Showing posts with label Duta Damai. Show all posts

BSI Gelar Seminar Nasional Cegah Black Campaign


BSI Gelar Seminar IT, Ethics, Regulation and Cyber Law V

 Seminar IT, Ethics, Regulation and Cyber Law V

"Hallo, jumpa lagi kita."
Agaknya kalimat di atas cocok banget saya mengawali kisah saya bertemu, kenalan dan dekat dengan BSI (Bina Sarana Informatika).
Sebenarnya memang sudah lama tahu ada kampus ini, namun baru mereka dekat sekitar, ya mungkin 4 tahun. Kedekatan itu bukan karena saya pegawai, dosen, mahasiswa atau alumni (atau mantan gebetan saya) di BSI. Bukan itu. Saya merasa dekat dengan BSI karena lembaga pendidikan ini sering sekali mengundang dan memberi kesempatan kepada (saya) blogger untuk ikut terlibat aktif dalam acara seminar yang mereka agendakan setiap tahunnya.

Saya bahkan sampai hafal siapa-siapa petinggi yang selalu memberi sambutan dalam acara tersebut. Jangankan wajah pentingginya, susunan acara pun saya sudah paham dengan jelas. Beruntung tema dan pengisi acaranya selalu ganti tiap tahu. Ehe...

Seminar tahunan BSI itu bernama "Seminar IT, Ethics, Regulation and Cyber Law". Tahun ini (2018) adalah tahun kelima seminar itu diadakan. Saya secara pribadi sudah ikut sekitar 4 atau 3 kali. Tapi belum pernah sekali pun acaranya digelar di kampus, melainkan di hotel-hotel. Saya rasa ini bentuk kerjasama pihak kampus dengan hotel sebab di BSI juga ada jurusan pariwisata.
Acara kali ini diadakan tanggal 25 April 2018 di Grand Serela Hotel Yogyakarta.

Media Sosial, Pemberantasan Korupsi, Cegah Kampanye Hitam

Di seminar kelima kali ini tema yang diangkat adalah "Kekuatan Media Sosial Dalam Pemberantasan Korupsi dan Cegah Black Campaign Jelang Pemilu". Sebuah tema yang sangat relevan dengan kehidupan di Indonesia belakangan ini.

Sebagai pengguna media sosial aktif, netizen, Duta Damai sekaligus Duta Internet Baik maka tema yang disajikan kali ini cukup menarik. Pula sedang marak beberapa kegiatan yang memang meresahkan jelang pemilu kali ini.
perwakilan Polda DIY
Gaya pemilu zaman now seolah mengikuti zaman. Sangat jauh beda dengan zaman dulu. Begitu pun persaingan yang ada. Perpecahan umat seolah bisa terjadi kapan saja (bahkan menjerumus ke situ) hanya karena perbedaan politik. Sungguh ini sangat mengerikan.
Maka alangkah baiknya memang jika masyarakat khususnya generasi penerus terus diedukasi tentang nilai penting sebuah persatuan dan kesatuan. Perbedaan memang pastilah ada. Cukup cara pandangnya saja yang harus lebih arif.

Selain situasi jelang pemilu yang meresahkan, saat ini kita juga tidak hentinya disuguhi aneka pemandangan memuakkan dari para koruptor.
Babang Ganteng Zumi Zola yang kaya raya itu ternyata juga tidak bisa mengelak jika memang dia seorang koruptor.
Seperti penyakit menular, korupsi seolah menjalar dari satu ke yang lain. Siapa saja bisa terjangkit dengan hal ini.
Lagi-lagi sebagai pemuda zaman now yang terus berkembang, kita (saya) harus bisa membentengi diri dari hal-hal memuakkan tersebut.
Ir. Naba Aji Noloseputro M. Kom

Seperti yang disampaikan Bapak Ir. Naba Aji Noloseputro M. Kom selaku Direktur BSI, "Masalah korupsi yang paling penting dan utama bukan perkara operasi tangkap tangan melainkan balik lagi pencegahannya. Butuh komitmen kuat dari berbagai bidang termasuk anak bangsa (mahasiswa/i). Mulai dari pemberantasan ketidak jujuran dan peniadaan budaya menyontek."

