kuliner

Berburu Sate Ayam Sate Ratu

9/25/2018 06:33:00 am Mini GK 0 Comments


Sate Ayam

Kalau disuruh milih, saya inginnya makan makanan fresh. Sebisa mungkin menjauhi yang namanya junk food. 

Bukan sok-sokan tapi belakangan saya lebih peduli dan semakin mencintai tubuh saya. Berharap dengan demikian saya bisa punya kesempatan lebih untuk eksplor rasa.

Sate ayam merupakan salah satu makanan favorit saya. Saya tidak keberatan lama-lama menunggu penjual sate menyiapkan pesanan saya. Aroma pembakaran sate selalu berhasil membuat mulut basah.


Meski suka olahan sate, bukan berarti saya langsung cocok dengan semua sate ayam. Saya kurang suka jika daging ayamnya kecil-kecil (nempel di tusuk), kurang suka pula kalau gosong, pula agak males kalau banyak lemaknya.

Dulu sering banget beli sate di angkringan atau gerobak dorong. Belakangan saya tahu (dari postingan teman-teman) jika ada satu tempat yang jual sate enak.

Bermula dari penasaran, ingin ngerasain yang dirasain temen, akhirnya kesampaian juga saya menemukan lokasi yang teman teman maksud.

Sate Ratu

Nama tempatnya adalah Sate Ratu. Terletak di kompleks Jogja Paradise Food court, Jalan Magelang KM. 6, dekat JCM.

Meski di lokasi food court tapi olahan di sini benar-benar fresh. Saya bahkan sempat lihat dibalik dapur sebelum menu pesanan terhidang di meja.


Sate  Ratu ternyata terkenal lho. Saya aja yang ketinggalan.

Bahkan banyak wisatawan mancanegara yang sudah mencicipi menu di sini.
Enggak hanya dari satu dua negara tapi sudah lebih dari 60 negara main ke Sate Ratu dan selalu mantap bilang puas dengan makanan di sini.

Sebelum seperti hari ini, dulunya bermula dari angkringan Sate Ratu. Konsep angkringan berkualitas nomer satu. Dulu lokasinya ada di Jalan Solo. Benar-benar bernuansa angkringan.

Menu Sate Ratu

Tidak seperti tempat makan kebanyakan yang ingin berjualan banyak macam olahan makanan, di Sate Ratu menunya  hanya ada sate merah, lilit basah dan ceker tugel.

Kalau dibilang khas, ya iya ini khas banget.

Sate merah, jujur saya baru sekali ini ketemu. Dan saya yakin ini khas banget. Enggak nolak kalau ada yang mau jajanin sate ini. Porsinya imut jadinya selalu menerbitkan rasa ingin lagi dan lagi.

Sate Merah

Bagaimana dengan lilit basah? Kenapa enggak sate lilit?

Ternyata ini sejarahnya panjang, saudara saudara. Dulu emang buatnya sate lilit tapi ternyata membuat sate lilit itu membutuhkan waktu banyak (jika tidak mau dibilang ribet). Sudah begitu tidak semua orang (karyawan Sate Ratu) bisa menyiapkan sate lilit seperti yang diinginkan.

Karena alasan ini maka lahirlah lilit basah yang bahannya serupa sate lilit namun bentuknya kotak-kotak serupa tahu. Sudah tak ada lagi tusuknya.

Lilit Basah

Soalnya, super, sungguh saya ingin nambah dua porsi. Meninggalkan rasa nikmat di ujung lidah.
Saya sih sudah yakin enak sejak suapan pertama.

Kalau biasanya sate itu dengan bumbu kacang, bumbu kecap atau bumbu sambal, maka di sini bumbunya beda. Bumbunya sedikit berminyak, diolah khusus dan begitu meresap ke dalam daging. Saya kurang tahu rempah apa saja yang dimasukkan dalam bumbu tersebut.


Waktu saya iseng tanya ke owner-nya tentang bumbunya, beliau cuma tertawa sambil berucap: rahasia, itu juga eksperimen berkali-kali.

Ah apalah, yang penting satenya enak banget. Istimewanya dagingnya tebal-tebal.

Kalau penasaran, udah langsung cuss saja daripada ngidam enggak kesampaian.

Sate Ratu
Jogja Paradise Food court
Jl. Magelang KM.6
Buka : 11.00 - 21.00
Harga: 23k

0 comments:

Mengintip Ruang Gerak Ramah Disabilitas

9/19/2018 06:15:00 pm Mini GK 0 Comments

Jelang Asian Paragames 2018 agaknya elok nian jika saya menulis beberapa pertemuan yang pernah saya alami dengan teman-teman dengan kebutuhan khusus.

Sebagian kita pasti berasumsi jika seseorang dengan kebutuhan khusus adalah mereka yang tidak sempurna. Padahal titik kesempurnaan itu sendiri kadang kala kita masih blur. Apakah yang sempurna itu hanya milik mereka yang tampak sama dengan yang kebanyakan? Lantas bisakah seseorang yang dikategorikan tak sempurna atau berkebutuhan khusus itu memperoleh kesempatan sama dengan mereka yang normal?

Alangkah baiknya sebelum jauh melangkah bersama, saya memberikan defini dahulu tentang difabel. Dalam KBBI V secara singkat difabel diartikan dengan penyandang cacat. Sementara di buku lain bisa dijabarkan bahwa difabel atau bahasa inggrisnya different ability adalah seseorang yang mempunyai keadaan fisik atau sistem biologis berbeda dengan orang lain pada umumnya. (hampir sama dengan awal postingan ini).
Sementara disabilitas (kata lain dari difabel) diartikan sebagai keadaan tidak mampu melakukan hal-hal dengan cara yang biasa.

Tentang Difabel

Sejak kecil sering saya berjumpa dengan mereka yang disebut kaum difabel. Dari yang saya tahu (dengan bertanya atau mendengarkan penuturan orang lain) difabel bisa merupakan bawaan dari lahir dan atau karena sebuah kecelakaan.

Masa SD mendekatkan saya dengan teman difabel. Lingkungan saya (baik dulu bahkan sampai sekarang) selalu menganggap sosok difabel dengan pandangan kasihan, melas, ngilu pula takut. Takut karena sebagai penduduk dusun masih sering mengaitkan musibah (keadaan seseorang yang cacat dianggap sebagai musibah) bisa terjadi karena sebuah kesalahan/ tulah/ kualat dan ada baiknya tidak usah didekati karena bisa jadi tulah itu menular ke orang-orang yang dekat dengannya. Padahal teori ilmiah belum membenarkan pikiran-pikiran purba semacam ini.

Kawan SD saya (perempuan) menjadi difabel sebab sebuah kecelakaan. Dokter harus mengaputasi satu kakibahkan ketika dia belum mendapatkan haid pertamanya.
Sejak kejadian itu hingga hari ini, besok, lusa, tulat, tubin hingga nanti dia hanya memiliki satu kaki untuk menopang tubuh.

Meski begitu, lepas dari frustasi yang mendera pula dukungan dari orang-orang terkasih (juga kenalan sana-sini) kini dia menjadi seorang penyandang cacat mandiri. Dia sadar lain maka dia menonjolkan kekuatan yang dipunyainya untuk bertahan. Kini dia bukan hanya seorang pegawai garmen yang cekatan tapi juga merupakan seorang ibu dan istri bagi anak dan suaminya. Sesuatu yang membanggakan bukan?

Cerita lain yang tidak saya sangka juga datang dari kawan finalis Duta Baca 2018. Syafrina namanya, seorang lulusan S2 juga pengajar di salah satu SLB, ia terlahir dengan celebral palsy. Meski begitu kemampuan dia dalam berkomunikasi sangat bagus.

Di luar yang saya ceritakan masih banyak teman-teman lain yang dikarunia 'kebutuhan khusus'. Ada yang memang bertahan bahkan berprestasi melebihi orang-orang normal. Namun tidak sedikit yang mengalami kekalahan sebelum berperang. Mirisnya kadang kala kitalah peyumbang kekalah bagi mereka. Kita yang normal ini seringkali semena-mena kepada mereka yang sesungguhnya juga punya hak yang sama di muka Bumi ini.

Fenomena Now

Orang 'normal' butuh piknik, sekolah, jalan-jalan, nongkrong, belanja dan lain sebagainya dan lain sebagainya. Bagaimana dengan para difabel? Mereka juga butuh itu semua. Kebutuhan kita sama. Sama-sama makan pecel lele, sama-sama menggunakan whatsapp, sama-sama butuh internet, sama-sama butuh tempat nongkrong, dan lain-lain dan lain-lain.

Namun sering kali kita yang 'normal' ini curang. Sering menjumpai meme perkara konblok jalan yang tidak ramah untuk tuna netra? Atau malah pernah menjumpai sendiri seorang difabel dengan kursi roda yang tidak bisa masuk ke sebuah ruangan karena jalannya berundak-undak dan tidak ada jalan untuk kursi roda? Saya pernah (sering), beruntung banyak orang baik yang dikirim untuk menolong kawan difabel ini.
Entah apa jadinya jika semua orang curang dan 'main-main' pada para difabel.

Area Publik Bagi Difabel

Sebelum-sebelumnya saya sudah mendengar adanya 'kampus ramah difabel', 'kota inklusif', dan semacamnya yang intinya; memberi kenyamanan bagi para penyandang disabilitas. Tapi ternyata dari beberapa yang saya baca, belum seluruhnya mawujud nyata seperti angan-angan.

Ada memang kampus dengan label ramah difabel, namun ternyata hanya dibagian-bagian tertentu saja. Masih ada area-area yang sulit dijangkau oleh kawan-kawan disabilitas.
Kota inklusif?

DI Yogyakarta sudah sejak lama mencoba menjadi daerah dengan kawasan inklusif aksesibel. Kultur masyarakat DI Yogyakarta yang ramah dan santun memungkinkan terciptanya lingkungan masyarakat yang juga ramah, santun, bersahabat, terbuka dan menyenangkan bagi para disabilitas.
Pemerintah DI Yogyakarta melalui 'kekuasaan' telah membuat aturan-aturan yang sedemikian untuk mengayomi semua masyarakat.

Salah satu bentuk nyata dari Yogya sebagai kota ramah difabel adalah dengan dilahirkannya ruang-ruang publik yang bisa diakses oleh siapa pun masyarakat luas.
Diskominfo bahkan menyengaja membuka co-working space yang merupakan ruang kreatifitas dengan memperhatikan kebutuhan-kebutuhan para penyandang disabilitas.

Inklusif Aksesibel

Untuk bisa menyandang 'gelar'  inklusif  aksesibel dibutuhkan banyak indikator. Co-working space diskominfo telah mengantongi indikator tersebut yaitu: adanya partisipasi difabel, adanya upaya pemenuhan hak-hak difabel, terjamin aksesibilitas dan adanya sikap inklusif dari pihak terkait (baik warga mau pun pemerintah).

Kalau saya boleh bilang, saya bersyukur dengan dibukanya ruang publik ini. Saya bisa berinteraksi dengan banyak orang bahkan tidak hanya mereka yang normal tapi juga yang berkebutuhan khusus.

Area publik memang sudah menjadi trend yang tidak bisa dihindari. Banyak anak muda yang lebih sering di luar dibanding di dalam rumah. Mereka bukan hanya keluar untuk kelayapan tapi bisa jadi belajar atau mengerjakan tugas atau meeting atau bisa jadi bekerja.
Co-working space yang ada saya kira bisa jadi satu tempat kerja baru buat anak muda. Era ini kerja kerja tidak  melulu harus di kantoran di depan bos. Sambil minum kopi di co-working space seseorang  bisa merubah nasib atau telah menjadi bos.

Para difabel dengan adanya ruang yang ramah untuk mereka pasti lebih semangat lagi untuk menjalankan aktifitas. Jangan salah, difabel juga banyak yang jadi bos-bos atau milyader. 

Harapan saya pribadi co-working space diskominfo akan selamanya  menjadi rumah nyaman dengan akses mudah, update, lapang, ruang bersama dengan perlindungan privasi. Menjadi ruang gerak untuk siapa saja.

*Tulisan ini diikutsertakan dalam kompetisi Pagelaran TIK yang diselenggarakan oleh Dinas Komunikasi dan Informasi DIY.

0 comments:

kuliner,

Disawa Pawon Suguhan Nuansa Alam

9/15/2018 08:53:00 pm Mini GK 1 Comments

Disawa Pawon


Saya bukanlah orang yang banyak syarat jika diajak cari tempat makan. Makan di mana saja tidak jadi soal. Tentang olahan makanan, lidah saya sudah teruji dan perut juga jarang menolak, kecuali makanan kelewat pedas.

Mungkin karena alasan inilah banyak teman yang tidak pernah kecewa jika mengajak saya makan di luar. Teman tak kecewa, saya pun bahagia.

Lalu timbul pertanyaan lain: bagaimana dengan teman makan, pilih-pilih atau siapa aja bisa?
Ya maunya sih memilih tapi kadang kala yang dipilih tidak ada (bukan tidak mau), bagi saya tidak jadi soal mau siapa yang menemani makan. Sendirian atau ramai-ramai saya selalu bisa makan dengan tenang.

Lain soal jika dibonusi tempat makan yang menyenangkan. Bukan hanya karena menu makanannya saja tapi juga lengkap dengan suasana alam yang barang tentu menjadi nilai lebih dari setiap tempat makan.

Ya meski diawal bilangnya tidak banyak syarat, tapi diam diam saya sering membandingkan antara tempat makan satu dengan yang lain.
Kadang dengan cukup bilang: oh ini begini, di sana begitu. Atau lebih panjang lagi mengulasnya dalam tulisan panjang atau obrolan ringan bareng teman yang juga suka makan.

Awalnya hanya obrolan biasa saja, siapa sangka lanjutannya justru diajak makan di suatu tempat yang pada akhirnya belakangan rajin saya kunjungi.

Iya belum ada sebulan saya sudah dua kali bertandang ke disawa Pawon.

Awalnya saya agak ragu sebab membayangkan lokasinya yang naudubilah jauh dari radar gua pertapaan saya selama ini.

Okey fix ini lokasi Disawa Pawon jauh, apa kira-kira yang bakal saya dapat dengan perjalanan jauh ini? Kira-kira begitu pertanyaan yang memutuskan saya untuk akhirnya bersedia berkendara jauh ke Disawa Pawon; awalnya hanya pembuktian selanjutnya adalah cerita panjang yang tak akan selesai dalam semalam.


Memangnya seberapa jauh itu Disawa Pawon?

Lokasinya berada di Sawahan Lor, Wedomartani Ngemplak Sleman. 
Sekitar 45 menit dari kota Yogyakarta. Atau kalau dari Bandara sekitar 30 menitan.
Silakan saja cek di google map.

Memang lumayan agak jauh dan masuk ke pedalaman (baca: kawasan penduduk lokal). Namun justru karena lokasinya yang cukup lumayan inilah yang membuat Disawa Pawon jadi sesuatu yang wajib masuk dalam daftar 'tempat makan nuansa Jawa yang wajib dikunjungi saat berlibur ke Jogja'.

Kenapa bisa masuk dalam daftar wajib kunjung? Jawabannya ada di postingan ini, baca sampai kelar.

Menu Menggoyang Lidah


Apa sih yang membuat kamu---iya kamu---untuk mau datang lagi atau merekomendasikan suatu tempat makan ke teman temanmu?

Kalau saya biasanya karena makanannya. Olahan makanan memang tidak bisa dipungkiri menjadi salah satu tujuan utama untuk wisata kuliner.
Bagaimana dengan suasana? Penting! Tapi suasana bukan yang utama jika dibanding dengan menu yang mampu menggoyang lidahmu sekaligus membuat mulut enggan untuk berhenti mengunyah.

Nah, Disawa Pawon ini memenuhi kriteria untuk direkomendasikan ke teman.
Saya sendiri suka dengan olahan makanan di sini.

Saya suka segala macam sayuran, begitu ketemu urap di sini, yeih maka wajib bagi saya untuk membaginya dengan teman-teman.

Lebih dari itu, olahan ikan nila dan sate lilitnya membuat saya enggak bosen meski sudah berkali-kali main ke Disawa Pawon.

Singkatnya saya tidak kecewa jalan jauh sebab semua pengorbanan lunas dengan menu yang alhamdulilah baik, mengenyangkan dan halal.

Lagi-lagi yang membuat saya berani mengulas tempat makan satu ini karena tempat makan ini dikelola langsung oleh Pak Budi (dukuh setempat) dengan rekan bisnis yang biasa disebut Bli Frengki.

Konsep yang diusung adalah pemberdayaan desa berbasis pariwisata.

Apalagi ini?
Dari obrolan saya dengan owner Disawa Pawon, dapat saya simpulkan bahwa tempat makan kental nuansa Jawa ini terungkap fakta bahwa beberapa bahan makanannya memang berasal dari petani penduduk sekitar.
Sayur-sayuran dan ikan-ikan yang dimasak semuanya diambil dari hasil panen masyarakat sekitar Disawa Pawon.

Bahkan kalau tidak salah dengar, Pak Budi ini juga ikut membidani berdirinya tambak/ kolam-kolam ikan yang berada di dusun tersebut.
Dari tangan ajaib Pak Budi banyak lahan mulai disulap jadi lahan bisnis namun tidak mengurangi keelokan nuansa alamnya, justru sebaliknya, menambah daya pikat bagi orang luar.


Saran saya jika kamu mau main ke Disawa Pawon, pesanlah sate lilit dan nila bumbu rujak/ sambel matah untuk makanan berat. Jika hanya sekedar ingin menikmati suasananya dan rileks menjauh dari kepenatan kota, pesanlah secangkir kopi luwak dan tempe mendoan.

Sensasinya luar biasa. Apalagi kalau pas cuaca bagus, kamu bakal ditemani si gagah Merapi dari kejauhan.

Suasana Alam


Seperti yang saya bilang tadi; suasana alam di sekitaran Disawa Pawon cukup membuat banyak orang rela jalan jauh dari peradaban.

Bentangan sawah-sawah yang hijau dan kelak menguning berbaur dengan desain tempat makan yang Jawa klasik.

Si Gagah Merapi juga sesekali muncul untuk menemani kalian yang beruntung.
Karena lokasinya di ketinggian jadi suasananya adem cenderung ke sejuk.
Yang biasa panas-panasan sumuk coba sekali-kali ke sini pasti akan merasakan sensasi alam nan elok.

Jangan takut kecele karena suasana di sini selalu seperti itu adanya.
Enggak heran kalau banyak wisatawan asing yang rajin juga berkunjung ke Disawa Pawon; menikmati tempe mendoan sembari mentadaburi alam nan elok permain.




Sentuhan Budaya



Agaknya kurang elok jika saya tidak menuliskan alasan lain kenapa Disawa Pawon wajib dikunjungi selain makanan dan suasananya, yaitu sentuhan budaya Jawa yang begitu kental di tempat ini.

Joglo yang dari kejauhan begitu kokoh langsung membuat jatuh hati dan bertanya: berapa rupiah untuk melahirkan mahakarya seindah ini?

Beda dengan joglo rumah makan kebanyakan yang biasanya dibiarkan bewarna alami (coklat kayu), Disawa Pawon punya konsep sendiri yaitu diberi sentuhan kuning hijau.
Saya kira hanya biar kelihatan beda saja, ternyata tidak hanya itu; memang tujuannya kelihatan beda, namun kehadiran cat ini mengandung cerita panjang.

Dengan bangunan bercat ini menunjukkan bahwa Disawa Pawon punya 'wibawa' tinggi dibanding dengan tempat makan lain.

Konon pada masanya dulu, cat bisa jadi simbol strata sosial seseorang.
Jika rakyat jelata tidak ada yang mengecat rumahnya, kaum bangsawan atau milyader pada zamannya justru mengecat rumah mereka sebagai penanda bahwa mereka 'orang berada'.
Sebab hanya orang berduit saja yang bisa membeli cat (pada zaman itu).

Ada bonus lain yang didapat jika datang ke Disawa Pawon, yaitu bisa foto-foto dengan kostum ala-ala masyarakat desa zaman dulu; yaitu dengan kebaya.

Kebaya yang ada disediakan gratis untuk pengunjung Disawa Pawon.

Saya selagi menunggu pesanan siap diantar ke meja selalu meluangkan waktu untuk berfoto ala ala.
Lagian kapan lagi bisa foto macam gadis desa dengan pemandangan desa yang benar-benar membius mata.
Lumayan buat yang suka buat kejutan heboh di feed Instagram.



Lokasi:  
Disawa Pawon
Wedomartani Ngemplak Sleman Yogyakarta
Akses 30 menitan dari Bandara atau 45 dari stasiun 

Buka:
11.00 -23.00 (setiap hari)

Harga:
mulai Rp 5.000,-

Foto oleh:
@bookpacker
Rangga

Info lanjut dan reservasi:
@disawa_pawon

1 comments: