perjalanan,

Buat Apa Berkunjung ke Cagar Budaya Indonesia?

11/20/2019 11:07:00 pm Mini GK 20 Comments

Buat Apa Berkunjung ke Situs Cagar BudayaIndonesia?

Oleh: Mini GK (Tri Darmini)

Satu hal yang kurang saya suka namun harus terpaksa sering saya lakukan, yaitu menunggu. Tarik napas dan hembuskan. Apa ada yang senasib dengan saya?

Biasanya untuk membunuh waktu (ya membunuh waktu bukan sebuah kejahatan) saya membaca buku. Seperti sore tadi. Hampir satu jam sudah saya menunggu sepupu yang janji mau ngajak jalan namun tidak jua ia muncul. Sementara lembaran buku yang saya baca sudah lebih dari lima belas halaman. Saya sedang membaca sejarah tentang Serangam Umum 1 Maret. Bukan kebetulan saya membaca buku yang memuat kisah tersebut melainkan sengaja sebab dalam beberapa hari kedepan ada tugas yang berkaitan dengan sejarah Serangan Umum 1 Maret.

Monumen Stasiun Radio AURI PC2
Saya hampir saja beranjak pergi tepat saat sepupu muncul di pintu.
“Jadi jalan?” tanyanya begitu berjarak sekian jengkal dari muka saya.
“Jadilah. Lama banget sih.”
“Tadi ada urusan sedikit. So, mau ke mana kita hari ini?”
“Ke monumen Radio AURI PC2 sekalian ke Cagar Budaya Bleberan.” Setidaknya dua tempat itu yang ada dalam benak saya sejak tiga hari lalu.
Sepupu saya melotot dan langsung berucap, “ngapain ke sana? Buat apa main ke cagar budaya?”

Saya mengerjap. Buat apa main ke cagar budaya? Pertanyaan itu membuat saya terdiam cukup lama. Apakah harus ada alasan khusus untuk main ke cagar budaya?
“Tapi kalau kamu mau ke sana, ayolah.”

Saya mengangguk. Lanjut dengan sepupu naik motor menuju daerah Bleberan Playen. Jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah. Hanya butuh waktu 10 menit perjalanan santai untuk tiba di lokasi.

Situs Cagar Budaya Bleberan Saksi Peradaban Masa Megalitikum

Karena waktu yang sudah sore, saya minta untuk lebih dulu mengunjungi Situs Cagar Budaya Bleberan. Lokasinya jauh dari jalan raya. Harus masuk dan lewat pemukiman warga. Beruntung saya suka dengan suasana desa dan tegalan yang mengelilingi Situs Cagar Budaya Bleberan.

Pagarnya baru saja digembok saat motor saya tiba di lokasi. Petugasnya masih ada dan baru berbalik badan, maka buru-buru saya mendekat untuk minta waktu barang sejenak demi menengok koleksi benda sejarah yang ada dalam lokasi cagar budaya.
Cagar Budaya Situs Bleberan

Kalau orang yang tidak paham maka akan mengira kalau yang tergeletak di situ  hanyalah batu-batu biasa yang enggak ada sejarahnya. Itu kalau orang yang tidak paham, seperti halnya sepupu saya. Ia kebingungan saat menyisir lokasi dan yang dilihat hanya batu-batu tertata, seperti sengaja ditidurkan dengan obat bius.

Tempat ini sudah menjadi penampungan cagar budaya sejak tahun 1998. Dari sejarah yang saya baca, di daerah Bleberan inilah ditemukan menhir utuh dan insitu berukuran tinggi 408 cm, lebar 33 cm dan tebal 27 cm. 
Menhir yang saya tahu adalah sebuah batu tegak yang sering dipakai untuk ritual pemujaan pada masa megalitikum. Menhir biasanya ditancapkan tegak namun ada juga yang terlentang. Di Situs Cagar Budaya Bleberan ini ada 23 menhir, 1 buah kepala menhir, 28 peti kubur, 2 buah patok peti kubur batu dan 3 buah batu kenong. Sekarang saya setuju dengan para ahli sejarah dan arkeolog yang berpendapat bahwa daerah ini dulunya merupakan salah satu situs prasejarah di Gunungkidul.

Penampakan Situs Bleberan (20/11/2019) sedang dalam tahap renovasi
Saya jadi bertanya seperti apa kiranya peradaban masa itu berlangsung, mengingat saat ini. Saat ingin bertanya pada petugas, saya sedikit ragu soalnya waktu sudah sangat sore. Maka saya putuskan untuk esok datang lagi lebih siang. Baru kali ini saya mendatangi sebuah lokasi namun tidak merasa rugi meski tidak dapat apa-apa kecuali foto dan sedikit aura aroma masa lalu.
Meski tidak yakin paham tentang lokasi yang dikunjunginya namun sepupu tidak absen untuk berfoto ria dan bahkan membagikan video di ig-story.

Saya pamit pada petugas dan pindah lokasi ke Monumen Radio AURI PC2.

minigeka.com
Lokasi Radio AURI PC2

Kehadiran Radio AURI PC2 pada Serangam Umum 1 Maret

Tiba di lokasi, sepupu terlihat kaget.
“Ini beneran tempat bersejarah yang dimaksud dalam buku-buku?”
“Emang.”

Saya langsung ngeloyor masuk dan memotret monumen yang tidak seberapa tinggi tersebut.
Saya paham dengan keheranan sepupu. Ia mengira kalau situs sejarah yang sudah disahkan menjagi Situs Cagar Budaya ini bentuknya kuno, tampak angker dan seram. Saya yakin itu sebab sepanjang jalan tadi dia sudah menebak-nebak. Nyatanya salah, situs cagar budaya ini tampak begitu modern. Saya kira ini berkat pemugaran beberapa kali. Bahkan saya merasa lokasi ini terbilang riuh riang gembira sebab dikelilingi dengan bangunan TK yang lengkap dengan mainannya mulai dari ayunan sampai prosotan.

Inilah lokasi yang dulu pada 1 Maret 1949 berjasa menyebarkan berita bahwa pasukan Indonesia berhasil menduduki kembali posisi pemerintahan Ibu Kota Indonesia yang saat itu adalah Yogyakarta. Hal ini penting dan menguncang dunia. Sebab sebelumnya dikabarkan kalau Indonesia sudah jatuh ke tangan penjajah dan dianggap musnah. Nyatanya Indonesia masih jaya. Siaran dari radio AURI PC2 ini disebarkan hingga Sumatera dan akhirnya sampai di telinga PBB yang langsung mengambil tindakan tegas.

Pertama kali saya mendengar kisah tentang Radio AURI PC2 adalah sekitar tahun 2000an saat masih SMP. Saat itu guru Sejarah menyombongkan skripsinya yang membahas kesaktian Radio AURI PC2 dan mendapat nilai A. Jujur masa itu saya tidak begitu tertarik untuk ingin tahu lebih lanjut. Barulah akhir-akhir ini (itu juga karena didorong oleh kewajiban tugas) saya mulai membaca buku dan mencari tahu tentang peninggalan sejarah ini. Tidak disangka kemudian saya jatuh cinta.

Memang benar kata pepatah “tak kenal maka tak sayang”. Lagian saya berpikir juga alangkah ruginya jika sampai tidak paham dengan situs cagar budaya satu ini padahal namanya sudah melegenda dan saya yakin sering dibahas juga di berbagai seminar sejarah.

Radio AURI PC2 tidak akan pernah luput dibahas dalam peristiwa Serangan Umum 1 Maret. Dan mendadak saya bangga dong sudah pernah mengunjunginya.

Situs Candi Plembutan, dari mitos sampai etos

Karena sudah sampai Bleberan, sepupu menyarankan agar perjalanan dilanjut ke situs Candi Plembutan. Lokasinya memang hanya berjarak satu kilo dari Monumen Radi AURI PC2, maka saya pun menyetujuinya. Lumayan untuk mengunjugi tiga situs sejarah hanya dibutuhkan waktu kurang dari 2 jam dan itu sudah puas kalau hanya sekedar melihat-lihat.

Sampai di Situs Candi Plembutan, saya langsung mengeluarkan ponsel untuk mengabadikan beberapa sisa candi yang masih berserakan. Saya curiga candi ini dulunya lebih luas dibanding yang sekarang. Jangan bayangkan bentuknya serupa Candi Sewu atau Borobudur.  Kamu bahkan hanya akan menemukan gundukan tanah dan beberapa batu yang tertata dan sebagian berserakan. Saya tahu, batu-batu ini adalah penyusun candi yang tengah dikumpulkan dan diobservasi sama tim cagar budaya. Saya pernah melihat hal ini di beberapa candi yang pernah saya kunjungi (dalam rangka belajar sejarah). 

Cagar Budaya Candi Plembutan
Kalau penyusunan candi belum dijalankan, ada kemungkinan banyak bagian candi yang hilang. Atau bisa jadi diambil oleh warga (yang mungkin tidak paham kalau itu bagian candi) karena bentuk batunya sekilas emang sama saja dengan batuan yang lain.
Dulu pernah juga saya diajak keliling oleh komunitas penyuka sejarah dan dari mereka saya tahu kalau batu-batu penyusun candi bisa  hanyut di sungai terbawa arus. Ada juga penduduk yang karena tidak paham jika itu batu candi memakainya untuk pondasi rumah atau malah bahan meterial penyusun rumah.

Konon sebuah rumah yang dibangun dengan memakai batu atau bagian candi bakal tidak tenang. Saya antara percaya dan tidak. Antara mitos yang beredar bakal terjadi masalah dan etos para penduduk yang sengaja ingin menyimpan barang bersejarah tersebut tanpa ada niat yang lain.

Walau sepi dan sempit, situs Candi Plembutan tampak bersih dan terawat. Lokasinya juga mudah dijangkau pula tidak tampak seram. Saya sih betah berada di sini. Bahkan berlama-lama pun tidak masalah. Situs ini sendiri punya sejarah cukup panjang. Yang saya datangi ini merupakan reruntuhan bangunan candi yang berasal dari periode klasik Hindu Budha. Para pakar memperkirakan kalau situs ini sudah ada sejak abad ke-6 hingga ke-10 Masehi.


Pemetaan pada situs ini pernah dilakukan pada tahun 1982 (saya belum lahir, omong-omong). Lantas para arkeolog melakukan ekskavasi dua kali yaitu pada tahun 1997 dan 2000. Ekskavasi tahun 1997 ditemukan fragmen Yoni, arca berbentuk trisula, arca Siwa Mahaguru serta mata uang VOC dan Hindia Belanda. Lantas ekskavasi berikutnya berhasil menemukan umpak batu, hiasan Ardha Candrakapala, fragmen tangan dengan keyura, arca Ganesha, mata uang VOC dan Belanda juga gerabah. Sangat sarat dengan sejarah kekayaan masa lalu.

Dari sisa reruntuhan dapat diketahui kalau Candi ini dulunya menghadap barat, dibangun dengan material batu putih dan memiliki denah bujur sangkar. Banyak yang meyakini kalau bangunan ini dulunya merupakan bangunan suci penganut agama Hindu.

Saya sangat ingin agar kelak ada yang bisa mencocokan batu-batuannya dan menyusun ulang. Kebayang seperti apa gagahnya peninggalan sejarah ini.

Buat apa main ke Situs Cagar Budaya?

Sebelum pulang, saya kembali teringat pertanyaan sepupu. Saya masih agak blenk dengan jawaban saya sendiri sampai akhirnya di rumah menyusun beberapa jawaban yang bisa bertambah sewaktu-waktu.
Maka jika ada yang bertanya mengapa harus ke situs cagar budaya, setidaknya saya punya 3 jawaban:
Pertama, untuk mengenal sejarah dan peradaban. Bukan untuk orang lain tapi untuk pengetahuan saya pribadi.

Kedua, tentu saja untuk membangkitkan rasa cinta dan memiliki. Sebab setelah kenal biasanya akan timbul rasa mencintai dan nyaman.

Ketiga, menumbuhkan rasa untuk ingin selalu merawat, menjaga dan melestarikan situs cagar budaya tersebut. Ya bayangin aja seandainya situs cagar budaya semacam situs Candi Plembutan tidak dirawat, gimana bisa saya menemukan fakta yang pernah ada dan terjadi di sana. Begitu pun dengan Radio AURI PC2, masak iya cuma sekadar tahu namanya saja tapi tidak mengeri bentukannya. Cagar budaya harus selalu dirawat dan didengungkan keberadaannya biar tidak jadi sesuatu yang usang dan atau malah musnah. Anggap saja dengan merawatnya, kita sudah ikut menghargai dan membuat tersenyum para pejuang masa lampau yang mewariskan hal luar biasa untuk kita dan penerus kita kelak.

Saya baru sadar kalau selama di lokasi tidak banyak foto diri dengan latarbelakang situs cagar budaya dan saya merasa nyaman.
Agaknya memang benar kata kenalan saya bahwa mendatangi sebuah tempat jangan hanya karena napsu ingin selfie atau foto-foto melainkan usahakan untuk mencari rasa dan pengetahuan yang belum tentu bisa ditemukan di lokasi lain.
Saya terharu akhirnya bisa juga menulis kisah yang beraroma sejarah dan budaya.

Kisah ini memang tidak seberapa tapi saya meniatkan tulisan ini untuk ikut kompetisi “Blog Cagar Budaya Indonesia: Rawat atau Musnah!”

20 comments:

Manfaat Jahe Sebagai Teman di Segala Musim

11/18/2019 02:54:00 pm Mini GK 23 Comments

Seperti janji sebelumnya, November datang kembali. Tak lupa ia membawa dua kawan karibnya hujan dan angin. November dan hujan pertama  tahun ini  telah hadir memeluk malam.
Hujan pertama yang selama ini ditunggu akhirnya pecah. Aroma tanah menguar memenuhi udara bersama hadirnya hujan bulan November.

Seperti rasa, hujan juga punya cerita.

Sejak kembali menyandang status sebagai mahasiswa, malam-malam saya lebih riuh dari sebelumnya. Meja penuh dengan  makalah dan tugas kampus yang selalu menumpuk. Deadline tulisan sampai revisian kerjaan juga selalu minta perhatian lebih. Semuanya bergenit-genit manja minta disentuh duluan.

Sayangnya saya tidak bisa mengandalkan orang lain untuk menyelesaikan gunungan tanggung jawab tersebut. Itu artinya tenaga harus selalu dalam kondisi prima. Begitupun penyakit ngantukan harus lekas dihempaskan. Karena enggak lucu juga gagal deadline gara-gara ketiduran.
November ini kesibukan saya sedikit lebih meroket dibanding sebelumnya. Tidak jarang jadwal bertabrakan dan harus rela melepas satu demi yang sudah dipilih. Tidak jarang pula harus pulang larut dan kedinginan. Ya secara rumah saya di Gunungkidul, 30 kilo lebih dari kota Yogyakarta tempat biasa banyak saya habiskan untuk aktivitas di siang hari.

Ingin sambat tapi kok ya malah nambah capek. Mending dinikmati dan disyukuri saja masih bisa beraktivitas dengan gembira bahagia. 

Selain harus mengatur jadwal, tentu juga kudu siap menjaga mood dan stamina. Jangan sampai dong kesibukan jadi alasan untuk enggak hidup sehat. Harus sebaliknya, hidup sehat biar bisa terus aktivitas lancar. 

Meski seharian di luar, setiap malam saya menyempatkan diri untuk sekedar koreksi atau mempersiapkan tugas yang memang belum dikerjakan. *Hiks kadang saya ini juga kurang disiplin, plis jangan ditiru

Untuk menambah semarak malam, saya biasanya memaksa kucing untuk ikutan sibuk di dekat laptop. Ribut di awal, sebentar juga mereka sudah tidur. Lagi-lagi saya kesepian.
Untuk menemani malam yang sepi dan sedikit dingin, saya biasakan menghidupkan radio atau winamp. Bukan lagu-lagu yang saya putar tapi kebanyakan instrumen yang dipercaya bisa membuat rileks. Setelahnya saya  menyediakan secangkir hangat minuman jahe. Bisa susu jahe, teh jahe atau sari jahe.  

Musik sari jahe dan buku di waktu malam nan dingin adalah perpaduan syahdu yang sulit ditampik.

Kecintaan saya dengan jahe tidak perlu diragukan. Belum pada tahap kecanduan tapi selalu tidak bisa menolak jika tersedia.

Siapa sih yang bisa menolak godaan jahe? Rasanya saya belum pernah ketemu orang yang menolak dikasih minuman jahe. *Iya main saya kurang jauh

Lebih dari teman, jahe jugalah teman yang bermanfaat

Dari kulakan materi ke banyak situs bacaan, saya tahu kalau jahe punya banyak manfaat.