Narasumber Kompeten Dalam Bidangnya

Dr. H. Abdullah Hehamahua

Acara seminar kali ini juga disertai bedah buku dari mantan penasehat KPK. Ceile KPK aja punya mantan dan penasehat.  
Judul bukunya adalah Jihad Memberantas Korupsi karya Bapak Dr. H. Abdullah Hehamahua (Mantan penasehat KPK). Ini adalah bedah buku kedua setelah sebelumnya pernah dibedah di Bandung.

Dr. Moch. Wahyudi
Seperti tahun sebelumnya, moderator acara tetang dipegang oleh Dr. Moch. Wahyudi, MM., M.Kom, M.Pd, CEH., CHFI. Selain gelarnya yang sering saya lupakan, ternyata saya juga kurang hafal wajah beliau meski sudah beberapa kali jumpa. Buktinya di lift saya enggak sadar diajak ngobrol dengan beliau.

Dr. Indra C. Uno

Ada juga Bapak Dr. Indra C. Uno selaku Ketua Umum Forum Akademisi Indonesia. Bapak Indra ini baru bagi saya. Pula saya kira baru kali ini saya mengikuti acara yang dilaksanakan bekerjasama dengan FAI (Forum Akademsi Indonesia). Meski terbilang orang baru bagi saya namun ternyata tidak bagi orang lain. Sebab bapak Indra ini merupakan kakak dari wakil gubernur Jakarta hari ini. Pantas nama belakang mereka sama.

Turut hadir pula Bapak Sudiman Said, MBA. selaku menteri ESDM periode 2014-2016 yang juga sebagai aktivis anti korupsi. Beliau hadir sebagai narasumber untuk memberi edukasi kepada peserta, bukan kampanye.

Waktu adalah Cinta

Perjalanan yang harus saya tempuh untuk sampai lokasi acara sekitar 1,5 jam. Acara dimulai pukul 08.00 pagi. Saya mruput agar tidak terlambat, pula demi menghormati pengundang. Saya menyukai hal-hal yang tepat waktu, sebab waktu itu adalah cinta yang sangat sayang untuk dihambur-hamburkan.

Beruntung jalan tidak terlalu macet dan saya datang tepat waktu; tepat sebelum acara dimulai. Setelah duduk sekitar lima menit, para narasumber dan pejabat BSI pula tamu VIP akhirnya masuk ruangan dan acara segera dimulai. Seperti tahun yang sudah-sudah, tari-tarian selamat datang menjadi pembuka yang menarik.



Love,
GadisAnggun

Temanku Netizen Tapi Temenku Bukan Blogger

Tentang Jodoh yang Kau Tunggu di Halte

“Menunggu jodoh itu serupa nunggu bus di halte.”
“Iya tahu, maksudnya telat sedikit maka bablas sudah kesempatan buat menaikinya.”
“Bukan hanya itu. Kita juga harus tahu tujuan kita ke mana? Nomer berapa bus yang mau kita naiki?”
“Harus segitunya, ya?”
“Kalau enggak detail kita bisa tersesat. Tidak sampai tujuan. Bisa juga berakhir tanpa akhir.”
 
kenali orang di dekatmu, siapa tahu dia jodoh masa depanmu
Bukan iklan tapi percakapan itu saya kembangkan dari obrolan Mas Ditto dan Ayu dalam film Teman Tapi Menikah yang semalam baru saya tonton. Sekali lagi saya tidak sedang iklan pula bukan mau ngadain review film. Wong saya juga enggak dibayar. Kalau pada akhirnya saya pinjam satu dua dialog, ya karena memang itu juga dialog sehari-hari saya.
Pula dialog itu relefan dengan tingkah netizen zaman now.

Keajaiban Kata Kata

Terlepas dari itu dialog film atau dialog sehari-hari, kira-kira seperti itulah kekuatan sebuah kata-kata. Entah itu kata-kata yang lahir dari bibir (manismu) mau pun dari goresan tinta (emasmu)

Kata-kata adalah senjata. Kau akan dengan mudah mempengaruhi orang lain hanya dengan sebaris kata yang berdiri kokoh laksana serdadu, kau pun bisa dengan mudah menghancurkan seseorang hanya dari barisan kata-kata yang bagai paku kau tancapkan pada selembar papan. Paku bisa kau cabut namun bekas (lubang) di papan akan terus tampak abadi.

memanfaatkan media sosial, Literasi Digital

Sebagai blogger hits juga penulis novel fenomenal agaknya saya punya keinginan membuat seminar dengan tajuk “Keajaiban Kata-kata” atau mengingat netizen Indonesia adalah makhluk komentator paling selo, saya jadi kepikiran membuat seminar ‘Cara Mudah Membuat Komentar Agar Terlihat Intelek’. Ide terakhir baru kepikiran tadi saat saya hendak solat duhur.

Kalau ditanya kenapa ingin membuat seminar 'cara mudah membuat komentar agar terlihat intelek' sebab belakangan ini saya sering mual alias mblenger (silakan cari sendiri padanan katanya) dengan komentar-komentar di sosial media yang seringnya tidak nyambung antara pokok bahasan dengan cuitan komentator.

Sebagai blogger (cerdas) sering saya menilai kepribadian seseorang dari komentar yang ia tulis. Masalahnya saya kadang ingin pingsan (di bahu paspampres) ketika sedang selo dan menelusuri akun sang komentator; bagaimana tidak mau pingsan, itu komentator tercatat sebagai mahasiswa di sebuah kampus elite di luar negeri namun komentar dia sungguh jauh dari bayangan. *ujungnya saya malah ngegibah*

Kalau boleh meminjam judul sinetron maka bolehlah ditulis "temanku netizen tapi temenku bukan blogger, dia tidak menulis blog tapi hanya nulis komentar (tanpa memberi solusi dan hanya berakhir sebagai caci maki).

Media Sosial Terlalu Riuh

“Sampai kapan pun kita tidak akan pernah bisa menghindari kemajuan zaman. Namun bukan berarti kita tidak bisa membetengi diri. Kalau sosial media begitu panas, kenapa enggak kita memilih jalur menjadi es? Bukankah berbeda itu unik.” Kalimat ini saya lahirkan dan saya gunakan sebagai mantra untuk membetengi diri sendiri.
Tim Komunikasi Presiden dari #SudutIstana

Hampir satu dekade saya akrab dengan internet. Meski begitu saya masih sangat ‘gaptek’ dalam mengambil manfaat. Hal ini bisa terjadi karena; saya kadang malas belajar, alasan yang lain karena saya sering masa bodoh dengan urusan orang lain.

Tidak peduli bukan berarti tidak tahu. Cuek berarti tidak memantau.
Apa sih kasus heboh di negeri tercinta ini yang netizen enggak tahu?
Lantas, apa sih kasus yang tidak dikomentari oleh netizen?

Dari Plagiat Sampai Hoax

Sebagai pengguna sosial media aktif (iya saya memakai sosial media sebab saya artisan—plis bedakan artisan dan selebriti, jika ngaku netizen cerdas harus cari tahu bedanya sebelum komentar—dan artisan butuh ngebranding diri.

Lantas pertanyaannya, emang seberapa penting sebuah pengakuan dari orang lain?
Percaya boleh tidak juga saya tidak akan marah, pengakuan dari orang lain adalah sesuatu yang didambakan semua orang. 
Bayangkan jika engkau seorang murid namun kepala sekolahmu tidak mengakui kamu sebagai muridnya? Bayangkan jika engkau seorang kekasih namun orang yang kamu anggap kekasih tidak pernah mengenalkanmu sebagai kekasihnya di depan teman-temannya? Bayangkan engkau seorang ibu namun anakmu akan menghindarimu jika berpapasan di depan teman-temannya? Bayangkan.... *banyak banget bayangannya*

Saya rasa pengandaian itu cukup untuk memberikan penekanan bahwa kita butuh sebuah pengakuan. Ya meski pembandingan yang saya pakai enggak relefan setidaknya bisa jadi gambaran.

Tempo hari kita dengar desas-desus tentang penyebaran berita kontroversi, isu-isu politik yang tidak jelas sumbernya namun condong menghakimi dan mengunggulkan yang lain, artikel yang muncul bagai jamur (kulit) di segala musim, tipu-tipu, tak sesuai antara judul dan isi. Berita macam ini lahir dan terus tumbuh bahkan semakin raksasa.

Masalahnya tidak sedikit orang yang (tidak sengaja) menjerumuskan diri menjadi aktor Plagiat atau peyebar hoax demi bisa dikenal orang lain.

Teman dekat saya bahkan baru saja dibully netizen sejagad raya lantaran ketahuan memplagiat lebih dari satu cerpen. 

Banyak juga orang yang ingin mendapat pengakuan maka dia komentar sana sini meski komentarnya kadang kala lebih menjerumus sebagai caci maki dibanding komentar bersolusi.

Menuju Indonesia Maju

Sebagai netizen cerdas, sekali lagi kita bisa memilih; mau jadi aktor penyebar kepalsuan atau orang yang berdiri di atas kreativitas sendiri.
Saya pribadi bukan orang yang sangat keren tapi saya selalu mengakui diri saya keren. Kenapa? Sebab jika bukan dari saya sendiri dari mana orang lain akan mengenal saya? Jika saya setiap hari berlaku murung, maka orang lain aku melabeli diri saya dengan si pemurung.

Sama dengan negeri ini, kalau bukan kita yang mengibarkan kehebatannya, maka siapa lagi? Kenapa tidak mulai hari ini (detik ini) kita mulai mengirimkan sinyal positif meski hanya sebaris kabar gembira?
ayo Menuju Indonesia Maju

Kabar gembira untukmu

Sebelum saya akhiri postingan (tidak) penting ini, saya mau kasih kabar bahagia bahwa hari ini saya akhirnya bertemu dengan #TimKomunikasiPresiden yang biasanya ngantor di #sudutIstana. Banyak info baru yang saya dapatkan dan semoga tidak lama lagi saya bisa bagi-bagi untukmu (pembaca).

Penting acara yang saya ikuti hari ini Gratis dan semua terlaksana berkat kerjasama Dinas Kominfo DIY dan Ditjen Informasi dan Komunikasi Publik.


"Menunggu jodoh itu serupa nunggu bus di halte," kata Mas Ditto.
"Tapi Mas, sudah bertahun-tahun aku berhenti nongkrong di halte. Sekarang aku nongkrongnya di bandara. Gimana dong? Masihkan aku akan ketemu jodoh dalam waktu singkat?" protes Miss Mini.
"Kamu adalah apa yang kamu pikirkan."
Kamu adalah apa yang kamu pikirkan (dan postingkan)

jangan lupakan BAIK; bertanggung jawab, aman, inspiratif, kreatif



Duta Damai Mewarnai Indonesia


 Rabu (22/02) tim gabungan dari Pojok DutaDamaiAyog DutaDamai dan Komunitas Blogger Yogyakarta membuka kelas blogging bagi pemula. Acara ini diberi tajuik ‘Mewarnai Indonesia’. Acara ini diikuti lebih dari 20 peserta. Acara di adakan di Rumah Kreatif Yogyakarta, Sagan.
Panitia acara yang merupakan gabungan dari tim Duta Damai Yogyakarta sengaja membatasi peserta agar lebih serius dan fokus dalam kelas. 20 orang dirasa lebih dari cukup untuk mengajarkan hal baru kepada pemula. Acara berlangsung mulai dari pukul 9 pagi dan berakhir pukul 2 sore.
Anrtusias peserta bisa dilihat dengan banyaknya interaksi antara peserta dan pengajar, atau bisa dibilang teman sharing.
Lebih istimewa lagi karena acara ini tidak hanya diikuti oleh masyarakat biasa pada umumnya namun juga menggandeng para penyandang difabel yang punya minat khusus pada dunia blogging.
Andhika salah satu peserta dari peyandang difabel sangat mengapresiasi acara ini dan berharap bulan depan bisa gabung lagi.
Rencana acara para Duta Damai ini akan berlanjut setiap sebulan sekali. (MIN)
Be Sociable, Share!

Menjadi bagian dari Duta Damai