Showing posts with label Gaya. Show all posts

Perkara Mandi Parfum Hingga Memilih Jodoh

Sebagai Gadis Anggun lajang diusia mendekati kepala tiga, rasanya banyak banget yang memandang kasihan kepada saya. Dari tatapan dan ucapan orang-orang di sekitar, bisa disimpulkan bahwa mereka menganggap keadaan saya begitu menyedihkan. Seolah saya ini makhluk yang kurang kasih dan sayang.

Tidak jarang nasehat (baik yang diucapkan secara santun mau pun terkesan menghakimi) sering datang menghampiri. Rasanya ada saja yang bisa mereka omongkan tentang saya.

Saya yang kesepian. Saya yang tidak punya teman. Saya yang introver. Saya yang sangat nelangsa. Saya yang terpuruk. Saya yang tidak bahagia. Saya yang belum bisa membahagiakan orangtua. Saya yang menua tanpa pendamping. Saya yang dibilang tidak laku. (Mendadak ingin jualan sesuatu).

Bukan hanya kaum old, mereka yang seumuran dengan saya rajin sekali bertanya. Mengorek segala macam hal. Mending kalau sekali dijawab udah, lha ini semacam kejar-kejaran.
Udah melebihi wartawan saja. Padahal wartawan yang selama ini mewawancarai saya biasa aja gak pernah tanya kapan saya bakal nikah. Ehe

Oh, baik lah. Masih banyak yang lain lagi. Saya tidak dan kadang bertanya apakan ini  ujian atau candaan yang dikirim Tuhan agar saya selalu bisa tertawa sekaligus berjuang menghadapi suara-suara dari kanan kiri?

Apa pun judulnya, saya  mencoba terbiasa dengan situasi ini. Bahkan lebih dari itu, saya mulai menikmatinya. Seolah sedang menikmati  gelato di siang nan terik.

Usia saya sudah bukan masanya usia emosian. Bukan pula usia galauan. Bagaimana nasibnya saya kalau sebentar-sebentar galauan? Padahal hampir setiap hari ada saja 'tatapan kasihan' untuk saya.

Belum lagi saya malas kalau harus muncul kerutan di wajah. Sia-sia dong rutinitas skin care dan mandi parfum yang tiap hari saya jalani. Oh tidak, saya tidak perlu mengeluarkan energi untuk menanggapi ocehan kanan kiri.


Dulu sekali memang saya sempat menargetkan diri untuk nikah di tahun 2020. Nyatanya di bulan ketiga tahun 2020 ini saya justru santai, jangankan mikirin nikah. Saya malah main-main dengan diri sendiri. Menantang diri sendiri untuk ini itu. Rasanya akan banyak hal yang kelak akan susah saya lakukan jika sudah menikah.

Lagian, di tahun ini saya kembali menjomblo dan masuk dalam barisan jomblo jomblo bahagia. Jadi pikiran untuk nikah segera tersingkir diganti dengan rencana rencana memanjakan diri sendiri. Mandi parfum, rebahan santuy, masak-masak, dan lirik sana sini. *Ampun ratjun memang

Bukan maksud abai dengan warning kepala tiga.  Saya hanya berkeyakinan kalau untuk mencintai orang lain maka pertama-tama yang harus dilakukan adalah mencintai diri sendiri dulu.

Orang-orang yang kenal saya lebih dari satu dekade akan beranggapan saya ini orangnya pemilih. Padahal sebenarnya tidak juga. Saya bukannya pemilih. Tapi saya ini sering banyak enggak cocoknya. *Apa sih kalimat ini membingungkan sekali.

Intinya, saya ini orangnya kelewat pasrah. Tidak banyak menuntut. Namun jika ada satu hal yang enggak saya suka, ambyar sudah semuanya. Kadang saya menganggap diri sendiri terlalu tega. Terlalu jahat.
Udah ketemu orang baik-baik sesuai kriteria, eh begitu tahu ada  satu saja kebiasaan yang enggak saya banget, langsung lambaikan tangan: bhay.
Semudah itu bilang 'enggak'.

Perkara Jodoh


Katanya, jodoh kita adalah cerminan dari diri kita.
Ya sudah maka saya harus mencintai diri sendiri agar pasangan saya nanti juga seorang yang juga mau mencintai dirinya sendiri.
Simpel! Atau ribet?

Orang-orang yang mencintai diri sendiri biasanya enggak akan mudah merusak diri sendiri pun menyakiti orang lain. (Mini GK 2020)

Penting tahu siapa calon kita sebelum beneran mengikat hubungan yang akan dijalani sepanjang sisa hidup ini.
Ditahap ini asli saya masih gelap abu-abu. Nyali pun masih kembang kempis. Hari ini hayuk, besoknya nanti-nanti. Emang iya ini anaknya susah keluar dari zona nyaman. Tolong jangan dicontoh!

Pernah saya ketemu orang, baik banget, tapi suatu hari saya putuskan kalau orang ini enggak cocok dengan saya usai jamuan makan malam. Why? Kenapa bisa? Saat makan malam itu saya baru tahu kalau dia suka menyisakan makanan. Ini enggak benar. Ini enggak cocok buat saya.

Saya sangat mencintai makanan, maksudnya jika ada makanan di piring maka saya akan berusaha menghabiskannya.
Saya bukan orang yang berlebihan dalam makan pun dalam belanja. Selain karena hemat juga karena ingat gimana rasanya zaman pernah kelaparan. Susahnya ampun. Maka kalau sekarang bisa makan, yuk makan dengan bijak.
Gaya hedon, big no.

Saya juga tidak cocok dengan orang yang makannya berantakan. YaLord, beneran lihat orang dewasa makan dengan berantakan itu bikin stress. Okelah kalau makan sendiri di rumah sendiri tanpa orang lain. Kalau di tempat umum? Ah, tidak. Saya tidak cocok.

Daripada saya mengerutkan kening setiap hari, mending sudahi saja yang belum terlampau jauh.
Lebih damai dan nyaman.

Bagaimana dengan perokok?
Saya tidak pernah cocok dengan asap rokok. Gak ada zamannya bisa temenan sama satu ini. So, meski setampan apa pun laki-laki di depan saya, jika dia ketahuan hobi merokok, auto mundur alon-alon.

Saya baru akan sedikit merespon jika ada orang yang gaya komunikasinya asyik. Jika ngobrol bisa meluas sampai mana-mana pula tidak suka menghakimi. Saya tidak butuh orang yang sok jenius sok pinter sok maha tahu. Tapi butuh orang yang bisa mempertanggungjawabkan apa yang sudah diucapkannya.

Katanya dari mata turun ke hati. Okelah, jujur penampilan fisik kadang masih jadi hal pertama yang saya lihat. Ya iyalah, mana bisa menilai kadar keimanan seseorang padahal baru sekali jumpa. Udah pastilah fisik yang mudah diindera.
Bukan perkara dia glowing atau tinggi menjulang bak oppa-oppa Korea atau macem Orlando Bloom. Bukan, bukan yang gituan. Meski kalaupun ada yang gituan, bolehlah.

Fisik di sini lebih ke dia yang mencerahkan mata. Yang nyenengin dipandang. Enggak butek.
Punya tampilan yang rapi. 
Saking saya sukanya sama laki-laki rapi, sampai saya juga ikut-ikutan merapikan diri sendiri dulu. Malu oe kalau ketemu laki-laki rapi tapi sebagai Gadis Anggun malah saya terlihat semrawut.
Tolong dicatat, rapi yes, bukan glamor atau penuh dengan branded.

Penting juga laki-laki itu harum. Saya akan auto males kalau ketemu sama orang yang apek (baukkk). Hidung pesek ini terlalu sensitif untuk aroma-aroma.
Wangi bukan berarti harus guyur parfum sebotol juga, yes. *Saya pernah ketemu laki yang beginian, sungguh diluar ekspektasi

Yang standar kualitas super saja. Gak bau ketek. Rajin sampoan. Pakai parfum.
Nah demi mendapat someone yang demikian, maka saya mendukung diri dengan macak demikian adanya.
Saya juga haruslah wangi.
Kadar cinta saya  pada diri sendiri akan naik saat tubuh dalam keadaan wangi harum semerbak.

Saya sampoan minimal dua hari sekali. Mandi harus, meski kadang males parah.
Iya oe, demi dapat jodoh yang wangi saya harus rela pula mandi sering-sering.

Tapi kata teman, kalau sudah masuk kamar mandi maka saya akan lama keluarnya.
Ya gimana ya, mandi itu memulainya memang susah tapi kalau sudah nyentuh air maka akan susah buat udahan.
Demi menunjang keharuman paripurna saya stok body wash yang cocok.

Vitalis Perfumed Moisturizing Body Wash adalah satu merek body wash yang harumnya cocok untuk saya. Aromanya menenangkan dan enggak norak. Bagai mandi parfum jika sudah menyentuh lembut sabunnya.
Saya koleksi tiga jenis Vitalia body wash;
1. White Glow (Skin brightening) dengan kandungan Licorice dan Susu membantu mencerahkan kulit.
2. Fresh Dazzle (Skin refreshing) dengan kandungan Jeruk Yuzu dan Teh Hijau memberikan kesegaran saat mandi dan membuat mood lebih baik.
3. Soft Beauty (Skin nourishing) dengan kandungan Alpukat dan Vitamin E membantu menutrisi kulit dan menjadikannya lembap.

Sebenarnya saya sudah lama berhenti memakai sabun pabrikan. Itu karena salah satu teman mencoba produksi sabun sendiri. Saya lihat mulai dari cari bahan dan alat (termasuk beli susu) sampai pembuatannya. Jadi saya aman pakai sabun darinya.
Kasusnya beda lagi dengan Vitalis ini. Packaging cute. Botolnya tidak yang gede banget jadi bisa dipakai kalau mau jalan-jalan. Pula bukan botol kecil banget yang mulai saya hindari.

Pilihan mencoba mandi parfum dengan Vitalis tentu saja karena aroma. Saya suka wanginya. Hidung saya mudah luluh kalau ketemu aroma yang asyik. Dan auto ngomel kalau ketemu bau tak sedap.
Saat menyentuh kulit, sabunnya begitu lembut. Ada sensasinya saat dibalurkan ke kulit lalu dipijat sebelum diusap dan dibilas.
Ya semenarik ini ritual mandi saya, wajar kalau sering lama sampai membuat teman senewen.
Gak ada ceritanya mandi kok cuma lima menit. Ya mending gak usah mandi.
Lima menit itu cuma cukup buat cuci muka sama tuang sabun doang.

Selain wangi Saya juga akan merasa cocok dengan laki-laki penyuka buku.  Saya bisa berlama-lama dekat dengan orang yang punya hobi baca dan suka dongeng. Meski suara saya tidak terlalu seksi, tapi saya suka mendongeng. Jadi akan satu rasa jika ketemu orang yang bisa mencintai dongeng.

Jadi  teman-teman yang baca postingan ini, jikalau kalian menemukan ada laki-laki lajang cerdas dengan riwayat pekerja keras, good looking dengan keharuman paripurna sedang mencari jodoh, boleh berkabar ke Gadis Anggun.
Yah, namanya usahakan suka-suka, boleh-boleh saja.

Untuk Kamu Para Pemuja Gengsi

Pameran Produk UMKM akan berlangsung sampai tanggal 6 Agustus 2019

Pernah gak sih datang ke sebuah acara  tahu-tahu ada orang lain yang pakaiannya sama persis punya kita? Mana yang sama enggak cuma satu orang, padahal gak ada dress code di acara itu.

Gimana perasaanmu? Pasti kesel banget. Apalagi kalau orang yang samaan itu enggak kita kenal.

Saya pernah di posisi ini, ekspresi pertama tentu saja nyengir sambil tolah-toleh serupa orang salah tingkah gitu. Kalau lagi sama temen, biasanya temen langsung bisik-bisik: stt, kembaran ni ye. 

Kalau yang ngajak kembaran itu gantengnya sundul langit, ya gak apa-apa, malah berasa new couple gitu, tapi kalau sebaliknya, ih tengsin dong. Mau ditaruh mana image yang sudah dibangun bahkan sejak dalam embrio?

Ya emang sih model, warna dan bentuknya bisa mirip serupa, tapi harga belum tentu. Kesel aja kalau barang yang udah kita beli mehong ternyata disamain sama mereka yang beli lebih terjangkau. Dikiranya nilai yang kita pakai jadi samaan. Hal-hal yang seperti ini akan jadi masalah bagi para pemuja branded. Barang kesayangan sudah ada bajakannya di lapak-lapak sebelah.
Tas bisa dibeli di @dzaikahandmade  || 0858 7842 4699


Seberapa besar kamu memuji barang-barang branded?


Kalau pertanyaan itu ditujukan ke saya, akan butuh waktu sekian detik untuk menjawabnya.

Saya suka segala macam bentuk keindahan namun sayangnya saya bukan 'penyembah' hal-hal branded.
Alasannya banyak, salah satunya harganya yang selangit.
Saya ini termasuk penghamba prinsip ekonomi purba; keluar dana minim dengan harapan keuntungan maksimal. Dengan kata lain, kalau gak butuh butuh banget sebisa mungkin jangan belanja. Harus tahu fungsi dan sadar isi (dompet). Selanjutnya saya ini termasuk orang yang enggak seneng kalau ada yang nyamain. Seperti yang tadi saya bilang di awal.

Lebaran kemarin  kakak saya pulang kampung, tapi dia enggak bawa perlengkapan make-up. Sebagai adik yang baik dan kebetulan sebelumnya habis dapat kiriman make-up baru dari salah satu brand lokal, maka saya inisiatif minjemin makeup ke kakak.

Saya kira kakak akan bahagia  sebab makeup yang saya sodorkan produk baru dan belum banyak di pasaran. Eh taunya, serupa menggarami lautan; perbuatan saya tidak dinilai sama sekali. Hiks.

