Pendidikan,

Sangu Buku

2/11/2021 05:20:00 pm Mini GK 0 Comments

 Sangu buku sebuah gerakan nyata untuk mendekatkan anak pada buku. Sangu buku bisa menjadi trand baru dalam sosial masyarakat. 

Anak Zaman Now hingga Era Industri 4.0

Perbedaan sering terjadi dalam sebuah komunikasi. Itu sesuatu yang lumrah. Hal seperti ini sering pula saya alami. Tidak hanya dalam berinteraksi dengan kawan sebaya namun juga dengan salah satu juri lomba. Kami sempat beradu argumen tentang ‘boleh tidaknya gawai diberikan kepada anak sekolah’.

Dunia terus berkembang. Tantangan semakin besar. Hanya mereka yang tangguh dan mampu mengimbangi kemajuan yang diprediksi bisa bertahan melaju.

Itu sebabnya anjuran untuk tidak memberikan gawai kepada anak bukan lagi musimnya. Mereka yang tidak melengkapi diri dengan gawai bisa dikatakan ketinggalan zaman. Bahkan sekolah dengan sistem asrama juga menfasilitasi arena dengan jaringan internet (meski ada batasan jam akses).

sangu buku
@minigeka instruktur kepenulis, novelis, duta baca, duta damai


Peran Orang Tua

Lalu pertanyaan muncul dari banyak kalangan: apa dampak jika anak terlalu sering pegang gawai? Lantas apa solusi yang dapat diambil untuk kasus ini?

Pernah bahkan sering saya mendengar ibu-ibu mengeluh karena anaknya tidak mau baca buku dan malah sibuk dengan ponsel. Agaknya ibu-ibu itu terlalu dini memandang ‘keburukan’ anak tanpa mau tahu apa yang sebenarnya terjadi.

Sebagai pribadi yang tumbuh barengan dengan kemajuan teknologi, saya setuju bahwa teknologi (internet) hadir bukan sebagai musuh melainkan kawan baru yang akan ikut membantu dalam perjalanan menuju masa depan. Memang benar kemajuan teknologi (dan kemajuan bidang lain) selalu ada dua sisi mata uang. Tapi harus sadar, kitalah yang bisa mengendalikannya.

Menurut saya tidak masalah jika anak-anak sering memegang ponsel, lagian ini sudah zamannya demikian. Hal terpenting dari semua itu adalah kerelaan orangtua untuk lebih sering memerhatikan dan memberi contoh pada anak. Memerhatikan bukan hanya melihat namun juga berkomunikasi dari hati ke hati.

Orangtua bijak adalah kawan bagi anak-anak. Sorang anak, saya rasa akan meniru kelakuan orang-orang di sekitarnya. Jadi solusi yang paling jitu jika ingin anak-anak gemar membaca maka tidak lain adalah memberi contoh bahwa orangtua juga seorang pembaca yang baik. Memberi contoh lebih efektif dibanding memarahi anak.

Bukan perkara mudah mendekatkan anak-anak pada buku, namun juga bukan perkara mustahil. Idealnya memperkenalkan anak pada buku sudah harus dilakukan sejak dini. Tugas orangtua bukan untuk membuat anak pandai membaca sejak dini. Jika pemikiran ini yang masih berkelebat, maka akan susah membudayakan gemar membaca. Yang utama adalah menumbuhkan rasa cinta buku sejak kanak-kanak.

Usia dini adalah usia bermain dan mengenal. Biarkan lebih dulu anak-anak mengenal dan mencintai buku-buku. Ini akan menjadi dasar bahwa buku adalah kebutuhan. Ibarat bepergian, buku adalah sangu/ bekal yang wajib dimiliki dan dibawa kemana pun. Fenomena hari ini, orang akan rela putar balik saat mengetahui ponsel ketinggalan. Maka kelak giliran buku jadi serupa ponsel.

Memilih buku yang tepat juga menjadi salah satu metode keberhasilan menanamkan rasa cinta pada buku. Mulai dari buku bantal, buku berdimensi, buku bergambar penuh warna, buku bercerita dan terus meningkat sampai si anak kecanduan untuk terus mencintai buku.

Kenapa harus berliterasi?

Saya termasuk orang yang sering mengesampingkan tentang peringkat minat baca Indonesia yang katanya berada di ujung ekor. Bukan saya tidak prihatin namun lebih memilih mengapresiasi kemajuan meski hanya selembar dalam sehari.

Katakanlah benar kita berada di ujung ekor menurut PISA. Tapi bukan berarti Indonesia tidak mengalami perkembangan. Saya rasa minat baca khususnya generasi kekinian semakin bagus. Sudah sering saya jumpai orang sangu buku saat di pesawat, kereta atau dalam antrian.

Pada dasarnya budaya Indonesia adalah budaya bertutur. Orang berkumpul lebih senang bicara dan mendengarkan daripada asyik membaca sendiri. Maka trend hari ini muncullah ruang-ruang diskusi buku, klub buku, klub baca dan lain sebagainya. Ini adalah salah satu cara baik untuk mempertahankan (atau memperkenalkan) dunia literasi.

Membaca saja tidak cukup sebab berliterasi tidak berhenti hanya dalam tahap membaca. Berliterasi berarti juga mengadopsi pemahaman yang diperoleh lewat bacaan dan menerapkan dalam kehidupan sehari-hari. Literasi bukan hanya baca, tapi merujuk pada kolaborasi antar tindakan membaca, menulis, bicara, mengeluarkan pendapat, berhitung pula menghasilkan ide atau memecahkan sebuah masalah.

Literasi mengajak kita agar tidak mudah terhasut atau mudah terprovokasi pihak lain. Dengan berliterasi berarti kita sudah membentengi diri dari serangan ketinggalan zaman.

0 comments: