membuat persahabatan rusak. 
Kado hanya tinggal kado.

Hal ini membuat saya sadar bahwa kado saja tidak cukup. Terlebih karena demi mengirim kado-kado itu saya jadi menahan diri untuk berbelanja yang lain (keinginan sendiri). Padahal sejak kecil saya sudah menulis barang apa saja yang sangat ingin saya miliki. 

Sebagiannya memang saya butuhkan untuk membantu keseharian saya alias benda penting. Sebagian yang lain masuk daftar barang impian hanya karena saya ingin memilikinya bukan ingin memanfaatkannya.

Rakyat Jelita Jugalah Manusia Gila Diskon

Saya lupa darimana julukan ini berasal, hanya saja saya bahagia menyandang gelar #RakyatJelita. 

#RakyatJelita semacam ungkapan tidak penting namun sangat berpengaruh mengingat metamorfosis dari mahkluk purba hingga sekarang ini.

Anehnya dari dulu saya masih selalu merawat keinginan untuk memiliki barang-barang berikut:
~ sepatu gunung
Keinginan memiliki sepatu jenis ini baru terbersit sekitar lima tahun lalu saat saya hamoir hipotermia di Merbabu. Sebagai penyuka gunung saya merasa wajib punya sepatu jenis ini.

~ wedgess 10 senti
Saya menyukai segala aksesoris perempuan. Meski tidak terlalu menggilai sepatu/ sendal berhak tinggi, saya mewajibkan diri untuk memilikinya minimal tiga pasang. Hari ini saya sudah punya tiga dengan tinggi hak delapan sentimeter. Kalau masih ada kesempatan saya ingin memiliki yang sepuluh senti. Sepatu jenis ini membuat saya tampak semakin percaya diri.

~ satu set alat makeup
Siapa yang enggak mau tampak glowing  ala-ala dalam sebuah pertemuan? Meski sedang sendirian saya juga ingin selalu tampak cetar. Saya lagi menggilai riasan-riasan ala-ala beauty influence. Saya bahkan menerjunkan diri ke lembah para beauty-beauty ini demi ingin menyerap jurus ala-ala merias diri.
Makeup adalah art. Seni selalu tanpa batas. Saya suka ini.

Sayangnya peralatan makeup masih terbilang mahal untuk kantong saya. Terus terang saya iri kepada mereka yang dengan mudah berganti-ganti merk makeup.

~ kain tradisional dan tas etnik
Demi apa sepanjang karir saya sebagai #RakyatJelita, kain khas daerah-daerah di Indonesia selalu bisa memeluk dengan sepenuh cinta. Sedikit-sedikit saya mulai mengoleksinya. Terus terang saya baru mengenal tenun, ulos, batik dan songket.

Selain kain, noken dari Papua juga cukup menyita perhatian saya. Tas-tas anyaman dari serat kayu atau akar-akaran selalu berhasil menarik saya untuk memilikinya. Ini membuat saya terenyuh mengingat pendapatan  tidak sebanding dengan keinginan-keinginan (saya).

~ koper
Saya tidak suka piknik kecuali piknik dibayar. 
Saya takut tidak bisa ‘berobat’ jika ketahuan kecanduan piknik. Maka dari itu saya sering kali bersiasat bagaimana caranya biar bisa piknik dengan tenang tanpa memikirkan biaya-biaya admin.

 Lantas ketika tawaran piknik berdatangan, hal selanjutnya yang saya butuhkan ternyata adalah koper. Saya punya backpack 18 inch. Cukup elegan dibawa piknik ke segala medan. Namun ternyata saya tetap butuh koper untuk piknik gaya elegan.

~ jas hujan dan baju renang
Mohon maaf sebesar-besarnya kepada Ordo Pisces karena saya mau mengaku bahwa selama ini saya adalah #RakyatJelita dari kaum Pisces yang tidak bisa berenang dan bahkan takut air.

Sebagai pengelaju motor di segala suasana, jas hujan sangat saya butuhkan. Beberapa kali beli jas hujan dan berakhir dengan sobek di sana sini karena ternyata jas hujan itu tidak terlalu kuat serupa rindu.

Untuk baju renang, sungguh ini adalah pakaian yang saya inginkan sejak lebih dari satu dekade. Saya hanya ingin bisa memakai baju renang lalu bisa belajar renang dengan bahagia.

~ bermacam-macam buku
Buku telah menjadi bahan pokok serupa nasi. Saya tidak bisa hidup tanpa buku. Kalau ada diskon buku, saya akan ikut mengantri dilautan manusia penggila kata-kata.

Sederhana sekali keinginan #RakyatJelita semacam saya. Karena sederhana maka saya selalu mengupayakan untuk mencari diskonan ke sana ke mari.

Lazada 11.11

Demi mewujudkan keinginan sederhana namun tidak murah itu saya menunggu festival belanja Lazada 11.11 untuk berburu diskon. Percayalah, saya mungkin cuma memasukkan beberapa barang impian dalam postingan ini namun harus diketahui bahwa setiap barang punya cabang lebih dari sepuluh. 

Tanggal 11 November bisa jadi kesempatan untuk berburu barang-barang impian. Sebagai pecinta diskon yang tidak mau rugi, saya sudah menyiapkan diri mulai dari instal aplikasi Lazada sampai mengecek saldo tabungan.

Hanya 24 jam pesta belanja akan berlangsung. Kalau memang harus gila saya akan menggila, demi sebuah barang impian.

Sejak kemarin saya bahkan sudah mengultimatum teman kos untuk instal Lazada dan memberi catatan barang belanjaan yang saya inginkan.

11.11 akan menjadi ajang balas dendam saya kepada ketidakberdayaan masa lalu. Saya juga sudah menyiapkan list nama orang-orang yang akan saya kirimi kado setelah saya menghabiskan 24 jam penuh diskon besar. 

Perempuan Merdeka Persembahan WomenWill



Perempuan Merdeka 

Perempuan dan merdeka, dua kata 'jimat' yang jika digabung menjadi satu frase "menggelegar".


Bagi saya #PerempuanMerdeka itu bisa berarti  siap dengan segala kemungkinan. Tidak takut mengeluarkan opini/ suara/ pendapat, sabar mendengarkan dan akhirnya tidak banyak komplain jika sudah ada kesepakatan.

Merdeka juga bisa berarti lepas dari penjajahan. Penjajahan bisa berarti segala sesuatu yang merisaukan.

Lha saat mau beli skin care tapi uang gak cukup itu sama dengan risau hati, apa iya ini bisa dikategorikan belum merdeka?

Kalau asumsinya sempit akan susah menemukan definisi yang tepat. Jadi mari kita tinggalkan debat yang tiada ujung ini, eh.


Mendingan dengar cerita Gadis Anggun dari pagi sampai siang (25/8) saat ikut acara WomenWill di PLUT Yogyakarta.

Ruangan itu riuh saat saya datang. Merah, putih, menjadi warna dominan dalam ruangan tersebut. Tidak banyak orang saya kenal tapi satu dua cukup saya mengenal nama.

Google Indonesia

Kalau dibilang beruntung, iya saya beruntung bisa bergabung di acara keren yang disponsori juga oleh google. Bertemu dengan banyak wanita (yang sebagian besarnya adalah ibu ibu) yang bergelut dibermacam wirausaha membuat saya yang malas ini jadi terpacu untuk ikut terjun di dunia wirausaha.

Saya sudah lama ngedraf dalam pikiran, apa yang sebaiknya saya lakukan. Sayang, semuanya masih sebatas wacana. Harapannya dengan #womenWill ini akan semakin melecut nyali saya.

Dua jam ikut kelas Mbak Prisa Kandora membuat saya semakin mengerti dan semakin ingin terjun ke dunia wirausaha. Mbak bergelar apoteker ini memberikan banyak ilmunya dalam waktu singkat.

"Sharing, belajar bersama saling berbagi cerita" sudah semacam gaya bagi ibu dari seorang anak TK ini. Begitu santai dan menyenangkan. Tidak banyak menebar "wejangan" namun cukup memberikan banyak cerita tentang pengalaman nyata beliau.

1. Menciptakan kesempatan baru, online dan offline
2. Menghubungkan wanita wirausaha


Mengembangkan usaha dengan internet!!
Membangun usaha berlandaskan minat!!


Cara memasarkan online :
1. Bikin akun yang tepat jangan alay
2. Buat cerita di status, jangan hanya jualan muluk


Ingin jadi wanita wirausaha maka;
1. Jangan pernah takut dengan batasan mengenai perempuan.
2. Usaha bisa dimulai dari hobi/ passion.
3. Memanfaatkan pemasaran digital


Tips untuk  wanita wirausaha:
1. Percaya pada diri sendiri
2. Bergaul dengan wirausaha lainnya
- belajar dari wirausaha lainnya
- bekerjasama dengan wirausaha lainnya
- membangun kepercayaan diri
3. Memiliki mentor bisnis
- mentor memberi solusi masalah
- mentor mempercepat usaha dengan jaringan mereka
- mentor membimbing arah usaha


1. Belajar kapan pun di mana pun
- apa buku terakhir yang anda baca?
- gunakan aplikasi berita Google news
2. Ikuti pelatihan seminar kursus
3. Belajar dari siapa pun dan apapun

1. Buat daftar kelebihanmu
2. Bagaimana menjadi lebih baik?
3. Buat target target kecil



43% pemilik usaha kecil dan menengah adalah wanita namun lebih terkonsentrasi di usaha kecil.
Tantangan utama wirausaha wanita adalah menyeimbangkan antara mengurus usaha dan keluarga.




Indonesia Maju Dari Desa Lewat Pariwisata


Gunungkidul Nan Seksi

Memori saya setidaknya sudah dijejali dengan berbagai perubahan yang terjadi di tanah Gunungkidul. Sebagai seorang yang lahir, besar dan tinggal sampai hari ini di Gunungkidul, saya punya memori-memori yang belum tentu orang lain punya.

Bupati Gunungkidul, Menteri Pariwisata, Menteri Desa dan Transmigrasi, Wakil Bupati Gunungkidul


Dari tahun ke tahun rasanya selalu saja ada perubahan. Baik yang sangat kecil tak tampak sampai perubahan yang begitu masive.

Saya adalah generasi yang sempat mencicipi hidup tanpa listrik. Generasi yang masa kecilnya lebih banyak dihabiskan bermain tali dan kelereng. Tak ada gawai, wartel pun muncul setelah saya usia remaja.
Saya adalah generasi yang tumbuh bersama dengan tumbuhnya laju ekonomi pariwisata.

Dulu kala orang banyak mengenal Gunungkidul sebagai daerah tandus. Tandus menjadi satu kata yang mengikuti atau mewakili Gunungkidul. Orang tidak banyak mengenal Gunungkidul dengan begitu baik. Hari ini setelah ratusan tahun, orang-orang mulai tercengang bahwa ternyata Gunungkidul adalah surga. Sebuah tanah seksi yang memesona, menggoda dan begitu diperebutkan.

Pariwisata dan era kekinian

Apa yang membuat Gunungkidul mendadak booming terkenal bahkan sampai penjuru dunia?
Sedikit berbagi kisah, sejujurnya Gunungkidul memang sudah sejak lama terkenal dengan pantai-pantainya nan cantik. Namun baru belakangan di zaman serba instan inilah banyak orang mulai eksplor.

Gunungkidul menjadi salah satu tujuan wisata yang konon tidak kalah menarik dengan Bali.

Bukan hanya Gunungkidul, melainkan hampir semua daerah di Indonesia yang mempunyai bentang alam eksotis menjadi satu kawasan baru yang dianggap subur untuk menghasilkan pundi-pundi rupiah.

Diprediksi tahun 2019 Indonesia untuk pertama kalinya kontribusi ekonomi dari sektor pariwisata akan mengalahkan sektor Migas dan sektor berbasis Sumber Daya Alam. Itu sudah terbukti dengan banyaknya tempat wisata baru mulai dibuka.

Pembangunan daerah wisata baru diharapkan mampu memberi kontribusi lebih kepada masyarakat sekitar daerah tempat wisata.
Semakin banyak wisatawan datang, semakin banyak rupiah yang masuk ke daerah.

Tidak mudah memang membangun kawasan wisata baru. Tidak hanya lokasinya tapi juga insfratruktur pula sumber daya manusia yang memadai.
Alam sudah dengan sukarela menyumbang kecantikannya yang begitu agung dan membuat orang berdecak kagum. Akan sangat disayangkan jika SDM tidak memadai dan kurang bisa menjaganya dengan bijak.

Tidak bisa dipungkiri melalui kementerian-kementerian dan bantuan pihak-pihak terkait pemerintah Jokowi mampu meninggalkan ketergantungan ekonomi dari SDA dengan membangun potensi ekonomi berbasis pariwisata dan ekonomi pedesaan.

Banyak pihak yang berharap sektor pariwisata saat ini  dan dimasa  mendatang adalah andalan ekonomi Indonesia. Namun perlu juga disadari bersama, pembangunan pariwisata yang begitu masive gencar di mana-mana perlu juga memperhatikan kondisi alam.

Saya pribadi adalah orang yang senang piknik namun tidak setuju dengan penggusuran lahan produktif demi pembangunan.
Pembangunan jalan sangat perlu untuk kenyamanan dan menghindari kemacetan, tapi sebisa mungkin harusnya tidak merusak alam. Saya masih menunggu langkah-langkah apa yang akan dilakukan pemerintah demi menghidupka. Pariwisata tanpa menodai habitat alam.

Pariwisata dan Pembangunan Desa

Wisata tidak lepas dari pembangunan. Di mana sebuah kawasan wisata tercipta di situ pula desa-desa biasanya tampak maju.
Semacam bukti nyata jika pemerintah sadar akan kaitan wisata dengan peningkatan ekonomi desa. Keberpihakan Pemerintah pada pembangunan ekonomi desa ditunjukkan dengan alokasi dana desa yang terus naik setiap tahun, yang di tahun 2018 rata-rata per desa sudah mencapai Rp 800 juta. Bukan jumlah yang kecil namun diharapkan mampu menjadikan sebuah desa jadi besar.

Kabupaten Gunungkidul adalah contoh daerah yang minim SDA, namun bisa bangkit perekonomian melalui sektor pariwisata dan pedesaaan. Pantai-pantai selalu dipadati wisatawan baik domestik mau pun asing. Semakin ke sini Gunungkidul mulai dikenal dengan kawasan wisata yang memukau. Wajib dikunjungi jika sedang main ke DIY.

Acara-acara desa yang dulu hanya dianggap sebagai 'ritual' ucapan syukur kini dikemas menjadi satu wisata adat. Desa adat dan desa budaya tumbuh dengan subur. Hampir setiap titik lokasi wisata selalu ada homestay yang dikelola oleh masyarakat sekitar.

Dulu banyak anak muda lulus sekolah langsung merantau, zaman ini anak-anak muda tidak perlu merantau untuk menghasilkan rupiah. Jiwa bisnis mulai berkembang dan terpelihara dengan baik. Semua hanya butuh pendampingan dan kerjasama dari sektor terkait, pemerintah dan pihak swasta.