"Ini merek apa?" tanya Kakak.
"Merek baru. Ini mereknya." Saya menyebutkan satu merek brand lokal.
"Gak terkenal. Gak mau aku. Buat kamu aja." Kakak saya menolak dengan lembut tapi cukup membuat hati saya nyeri. *Baperan saya ini 
Cakep dan tampak mahal, produksi UMKM

Adakah yang segitu fanatiknya sama merek terkenal? Lantas sejauh mana merek itu dianggap terkenal? Apakah kalau banyak yang pakai, banyak dijual di toko, atau malah sering iklan di tv?

Saya tipe yang enggak begitu peduli dengan iklan seliweran di tv, majalah atau baleho. Sejak kenal dunia influencer (meski cuma secara cangkang doang) saya semakin paham trik-trik marketing. Jadi enggak akan kagetlah jika banyak merek-merek yang dipajang sana sini. Enggak mudah juga tergiur oleh iklannya.

Saya malah lebih suka sama produk-produk yang belum banyak dikenal. Kalau memungkinkan malah yang custom buatan sendiri. Kalau istilah kerennya sih handmade gitu.
Seiring berkembangnya teknologi, banyak hal-hal yang bisa dibuat sesuai kebutuhan. Bahkan kuliner, fashion, aksesoris, make-up sampai elektronik semua bisa dicustom.

Saya bilang ini merupakan alternatif untuk penggemar gaya unik, beda dan ogah disamain yang lain. Selain bisa buat sesuatu sesuai kebutuhan, bisa juga disesuaikan dengan dana yang ada.

Ya jadinya enggak bermerek dong?

Justru itu, kita jadi bisa buat merek sendiri. Tinggal bilang aja sama pengerajinnya lalu dikasih merek kita sendiri. Dan yang pasti sih produk handmade itu dibuatnya limited edition. Bisa lebih berkelas dibanding produk merek ternama namun dibuat secara grosiran. Dan lagi, sudah pasti asli bukan KW KW atau tiruan.
Produk brand lokal lho ini, tapi tampilan import

Sering lihat orang nongkrong/ jalan, gaya-gayaan pakai barang dengan merek ini itu (merek terkenal) tapi barangnya KW emperan (bukan bermaksud merendahkan lapak emperan), perasan jadi gimana gitu.
Soalnya saya juga pernah di posisi itu, memakai barang bermerek tapi abal-abal, harganya sekian puluh lebih murah dibanding harga asli.

Ya emang gak ada yang bakal komentar macem-macem sih, misalnya ngebully karena pakai barang abal-abal, tapi rasanya jadi enggak pede gitu. Mungkin ini hanya sayanya aja karena pernah suatu hari dengar teman banding-bandingkan barang sesama temannya.

Karena mengejar barang branded dengan kualitas super itu sulit buat saya, maka alternatif ya jatuh ke barang handmade.

Kalau sudah ngomongin handmade ya udah pasti ujungnya merujuk kepada para pelaku UMKM. Barang yang mereka lahirkan udah pasti handmade. Kadang malah cuma satu kali buat sesudahnya enggak bakal buat lagi. Saya lebih merasa percaya diri dan naik kelas saat memakai barang-barang handmade dari UMKM (tanpa merek terkenal) dibanding pakai barang seolah bermerek padahal abal-abal.

Padahal pede adalah kunci dari bersosial. Sejak sering memakai barang-barang (utamanya fashion) handmade, saya merasa semakin shining. *Lebay dikit

Barang handmade itu cakep kalau dipakai buat kado atau hantaran. Saya sadar ini setelah tempo hari seorang teman ulangtahun dan dia bilang bahagia banget saat saya kasih hadiah berupa Bros hasil dari ikut kursus singkat. Katanya: aku suka banget kado yang dibuat sendiri seperti ini. jadi berapa istimewa.

Saya yang dengar dan merasa dipuji jadi melting. Meleleh seketika dan semakin semangat untuk menghasilkan karya baru (demi kepentingan memberi kesan baik, bukan untuk jualan).
De Wita Handmade  @dethawita  || 085726154507
Abang, besok beli cincin kawinnya custom aja di Mbak Wita, bisa rikues kita sesuai kebutuhan.

@dethawita yang berlokasi di Joglo Tanjung juga memproduksi aksesori dari bahan clay. Apa itu clay? Clay adalah bahan aksesori yang dibuat dari tepung.
Tepung untuk dibuat perhiasan? Sungguh tidak sampai imajinasi saya.
Aksesoris ini bahan dasarnya tepung

Kemarin saat sedang cari-cari referensi kado, saya nyasar dengan sengaja ke halaman Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta. Emang sudah dengar sih kalau di sini lagi ada acara #harnasUMKM, makanya sengaja mampir untuk cuci mata.
Niat saya yang enggak tinggi itu berbuah manis. Enggak seperti pameran-pameran lainnya, pameran kali ini lebih meriah, lebih banyak stand, lebih banyak barang, lebih luas, lebih lama acaranya dan yang pasti lebih bisa menguras isi dompet. lebih banyak juga yang bisa dicicipi

Kalau biasanya saya hanya membatasi diri buat jajan makanan saja atau fashion saja, kemarin khilaf ingin baju, ya ingin makan, ya ingin aksesoris, untungnya bisa ngerem untuk enggak tergoda tas dan sepatu. Tergoda sih tapi siasat hemat dengan cara tidak banyak bawa uang cash ternyata cukup berhasil untuk memantapkan diri membeli yang sesuai kebutuhan bukan sesuai keinginan mata.

Produk UMKM enggak kalah dengan barang branded

Elegan dan memukau, tampak mahal

Bagi yang ngikutin Instagram atau status saya pasti tahu kalau saya ini tergila-gila pada tenun Nusantara. Pokoknya yang berbau tenun selalu meluluhkan. Maka begitu jumpa dengan stand yang nge-display sepatu kulit dengan sentuhan tenun, saya langsung belok dan malas beranjak.

Saya jongkok lama pegang sepatu-sepatu itu, enggak semua hanya beberapa yang sungguh menarik. Mbak-mbak yang jaga stand sampai gak tega gitu lihat kegilaan saya, maka diizinkanlah saya untuk mencoba sepatu dan tas yang ada.

Siapa aja yang ngelihat barang-barang itu pasti akan langsung berujar "mahal" atau kata selanjutnya "impor dari mana?", yaelah padahal itu ya bikinan ibukibuk UKMK sekitar Jogja aja.

Kadang otak kita emang sudah kedistrak dan kedikte bahwa barang-barang bagus dan keren itu pasti mahal karena produk impor. Ingin sekali mencuci otak yang sudah kena radiasi macem ini. Belum apa-apa sudah membuat label sendiri.

Kalau misal hasil UMKM itu mahal, ya wajar sih karena melalui yang namanya proses dan pemilijan barang. Tapi semahal-mahalnya hasil karya UMKM, saya kok masih percaya lebih murah dibanding barang branded asli. Harusnya pemikiran dibenerin dulu, karya UMKM itu enggak mahal tapi kamunya aja yang enggak sanggup beli.

Macem saya yang akhirnya enggak beli sepatu kulit sapi balut tenun karena memang belum butuh.

Produk UMKM Bisa Menaikkan Gengsi

2020 sudah di depan mata dan kamu masih enggak paham kalau manusia itu punya gengsi gede banget.

Pernah gak ngalamin seperti ini:
ngajak makan temen tapi dianya rempong dengan bilang, "ih jangan makan di sana, aku gak biasa makan di tempat seperti itu" atau jawab dengan begini, "di sana enak tapi mahal", atau yang seperti ini, "boleh deh di sana, tapi bayarin ya".
Pernah? Pasti.

Gimana perasaanmu? Kesel? Pasti dong. Kerempongan macem ini adalah bentuk dari menjaga gengsi namun dengan cara membuat kesal teman-temannya.
Kalau saya ketemu orang seperti ini biasanya akan langsung senewen. Ujungnya besok-besok udah males lagi jalan sama dia. Mending jajan, cari makan sendiri yang sesuai gengsi sendiri daripada nurutin gengsi orang lain.
Buat kamu pecinta pedes

Kalau kamu ada teman diajak jajan di pameran UMKM, enggak mau, alesannya kurang percaya kehigienisan dan kehalalan makanan yang disajikan, suruh temanmu itu bertelur saja.

Hari gini masih gak paham juga sehebat dan bagaimana perkembangan UMKM? Pasti orang-orang yang seperti ini pikniknya kurang jauh, pasti enggak ngerti kalau di dunia ini ada yang namanya Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta. Baiknya orang macem ini emang disuruh cuci kaki dan bobo cepet daripada kelayapan menuh-menuhin jalanan.

Sepanjang saya kenal para pelaku UMKM, enggak pernah saya njuk jatuh pingsan habis makan jajan mereka. Malahan saya jadi terinspirasi dari mereka. Ya gimana enggak, sama-sama berbahan dasar kentang; kalau saya cuma bisa mengolah jadi masakan itu itu saja, ditangan UMKM kentang bisa jadi komoditas jualan mahal. Mereka terlalu kreatif.
Contoh kemasan yang belum bisa masuk stand bandara

Higienis dan Halal

Untuk masalah higienis dan kehalalan, UMKM sudah paham pakemnya. Mereka bahkan lebih tahu dibanding kamu, bagaimana cara mengurus surat izin usaha juga syarat mendapat label halal. Jadi ketika kemarin temen sok-sokan bilang:  "Min, kok kamu makan ini sih? Ini kan dari (sebut nama bahan gak halal)" saat itu juga saya jawab: hello, ini lho label halal gede (nunjuk kemasan) dan ini lho hasil karya teman-teman IPEMI, ikatan pengusaha muslimah Indonesia, muslimah cuint, udah pasti halal dong". Temen saya melengos gagal ngerjain saya.

Selain itu, produk UMKM sekarang juga memperhatikan packaging. Dan saya baru tahu kalau ternyata untuk kemasan makanan (kuliner)  yang full plastik (makanannya terlihat jelas) tidak bisa masuk bandara atau sektor ekspor. Jika ingin ikut dijual di bandara (dinas koperasi UMKM punya stand di bandara) maka harus memakai kemasan yang tertutup.
Contoh kemasan yang bisa masuk stand di bandara

Nenteng jajanan dari produksi UMKM itu enggak akan menjatuhkan harga dirimu justru sebaliknya akan meningkatkan citra dan gengsimu di mata rekan-rekan barumu. Kalau gak percaya ya silakan buktikan sendiri.

Saya sih udah pernah; bawa oleh-oleh hasil dari UMKM, udahannya pada tertarik untuk titip dibeliin (dipaketkan).

Daftar jajan


Tentang Rasa Dari Mata Turun Ke Hati

Kadang kala pembeli itu menjelma serupa seorang yang sedang jatuh cinta, mula-mula ia akan tertarik pada tampilan (fisik) selanjutnya baru kerasa di dada (hati).
Bermula dari tatapan hangat penuh pesona selanjutnya jatuh hati.

Selanjutnya, biarkan rasa bekerja dengan semestinya. Apakah akan bertahan atau cukup hanya singgah sesaat.

Pembeli adalah raja, benar, selain mendapat pelayanan istimewa seorang raja juga pastilah kaya; yang otomatis gampang untuk mengeluarkan uang demi kepentingannya.

Lantas bagaimana dengan pedagang (penjual)?
Tenang, sebab penjual adalah 'tuhan' sang pencipta.
raja tanpa 'tuhan' maka tiada arti.


Tempo hari seorang kawan berkeluh kesah kepada saya. Sebagai kawan baik, saya sok-sokan menyediakan telinga, sebab kadang kala yang orang butuhkan itu pendengar yang baik, bukan penceramah ulung yang sedikit-sedikit mengharamkan sesuatu. #eh

Ceritanya kawan saya itu lagi dalam tahap ingin mendalami dunia UMKM, ia ingin membuat bisnis dengan merek yang sudah dia godok jauh-jauh hari sebelum produknya launching.

Kawan tersebut berencana produksi sabun mandi berbahan alami (dengan misi ingin membantu menyelamatkan bumi). Cerita sampai di sini cukup membuat saya tertarik; tidak lagi telinga yang saya sodorkan tapi juga tangan dan hati (maksudnya tangan kosong yang siap jika dibutuhkan tenaganya, hati tulus yang selalu akan mendoakan tiap usahanya). Simpel.

Masalah muncul, sebenarnya bukan masalah tapi hanya sedikit kendala yang kami (saya dan kawan) belum pasti yakin kunci mana yang akan menjadi solusi, yaitu tentang pengemasan alias packaging.

"Bisa bantuin gak mikirin pengemasannya?" tanya kawan.
"Emang konsep kamu mau gimana?" tidak menjawab saya justru melempar tanya balik.
"Yang ramah lingkungan. Pokoknya sebisa mungkin minim plastik."
"Udah ada gambaran?"
"Rencana mau aku buat macem besek-besek dari bambu itu. Cuma belum tahu di mana nyari pengerajin bambu yang cocok kantong."

Saya diam sejenak. Bukan mikirin pengerajin bambu di Muntok tapi sedang mengingat dimana kiranya pernah dengar tentang pelatihan packaging.

Main-main di Instagram dan saya langsung ingat dengan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta yang sering menjadi mitra baik para pelaku UMKM.

"Coba kamu buka Instagram @plutjogja, di situ tuh gudangnya para pelaku UMKM berlatih banyak hal. Kantornya dekat sama tempatmu. Ntar aku anterin kalau kamu mau. Gabung juga dong di Womenwill sama Gapura Digital. Biar upgrade dan enggak galau saat nanti udah beneran terjun ke UMKM."
Singkatnya habis ngobrol itu, kawan sedikit tercerahkan dan sebentar-sebentar browsing cari alternatif pengemasan yang cocok untuk sabunnya.

Saya bilang kepadanya: pembeli itu mula-mula akan tertarik pada kemasan, kalau kemasannya enggak meyakinkan, ya udah jelas enggak dilirik. gak perlu meriah, simpel tapi mengena.

Bagian mengena itu padahal sulit sekali. Itu cuma bisa-bisanya saya untuk membuat semangat kawan semakin membara.

Seperti yang saya bilang, pembeli adalah raja. Sementara raja seringkali banyak ribetnya dan pasti suka sesuatu yang WOW.
Salah satu cara agar terlihat WOW tentu saja dengan memuaskan indera penglihatan.

Dua merek dengan produk dan kualitas sama; yang satu pengemasannya asal-asalan, yang satu pengemasannya menarik. Pilih mana? Pilih yang menarik pasti.

Maka kepada kawan itu saya sarankan  untuk belajar pengemasan selain tentu saja tanpa mengurangi asas manfaat dan fungsi dari produknya sendiri.

Saya kira hampir semua UMKM sudah paham tentang teknik pengemasan ini. Mungkin yang belum itu disebabkan karena kurangnya pengetahuan saja. Mungkin sesekali perlu tuh main ke Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta biar banyak mendapat pencerahan.

Belum sempat saya ajak kawan pergi ke kantor PLUT, saya justru main-main ke pameran gelar produk UKM di Pendopo Gabusan Bantul. Tadinya mau ngajak itu kawan, sayang dia lagi sibuk cari susu kambing untuk produk sabunnya. Ya sudah saya main sendiri jadinya.

Tempatnya emang lumayan jauh dari tempat tinggal saya (Gunungkidul). Cuaca juga agak-agak galau bikin niat maju mundur, untungnya enggak sampai kendur.

Saya sampai di Pendopo Gabusan dengan wajah linglung. Why? Soalnya kaget, banyak banget orang yang datang. Saya sampai bingung parkir.
Ternyata di lokasi acara pameran itu ada hiburan jatilan. Ya Tuhan pantas banyak banget manusianya.
Itu beberapa stand UMKM ketutupan penonton. Kalau enggak jalan maju, mungkin pengunjung enggak akan tahu kalau ada stand fashion di dalam pendopo.

Saya masuk ke dalam pendopo, dan hai, seneng banget langsung disambut dengan manekin manekin yang digantungkan. Manekin manekin itu dililit shibori, ecoprint dan batik tulis. Manis-manis, ingin punya; kainnya.

Saya muter macem gasing, seperti kebiasaan pantang belanja sebelum kelar muteri arena. Untung arenanya cuma kecil jadi bisa langsung menentukan pilihan.

UKM dan packaging

Pembeli ibarat orang jatuh cinta: mula-mula memandang dengan mata selanjutnya merasakan dengan hati.
Maka terjadilah, mata saya kepincut pada ecoprint dari MULFA ECOPRINT.
MULFA ECOPRINT
Mbak Ulfa yang jaga stand baik banget. Ya seperti yang orang ketahui saya ini cerewet dan cukup antusias kalau sudah ketemu ecoprint. Maka Mbak Ulfa adalah salah satu orang yang cukup sabar menjawab pertanyaan saya.

"Kami hanya memakai bahan alam, Mbak. Kami juga enggak menyisakan bahan sama sekali. Bahkan daun-daun kering pun kami manfaatkan." Mbak Ulfa mulai berorasi, saya mulai berbinar-binar ingin tahu lanjutannya.

Lantas mata saya jatuh kepada daun-daun, benang, palu dan aneka cuilan kayu dalam wadah yang sekilas mengingat pada  ritual sesaji.
Seakan mengerti kegalauan saya, Mbak Ulfa lanjut bercerita, "tenang, itu bukan sesaji."
Karena Mbak Ulfa senyum, ya saya ikut nyengir.
Uborampe ecoprint

"Itu bahan-bahan yang dipakai untuk membuat ecoprint."
"Oh iya, iya. Saya ingat."  Macem orang gak pernah ngerti ecoprint aja, masak kaya gitu aja gumun, batin saya.
"Kalau kayu-kayu itu, itu yang digunakan untuk pewarna alami."
Mbak Ulfa menjelaskan beberapa kayu yang berfungsi untuk membuat warna kuning, oranye dan coklat. Saya lupa apa nama kayunya, yang jelas saya sempat menciumnya, seolah menemukan harta Karun di dasar samudra.

Mbak Ulfa juga menjelaskan tentang daun-daun yang dipakai untuk ecoprint. Dan ke-norak-an saya kambuh mana kala dengar kabar bahwa daun jati itu biasanya beli lima puluh ribu perkilo, sementara daun Lanang harganya lima puluh ribu persetengah kilo.

Suweerr saya melongo, ingin rasanya saat itu juga panen jati di kebun Bapak dan menjualnya ke Mbak Ulfa. Sayang, tidak semudah itu. Sebab mereka para UMKM biasanya sudah punya jaringan; saling gendong gandeng (istilah ini baru saya dengar hari sebelumnya dari Ibu Dinas Koperasi UKM).

Dari semua stand ecoprint yang saya lihat, baru di MULFA ECOPRINT saya menemukan packaging yang menarik. Kain-kain yang dijual akan ditaruh dalam kotak wadah semacam kado. Cantik dan elegan. Dan saya yakin, pengemasan yang seperti ini membuat barang di tempat ini memiliki harga jual lebih dibanding stand yang lain.
Cantik, jadi ingin unboxing divideoin
Setidaknya begitu yang pernah saya dengar: tambahan pernak pernik meski cuma sedikit bisa membuat produk jadi memiliki nilai jual lebih tinggi bahkan bisa dua kali lipat. itulah kenapa para pelaku UMKM harus kreatif dan menangkap peluang.

Saya mengakhiri obrolan dengan Mbak Ulfa dengan cara bertukar nomer ponsel. Untuk apa? Saya berencana mengajak komunitas untuk ikut pelatihan yang diampu oleh Mbak Ulfa.
Mbak Ulfa punya 'ruang kerja' di Gedung Pyramid yang bisa sewaktu-waktu didatangi jika ingin diajarin kelas ecoprint. Harganya cukup terjangkau. Aman deh. Yang mau kontaknya, bisa komentar di bawah, yes. Ntar saya bagi.

UKM dan Inovasi Baru

Jatilannya belum kelar saat saya selesai ngobrolin ecoprint. Karena saya belum sarapan, kecuali minum segelas susu, saya langsung menuju ke stand kuliner.

Tidak seperti prinsip awal: muter dulu baru jajan, saya langsung main jajan saja saat ketemu penjual keripik jamur.
Jamur crispy dan bakso jamur
Eh sebelumnya nyobain dulu ding, nyobainnya pakai banyak. Saya ngicip keripik jamurnya, tahu-tahu ibu sebelahnya nawarin bakpia pisang, sebelahnya nawarin Pai, ada juga yang jual bawang goreng. BAWANG GORENG my love. Seneng banget ketemu bawang goreng di pameran kali ini secara dulu kalau mau bawang goreng ingatnya ya Palu, Sulawesi. (sayang gak sempat foto-foto itu bawang goreng).

Saya tetap pada pilihan pertama keripik jamur crispy dari Rahma Snack (member koperasi jamur merekah)

Lagi-lagi yang membuat saya tertarik adalah kemasannya yang rapi dan kalau misal ditenteng atau buat oleh-oleh itu cakep bentukannya.
Baru setelahnya mencicipi dan cocok dengan lidah. Jadilah beli.

Ibuknya sedang enggak sibuk, jadi saya ngobrol panjang sama beliau. Apalagi saat saya tahu kalau risoles dan pepes di depan saya juga isinya jamur.
Gak perlu jauh kalau mau "pesta" jamur. Ibuknya bisa menyediakan.
Pepes jamur

"Pepesnya jamurnya juga,  Mbak. Risolesnya juga isi jamur. Mau coba?"
Tentu saja saya menolak. Masak iya semua saya cobain. Kan nanti jadi enak, jadi ketagihan. Eh.

"Memang harganya berapa, Bu?" akhirnya terlontar kata sakti. Gak enak kalau makan gratis.
"Pepesnya empat ribu. Risolesnya seribu lima ratus."
Otak saya langsung berputar, jadi misal mau rapat-rapat komunitas bisa nih ambil dari ibuk. Menarik lho, apalagi buat yang enggak makan daging.
Risol jamur
Hai bukan hanya itu, ibuk juga menawarkan bakso bakso yang dijualnya. Bakso itu sama, bakso jamur.

Nah lho, setelah sebelumnya kenal bakso Kelor sekarang kenal bakso jamur. Emang UMKM itu juaranya berinovasi. Pantas bapak dari kemenhum yang ngurusin HKI memuji para UMKM yang selalu update dan upgrade varian baru dalam karya-karyanya.

"Buat bakso daging lebih mudah dibanding bakso jamur, Mbak." Ibuk menjelaskan saat saya pilih-pilih bakso yang bakal jadi oleh-oleh orang rumah.
"Ini dimakan pakai apa, Bu?" tanya saya takut gak bisa bumbuin.
"Itu sudah dibumbuin, Mbak. Enggak pakai pengawet. Bisa langsung dimakan, atau kalau mau bisa dibuatkan kuah bakso biasa atau disup."

Wahh ya mau dong ya. Dan beberapa jam dari situ baksonya sampai rumah langsung laris dimakan bapak sama mamak.

UKM dan HKI (kekayaan intelektual)

Masih di stand kuliner saya ketemu lagi dengan olahan jamur. Bedanya, yang tadi jamur crispy dan segala olahan jamur, nah yang ini adanya kripik jamur tiram dengan aneka rasa.

Pernah ngerasain jajanan kriuk rasa jagung atau balado? Nah ini, Kripik jamur tiram merek YAHOOD milik Buk Wirdah Hidayati punya rasa yang seperti itu: balado, jagung dan original.
Jamur rasa jagung, bayangin aja sendiri.

Tadinya saya engga tahu kalau ada varian rasa seperti itu. Yang membuat saya tertarik untuk mendekat ya karena kemasannya kekinian banget. Desainnya anak muda sekali. Kalau misal di bandara atau stasiun bawa jajanan ini tuh dilihatnya berkelas gitu.
Bener kalau packaging itu bisa menaikkan kelas. Gak heran orang-orang juga pakai makeup untuk tampil lebih wow.

Meski pamerannya di Bantul, ternyata YAHOOD asalnya dari Moyudan, Sleman. Lumayan nyeberang lautan manusia macem saya dari Gunungkidul; jauh itu tuh.
Tapi kalau produknya bisa dicari di beberapa toko oleh-oleh dan juga ada di bandara, stand khusus UKM. Besok kalau mau terbang, bolehlah belanja di sini.

Mbah Wirdah pencerita yang baik. Sambil saya ngemil keripik jamur, saya mendengarkan cerita beliau dalam hal ini tentang bisnis keripik jamur.
Pesan bisa ke sini 085743879110

Untuk jamur yang dipakai ini asalnya dari rumah sendiri. Mbak Wirdah membudidayakan jamur. Katanya jamur itu mudah dipelihara, panennya juga setiap hari. Asal perawatan/ treatment yang dipakai sudah benar, jamur akan terus menghasilkan.

"Kalau nyiramnya gimana, mbak?" tanya karena penasaran.
"Pakai semprotan, Mbak. Saya punya alatnya."
Mbak Wirdah lalu menunjukkan video di ponselnya.

Saya bisa melihat suasana tempat budidaya jamur dan cara peliharaannya. Videonya cukup lengkap meski tidak panjang.

"Alatnya semacam ini. Ini buatan sendiri. Anak saya yang membuatnya. Ini bisa dikontrol dari jauh. Jadi kalau pun saya di sini, saya bisa nyiram dengan pencet tombol di hape. Asal koneksi internet aman, proses siram-siram juga bisa."

Widih keren sekali, anaknya pinter dan kreatif. Mbak Wirda butuh calon mantu?

"Bagus. Videonya udah ada di YouTube, kah? Mau lihat."
"Belum, Mbak." Mbak Wirda tersenyum. "Kebetulan belum kami upload karena ini rahasia dapur kami. Nanti saja kalau sudah punya sertifikat hak kekayaan intelektual."
"Iya Mbak benar. Nanti kalau diklaim yang lain malah sayang."

Widih. Hari sebelumnya saya sempat ikut acara yang bahas HKI, eh di sini ketemu pelaku UKM yang juga sudah sangat melek dan peduli dengan HKI.
Saya semakin yakin kalau UKM ini akan terus jadi penjaga gawang perekonomian suatu negara. Faktanya ketika krisis ekonomi, UKM tidak terlalu goyah. Masih bisa berdiri kokoh.

Ah sungguh beruntung ketemu dengan para pelaku UKM yang sudah teruji semacam ini.
Ingin banget ngajak kawan yang galauan itu untuk menghadiri acara-acara semacam ini. Sayang, dia terlalu sibuk.




Cinlok Yuk!


:
Ada dua insan manusia. Laki-laki dan perempuan. Keduanya tidak saling kenal dan keduanya sama sama suka buku. Lalu mereka masuk klub perbukuan. Saling ketemu saling tukar cerita dan akhirnya memutuskan untuk saling menjaga dengan melalui acara ijab qobul.

Dua insan yang lain. Sama sama ngeblog. Awalnya hanya dunia Maya, lalu sama-sama masuk komunitas blog. Saling akrab dan selanjutnya berakhir dengan saling menyatakan dan menerima cinta. Ijab qobul digelar.

Laki-laki dan perempuan, dua manusia yang sama sama lari ke jalur fiksi karena ingin merasakan banyak sensasi jadi pencipta. Mereka saling koment didalam forum, lalu memutuskan untuk intens saling memberi kritik dan masukan. Karya-karya lahir berbarengan dengan rasa sayang diantara keduanya. Pada akhirnya, ijab qobul adalah awal baru dalam perjalanan mereka.

Tidak ada yang sia-sia dalam sebuah perjumpaan. Bisa jadi di situlah kamu bertemu dengan dia yang selalu dalam doamu.
Perjumpaan kerap kali juga menjadi solusi dari segala kerepotan yang sedang kita hadapi. Dengan jumpa seseorang sering kali kita tersenyum atau terpaksa tersenyum padahal sebelumnya bunek dengan segala urusan.

Perjumpaan bagi sebagian orang adalah catatan bahagia yang selalu dirindu dan dinanti.

Lalu bagaimana dengan perjumpaan yang berakhir ricuh?
Ya ada. Selalu ada yang begini.
Ricuh karena salah paham. Ricuh karena kurang komunikasi. Ricuh kerap tidak bisa dihindari tapi yakinlah ricuh sejatinya menguatkan kita, apakah kita move-on ke jalur dewasa atau mau tetap dalam posisi anak kemarin sore.

Ada jumpa ada pisah.
Ada suka ada duka.
Sebuah hubungan bisa bergoyang dengan mudah jika tanpa dibarengi dengan ikatan kepercayaan yang kuat.

Pada suatu masa, dua insan manusia saling jatuh cinta, merasa dan berusaha untuk saling menjaga. Lalu yang satu harus terbang jauh, yang satunya terdiam untuk menunggu.
Waktu dan jarak memisahkan. Tidak ada gunting ajaib yang mampu memotong jarak itu.
Rindu terus tumbuh dan masing-masing saling menyadari tidak bisa untuk tidak memimpikan.
Satu-satunya yang bisa mereka lakukan untuk menyembuhkan satu dan lain hanyalah doa.

Apalagi yang bisa dipersembahkan oleh dua orang saling cinta yang dipisahkan jarak dan waktu?

Ada Rumah Belanja Harga Keluarga

Ada Buti

Perempuan selalu identik dengan dunia makeup dan fashion. Tidak semua memang, tapi sebagian besar begitu. Kalau masih tidak percaya baik saya ralat, maksudnya saya. Saya hidup dengan tidak mengesampingkan perkembangan dunia fashion dan make up. Ya meski tidak selalu harus terlibat di dalamnya, cukup tahu saja.

Maka ketika teman mengajak saya untuk datang ke launcing store baru di JCM, saya begitu semangat dan langsung mengiyakan.

Ada, begitu nama store itu. Merupakan rumah fashion bagi mereka yang hobi berbelanja baju. 
Ada, saya sering mendengar nama ini namun belum pernah belanja di sana. Konon Ada ini satu atap dengan Buti. Well, untuk Buti saya cukup familiar, setidaknya pernah ke sana nganter temen dan akhirnya malah kecantol.

Ada JCM yang diresmikan tanggal 21 Oktober 2017 lalu merupakan store ke-3 di Yogyakarta. Setelah sebelumnya ada di Hartono mal dan Lippo Plaza Jogja.

Tentang Ada

Ada store Jogja City Mal nerupakan store ke-75 dari seluruh store yang ada di Indonesia. Sangat membanggakan bagi dunia fashion, terlebih selama ini Ada dan Buti selalu memberdayakan produk lokal Indonesia.

Dunia fashion Indonesia juga cukup berkembang pesat. Ada menangkap peluang itu untuk terus bersama-sama menjaga geliat sekaligus mempertahankan produk lokal.
Meski lokal, namun kualitas tetap terjamin dan juara.

Ada lahir dari atusiasme masyarakat yang selalu ingin tampil trandi namun tidak perlu keluarga biaya banyak.
Dalam pertumbuhannya Ada dan Buti store selalu berusaha untuk lebih dekat dengan kepuasan pelanggan. Ada store menyediakan pakaian baik untuk perempuan mau pun laki-laki. Antara lain jumpsuit, knitwear, shirt, t'shirt, bluse, short, trouser, tank top, cardigan, jeans, sepatu, tas dan lain lain.

Saya pernah mengajak kawan (laki-laki) ke Ada store dan dia kalap karena banyak baju yang ia inginkan ada di sini. Dengan kisaran harga yang lumayan pula. Sebab hampir semua harganya terjangkau, kisaran 60ribuan sampai 300ribuan. Belum lagi kalau ada promo diskon bisa sampai 70%.

Besok-besok saya akan sering ke JCM untuk mengecek diskon. Lumayanlah.


Ada Fashion

Kemarin saat datang ke ADA JCM, saya terhibur dengan penampilan fashion show dan flashmob dancer.

Saya datang lebih terakhir dibanding teman-teman yang sejak siang sudah memenuhi area Ada. saya kira, saya akan sendirian di Ada, nyatanya sampai larut malam juga masih pada gentayangan mencari baju-baju berkulitas hargaa keluarga.

Saya bahkan ketemu kawan lawas banget di Ada. Sesuatu yang membuat saya serasa pulang ke rumah.


Aneka Perawatan Naavagreen Natural Facial



Naavagreen Natural Facial

“Minum air putih cukup?”
“Cukup.”
“Asupan sayuran?”
“Lumayan cukup, Dok.”
“Pasti sering tidur malam?”
“Ya begitulah, Dok.” (Dokter kok tahu?)

Dokter kulit yang saya temui di salah satu ruang konsultasi di klinik Naavagreen sedang mencatat hasil penerawangan kesehatan kulit saya. Percakapan ringan itu terus berlanjut hingga beberapa menit kemudian. Dokter yang baik, ramah dan lumayan sering memberi senyum itu lalu kembali berucap, “Kalau penulis mesti begadang sampai malam-malam, ya?”

Dengan malu-malu saya menjawab, “Ya lumayan, Dok. Tapi saya baru-baru ini aja tidur malam. Dulu-dulu sore aja sudah tidur.”

Setelah obrolan bersahabat itu, dokter memberi saya pilihan mau sekedar facial atau perawatan dengan krim Naavagreen atau sekalian dua-duanya. Karena disuruh memilih diantara tiga pilihan, maka dengan berat hati saya memilih facial saja untuk sementara. #halah


Tentang treatment Naavagreen

Kalau dibilang perdana, iya, ini memang kunjungan pertama saya ke Naavagreen. Namun begitu, sejujurnya saya sudah kenal klinik ini jauh sebelum hari ini. Tepatnya karena seorang kakak tamvan ada di klinik ini. ;)

Sabtu kemarin saya berkunjung ke Naavagreen daerah Kota Baru. Saya datang sedikit lebih pagi dibanding pengunjung yang lain. Baru ada beberapa orang yang antri nunggu beli krim. Saya ikut antri nunggu giliran dipanggil. Karena datang lebih awal maka saya tidak perlu antri panjang. Pelayanan yang diberikan cepat dan ramah. Ini yang selalu saya suka.

Enaknya datang lebih awal adalah tidak perlu antri panjang, karena siangan sedikit sudah pasti banyak saingan. Dulu saya hanya melihat parkiran penuh, sekarang saya tahu bahwa di dalam pun tidak kalah sesak. Untuk banyak bangku-bangku empuk yang bisa dipakai senderan. Ada bapak-bapak yang sampai terlelap nunggu istrinya facial.

Sebagian teman saya masih merasa takut untuk melakukan perawatan wajah, entah itu facial atau penggunaan krim. Konon alasan mereka facial bisa menipiskan kulit. Yang ini saya tidak tahu pasti kebenarannya, yang jelas emang sesudah facial biasanya kulit akan terasa lebih tipis, ya itu kan karena efek komedo dan kotoran yang nempel di kulit wajah dicerabut paksa.

Saya tidak pernah keberatan dengan facial. Apalagi facial di Naavagreen. Mbak-mbaknya asyik diajak ngobrol. Bahkan memberi saran agar/ tidak begini begitu.
Intinya saya puas dengan treatment yang Naavagreen berikan.

Saya juga baru tahu jika di Naavagreen itu ada beberapa perawatan facial. Ini baru saya tahu ketika membaca katalog yang tersedia di dekat pendaftaran/ kasir.
Berikut perawatan kulit berupa facial yang bisa diambil di Naavagreen (sebagian saya cuplik dari katalog) :
1.      Naavagreen Natural Skin Facial
2.      Naavagreen Natural Skin Facial for Acne
Ini yang kemarin saya pilih. Facial yang berfungsi mengangkat komedo, jerawat, sel kulit mati dan mengurangi kadar minyak di wajah.
Wajah saya sih enggak berminyak, hanya saja banyak komedo. Jadi ketika ditawarin facial jenis ini ya saya langsung okey.
3.      Naavagreen Natural Skin Facial for Anti Aging
Konon ini fungsinya untuk mengencangkan kulit dan menunda penuaan dini.
4.      Naavagreen Natural Skin Facial for Brightening
Facial yang fungsinya untuk mencerahkan kulit. Tapi ya perlu diingat, enggak sekali facial ujug-ujug kulitnya berkilau bagai mutiara.
5.      Naavagreen Natural Skin Facial for Sensitive Skin
Yang ini untuk menjaga kelembaban kulit dan mengurangi reaksi sensitif.

Besok-besok saya akan coba facial lagi di Naavagreen. Katanya jeda waktu yang bagus untuk facial itu antara dua mingguan. Bolehlah dicoba lagi.

Jam Operasional 

Selain facial wajah juga ada peeling. Hampir sama, namun untuk peeling lebih keperemanjaan kulit. Mengelupas sel kulit mati biar wajah tidak kusam. Untuk peeling sendiri harganya di atas facial. Lebih mahal dan hasilnya juga lebih kelihatan.
Fungsi dari peeling itu sendiri (saya ambil dari brosur dan hasil ngobrol sama pihak Naavagreen, iya gaes, enak lho bisa konsultasi langsung) antara lain:
1.      Mengangkat sel kulit mati. Wajah jadi nggak kusem.
2.      Mengurangi keriput. (Mungkin cocok buat emak saya di rumah)
3.      Membuat tampilan kulit lebih halus
4.      Mengurangi pigmentasi
5.      Merangsang pembentukan collagen (untuk yang ini saya belum tanya lebih lanjut soalnya waktu terbatas. Lain kali deh boleh diagendakan nodong konsultasi lagi)

Tentang Red and Bio Light Therapy

Waktu itu saya datang ke Naavagreen bareng temen-temen. Salah satu temen disarankan untuk ikut terapi laser ini. Saya nggak paham itu semacam gimana, yang pasti dijelaskan bahwa sinar laser ini berfungsi untuk membasmi jerawat dan bakteri penyebab jerawat.
“Baiknya terapi ini dilakukan jarak berapa lama?” penasaran saya bertanya di sesi konsul.
“Kalau untuk laser ini justru boleh disarankan sering-sering. Kalau facial jaraknya mungkin dua minggu kalau sinar laser ini bisa dua hari sekali.”
“Untuk harganya sendiri?”
Uwang, gaes, pertanyaan wajib.
“Jika facial biasa mulai 40 ribu, maka bio light therapy dibandrol mulai 85.”

Sewaktu di ruang facial, saya banyak ngobrol sama Mbak Ica (semoga saya tidak salah sebut nama mbak yang sudah merawat wajah saya), beliau bilang jika di Naavagreen ada juga semacam laser CO2. Itu laser yang digunakan khusus untuk membakar daging kecil yang tumbuh di kulit. Konon yang mau menghilangkan tahi lalat juga bisa menggunakan laser ini.
“Nggak sakit?” Iya saya bertanya dengan rasa nyeri yang sangat.
“Enggak.” Mbaknya ketawa. “Kan daging yang mau dimusnahkan itu daging enggak berguna dan cara memusnahkannya dengan bantuan krim jadi nggak akan kerasa.”
“Ooo...” Asli norak saya keluar.

suasana halaman depan klinik Naavagreen

Facial, aman nggak sih?

Habis facial muka saya merah-merah, wajar sih soalnya pembersihan komedo. Tapi enggak lama kok, besoknya juga sudah balik lagi. Mungkin tergantung kulit juga. Kebetulan kulit wajahku enggak bandel amet.
Hari berikutnya usai facial saya mendatangi nikahan temen. Di sana ketemu temen-temen yang lain. Lalu terjadilah pembahasan mengenai saya yang baru pertama ke Naavagreen. Beberapa temen masih seperti kemarin, bilang kalau enggak mau facial karena takut.
Maka saya jelaskan saya bahwa facial itu hanyalah semacam perawatan wajah. Semacam cuci sekaligus pemijatan di wajah. Menurut saya sendiri facial di Naavagreen cukup aman; selain karena ruangan yang bersih nyaman juga didukung oleh pekerja yang berkompeten dan teliti.
Jika mau ini saya kasih tips sedikit untuk memilih tempat facial:
1.      Pilih tempat yang sudah biasa ramai pengunjung/ kondang, naavagreen contohnya. Hal ini sebagai indikator bahwa banyak pengunjung berarti terpercaya.
2.      Tidak perlu tergiur diskonan atau harga sangat miring. Naavagreen pernah ada harga yang sangat miring, tentu dengan syarat dan hari tertentu, misal pas pembukaan cabang baru.
3.      Konsultasi dulu ke pihak ahli dalam hal ini tentu saja dokter kulit. Mintalah rekomendasi perawatan apa yang cocok.
4.      Jika masih kurang yakin, bertanyalah pada kawan yang sudah pengalaman facial.
5.      Jika saat treatment mengalami kesakitan, jangan segan untuk minta berhenti.
6.      Tujuan facial adalah untuk membuat wajah nyaman bukan sebaliknya.

Kapan kapan saya terusin lagi, ini sudah malam, pesan Pak dokter nggak boleh tidur larut agar kulit tetap segar sehat. Oh iya, nanti saya juga akan menulis pengalaman menggunakan CC cream produk Naavagreen. Tungguin ya.

naavagreen Kota Baru