Selain menghangatkan badan, sari jahe juga baik untuk membantu pencernaan. Ini karena bahan-bahan yang terkandung dalam jahe berfungsi untuk menstimulus air liar dan meredakan gejala iritasi dalam usus dan lambung. Perut begah karena banyak angin juga bisa diatasi dengan konsumsi jahe. Oh iya, jahe juga bisa lho dicampur untuk bumbu masak.

Buat yang suka muntah atau mabuk kendaraan disarankan untuk berteman baik dengan jahe. Karena mengkonsumsi jahe dalam bentuk atau olahan apa pun bisa membantu meredakan mual. Begitu pun mual pada ibu hamil, ternyata jahe bisa sebagai alternatif menangkal mual di pagi hari.

Bagi perempuan dalam masa subur dan setiap bulan selalu kadatangan tamu (baca: menstruasi)  sangat disarankan untuk rajin konsumsi minuman sari jahe. Sifat jahe yang hangat serta kandungan zat di dalamnya terbukti ampuh mengurangi nyeri akibat datang bulan. Yang ini sih saya percaya, sudah membuktikan sendiri soalnya.

Tadinya saya tidak percaya kalau konsumsi minuman jahe bisa juga dipakai untuk menurunkan berat badan. Nyatanya memang bisa. 

Meski tidak berefek drastis buat tubuh saya, namun jahe bisa membawa pengaruh baik untuk berat badan. Untuk khasus ini memang harus telaten dan rajin. Kalau mogok-mogok  (baca: malas minun teratur) di jalan, ya berat badannya akan stabil atau malah meroket.

Saya sendiri suka jahe karena dia sangat alami, mudah di dapat dan tidak mahal.

Https://minigeka.com

Jahe, mau apa pun macam olahannya selalu mampu meluluhkan hati. Aromanya selalu bisa menenangkan, itu baru aroma, belum kalau sudah menyeruput dari bibir cangkir. Roti jahe juga satu dari sekian banyak cemilan favorit saya.
Sayang yang semacam ini kucing enggak doyan. Ehe.

Hampir semua penghuni rumah senang dengan minuman jahe. Jadi kalau sedang selo dan sangat niat, biasanya saya akan berkutat di dapur. Mulai dari mengupas sampai memasak wedang jahe campur serai. Itu kalau sedang rajin.

Kalau lagi malas tapi ingin menikmati kebaikan jahe maka cepat-cepat ambil satu sachet herbadrink sari jahe lalu campur dengan air panas, aduk sebentar dan jadikan teman  melepas letih. Praktis tanpa perlu ribet.

Mengolah jahe hingga bubuk jahe

Mengolah jahe juga tidak terlalu sulit (seperti yang sudah saya bilang di atas sebelumnya). Apalagi kalau jahe segar hasil ambil dari kebun sendiri. 

Halaman  rumah bapak  tempat saya tinggal banyak ditanami tanaman herbal, salah satunya jahe dan jahe merah. 

 Kalau mau beli jahe segar di pasar juga banyak.  Hanya memang akan sedikit repot ngupas dan lain sebagainya. Ada juga yang jual bubuk jahe. Atau sari jahe alami.

Saya jarang beli yang bentuk bubuk di pasar, soalnya kalau gak pintar milih nanti bisa malah bubuk itu sudah dikasih tambahan bahan lainnya misal gula. Sementara saya sendiri kurang bisa menikmati gula berlebih.
Kalau mau bubuk sari jahe, memang pas kalau beli yang kemasan pabrik. Saya beli yang merek herbadrink. Sari jahe tanpa gula, free sugar. Enak diseduh dengan air panas untuk teman malam atau pas lagi hujan. Atau kalau pas siang terik bisa dicampur es batu. 

Tapi kalau mau membuat bubuk jahe sendiri juga bisa. Gampang. Tinggal pilih jahe yang dimau, dikupas, dijemur lalu digiling. Tapi jangan lupa sebelumnya harus dicuci bersih dan dijaga kelembaban atau harus benar-benar kering biar tidak menggumpal.

Bisa deh jadi stok untuk teman galau di sore hari. Ya karena moment paling pas buat menikmati secagkir minuman jahe ya di sore bersama hujan.

Kalau bosen dibuat minuman, bisa juga kok sari jahe itu dibuat roti jahe. Bisa diolah dengan cara dikukus atau dipanggang. Semuanya saya suka. Bikinnya juga tidak banyak mengeluarkan tenaga, asal bubuk sari jahenya suda tersedia.

23 comments: