Pendidikan
Mungkin ada yang beranggapan 'halah cuma percaya aja lebay, mbok biasa saja, manusia hidup ya kudu saling percaya'.
Kenyataannya saya bukan tipe manusia yang masuk golongan manusia pada umumnya. Ada rasa sensitif dan perasaan sendiri yang kadang diri sendiri saja susah menjelaskan, dan ragu pula orang lain akan memahaminya.
Bagi saya, kata percaya tidak hanya sebatas menepati janji. Terlalu kompleks untuk dijabarkan.
Percaya itu sulit, menurut saya. Mungkin karena saya beberapa kali mengalami kecewa, tepatnya berharap lebih dan ternyata hasilnya jauh dari angan.
Ini bukan tentang secuil rasa tentang dia atau rindu. Kita sedang membicarakan kepercayaan dalam konteks luas, lebar lebih jauh dari sekedar pelukan semalam.
Mungkin karena kurangnya rasa percaya pada diri sendirilah yang selama ini menghambat jalan saya. Bolehlah dibilang kalau saya ini pernah mengalami yang namanya kurang percaya diri. Ya percaya diri seperti yang kalian bayangkan.
Kapan itu? Bahkan sampai detik ini saya masih merasakannya.
Kalau pun saya terlihat terlalu PD, katakan itu karena terlalu banyak aura dan kepercayaan yang hinggap di sekeliling saya.
Saya lupa kapan tepatnya, mungkin empat atau lima tahun yang lalu semua ini bermula.
Mula-mula biasa saja, saya tidak banyak berharap. Hingga harapan meminta dan menunjuk saya untuk berpihak padanya.
Awal saya jatuh cinta pada dunia menulis ya karena suka saja, tidak ada alasan atau embel-embel yang lain. Bertahun-tahun saya hidup di situ, serasa jalan di tempat, namun begitu nyaman
Biasa saja. Tidak ada target yang saya kejar: tepatnya saya tidak terlalu percaya pada dunia tulis menulis. Kalau masih bertahan di sana itu karena memang suka, tidak kurang tidak lebih.
Beberapa tulisan saya hasilkan. Hasilnya cukup memuaskan meski tidak lantas membuat saya percaya pada diri Sendiri.
Kalau tidak percaya sama diri Sendiri, bagaimana bisa percaya pada orang lain?
Maka setelah "kunjungan dari hati ke hati" pada suatu waktu, saya tersadar akan sesuatu.
Malam jelang dini, berhadapan dengan seorang kawan saya diberi petuah yang sampai hari ini masih saya ingat jelas: kamu itu punya kekuatan yang sama dengan yang lain (sama-sama kuat), hanya saja kamu itu belum menggunakan kemampuanmu bahkan seperempat saja belum.
Sampai di sini saya mengartikan bahwa sesungguhnya jika saya kerahkan tenaga lebih banyak maka saya akan menjadi SAYA YANG KUAT.
Sejak itu saya mencoba berdamai dengan segala h, termasuk keadaan yang membuat hari berantakan.
Hasilnya? Saya tetap kacau. Masih saja seperti kemarin bahkan lebih buruk, setidaknya saya merasakan begitu
Singkat cerita, sebuah karya menarik saya untuk berdiri lebih tinggi dibanding yang lain. Kalau dibilang titik balik, mungkin seperti inilah mulanya: karya saya diganjar dengan sebuah penghargaan yang cukup menggiurkan bagi mereka yang paham dunia buku. Dari situ kesibukan dan hari-hari saya berubah.
Memang sebelum ada penghargaan ini saya sudah beberapa kali "didaulat" untuk ngoceh di depan ratusan anak muda dalam acara talkshow dan lain-lain. Sebelum dapat penghargaan, saya sudah sering menerima tawaran berbagi motivasi ke banyak kampus atau sekolah. Padahal saat itu kondisi saya yang sesungguhnya sedang dalam keadaan kurang percaya diri
Sejak penghargaan itu datang, banyak kepercayaan ikutan menyusul, datang dan minta saya untuk menerimanya.
Maka saya pun merentangkan tangan membuka hati untuk "jalan baru".
Aktivis menulis terus jalan, ditambah harus "manggung" memenuhi undangan dari sana sini. Yang pada akhirnya saya rasa justru bukan saya yang MEMBERI melainkan saya yang MENERIMA banyak ilmu dan semangat dari orang yang saya jumpai.
Masih tersimpan beberapa catatan dari para peserta yang pernah masuk kelas saya.
Padahal hari itu saya bahkan belum punya sertifikat atau piagam yang layak untuk dijadikan pegangan menjadi seorang "pembicara".
Baru setelah lima tahun atau empat tahun belakangan, saya sudah mengantongi lebih dari 3 sertifikat / pengakuan dari pihak lain yang bisa jadi bekal kalau saya LAYAK untuk menjadi TEMAN BERBAGI
Benar kiranya kata mereka bahwa dengan berbagi kita tidak akan miskin, justru sebaliknya, semakin kaya dan tidak bodoh.
Ilmu menulis saya memang cuma cukup sebatas itu itu saja. Namun beberapa kesempatan membuat saya harus bisa lebih dari yang sudah. NAIK KELAS kalau kata teman jalan.
Dan tahun 2019 ini saya entah atas pertimbangan apa diangkat untuk menjadi MENTOR/ pembimbing dalam kelas BENGKEL SASTRA.
BENGKEL SASTRA sendiri merupakan program tahunan yang diadakan oleh Balai Bahasa Yogyakarta sejak puluhan tahun lampau.
Zaman saya SMA, saya sudah mendengar adanya program ini: namun sangat disayang, jangankan ikut jadi peserta, tahu cara daftarnya saja enggak.
Kini ketika saya sudah berumur, kesempatan itu datang dan "jabatannya" sungguh luar biasa. Bagi saya posisi mentor ini sangat luar biasa, karena saya tahu, mentor itu bagaikan seorang yang maha tahu dan selalu bisa jadi idola.
Sayangnya, saya merasa jauh dari sifat itu
Yang saya paham, saya bisa nulis dan saya tidak keberatan untuk berbagi pengalaman. Apa pun wadahnya.
Dan Tuhan mewadahi saya dalam bengkel sastra, yang tidak pernah saya tolok bahkan dalam pikiran.
Saya beruntung bisa terlibat tahun ini. Semakin beruntung karena mengampu kelas di Gunungkidul. Artinya tidak terlalu jauh dari gua pertapaan.
Kelas bengkel sastra memang cuma seminggu sekali dan hanya sekian jam, tapi senangnya karena hari itu berarti saya ketemu dengan perwakilan dari sekolah-sekolah setingkat SMA/K/MA.
Saya mengampu kelas CERPEN. ada sedikitnya 30 murid. Jangan tanya apakah saya hafal namanya. TYDAK.
Seperti saya yang tydak hafal wajah AAN MANSYUR.
Ritual Minggu saya mulai pukul 07.00 hingga 12.00 WIB adalah duduk manis di salah satu ruang di SMK Muhammadiyah Wonosari, tempat bengkel sastra dilaksanakan.
Sudah ada jadwal sekitar 10 kali pertemuan. Ya saya hanya mengajar 10 kali, namun cukup panjang sebab materi yang diberikan melebihi materi anak kuliahan semester pertama.
Pertemuan pertama kali ini tidak banyak materi yang saya berikan. Karena waktunya juga singkat sebab dipotong dengan acara upacara pembukaan; sudah semacam acara resmi dari dinas-dinas.
Waktu yang sedikit itu saya pakai untuk perkenalan (ya meski sampai pertemuan berikutnya saya juga belum hafal bahkan satu pun gak ingat).
Selain itu saya juga memberikan materi tentang macam-macam jenis tulisan. Ya, sebuah materi yang 'njelehi' tapi pada akhirnya jadi sesuatu yang menarik setelah di tangan saya.
Sejak saya percaya pada diri sendiri, saya juga percaya pada orang lain. Jadi dengan landasan percaya, maka saya mencoba menyuguhkan hal-hal yang tidak mengecewakan.
Kalau kata para influencer, no kaleng kaleng pertemuan yang saya berikan.
Materi dan bahan bisa saja dicari di mana saja, namun untuk gaya penyajian setiap orang pasti beda.
Dan ketika saya selesai dengan satu gaya baru, saya merasa puas, sebab di sana saya melihat senyum dari orang-orang yang juga mengormati saya.
Agaknya benar, cara mudah untuk menjadi sosok TERHORMAT adalah dengan bisa dipercaya.
karena saya percaya dengan sebuah kebaikan, maka kebaikan memeluk saya dengan selimut kehormatan yang hangat. Tidak sia-sia saya begadang membuat bahan presentasi.
Setelah postingan ini, saya sudah menyiapkan postingan lanjutan. Sebab ketika saya menulis ini sesungguhnya Bengkel Sastra sudah berjalan tiga kali pertemuan.
Bengkel Sastra Pertemuan Pertama
"tak akan miskin saat engkau sedekah, tak akan hilang ilmu saat engkau berbagi"
Kepercayaan saya mulai tumbuh laksana biji kecambah dalam tanah basah. Mula-mula hanya sejengkal rasa lantas keadaan mengizinkan rasa itu terus tumbuh tumbuh dan semakin subur sampai-sampai musim berbunga bahkan panen di depan mata.
Mohon maaf sebelumnya kalau dalam postingan kali ini saya akan sering mengulang kata 'kalau tidak salah' atau 'seingat saya'
Kenyataannya saya bukan tipe manusia yang masuk golongan manusia pada umumnya. Ada rasa sensitif dan perasaan sendiri yang kadang diri sendiri saja susah menjelaskan, dan ragu pula orang lain akan memahaminya.
Bagi saya, kata percaya tidak hanya sebatas menepati janji. Terlalu kompleks untuk dijabarkan.
Percaya itu sulit, menurut saya. Mungkin karena saya beberapa kali mengalami kecewa, tepatnya berharap lebih dan ternyata hasilnya jauh dari angan.
Ini bukan tentang secuil rasa tentang dia atau rindu. Kita sedang membicarakan kepercayaan dalam konteks luas, lebar lebih jauh dari sekedar pelukan semalam.
Mungkin karena kurangnya rasa percaya pada diri sendirilah yang selama ini menghambat jalan saya. Bolehlah dibilang kalau saya ini pernah mengalami yang namanya kurang percaya diri. Ya percaya diri seperti yang kalian bayangkan.
Kapan itu? Bahkan sampai detik ini saya masih merasakannya.
Kalau pun saya terlihat terlalu PD, katakan itu karena terlalu banyak aura dan kepercayaan yang hinggap di sekeliling saya.
Saya lupa kapan tepatnya, mungkin empat atau lima tahun yang lalu semua ini bermula.
Mula-mula biasa saja, saya tidak banyak berharap. Hingga harapan meminta dan menunjuk saya untuk berpihak padanya.
Awal saya jatuh cinta pada dunia menulis ya karena suka saja, tidak ada alasan atau embel-embel yang lain. Bertahun-tahun saya hidup di situ, serasa jalan di tempat, namun begitu nyaman
Biasa saja. Tidak ada target yang saya kejar: tepatnya saya tidak terlalu percaya pada dunia tulis menulis. Kalau masih bertahan di sana itu karena memang suka, tidak kurang tidak lebih.
Beberapa tulisan saya hasilkan. Hasilnya cukup memuaskan meski tidak lantas membuat saya percaya pada diri Sendiri.
Kalau tidak percaya sama diri Sendiri, bagaimana bisa percaya pada orang lain?
Maka setelah "kunjungan dari hati ke hati" pada suatu waktu, saya tersadar akan sesuatu.
Malam jelang dini, berhadapan dengan seorang kawan saya diberi petuah yang sampai hari ini masih saya ingat jelas: kamu itu punya kekuatan yang sama dengan yang lain (sama-sama kuat), hanya saja kamu itu belum menggunakan kemampuanmu bahkan seperempat saja belum.
Sampai di sini saya mengartikan bahwa sesungguhnya jika saya kerahkan tenaga lebih banyak maka saya akan menjadi SAYA YANG KUAT.
Sejak itu saya mencoba berdamai dengan segala h, termasuk keadaan yang membuat hari berantakan.
Hasilnya? Saya tetap kacau. Masih saja seperti kemarin bahkan lebih buruk, setidaknya saya merasakan begitu
Singkat cerita, sebuah karya menarik saya untuk berdiri lebih tinggi dibanding yang lain. Kalau dibilang titik balik, mungkin seperti inilah mulanya: karya saya diganjar dengan sebuah penghargaan yang cukup menggiurkan bagi mereka yang paham dunia buku. Dari situ kesibukan dan hari-hari saya berubah.
Memang sebelum ada penghargaan ini saya sudah beberapa kali "didaulat" untuk ngoceh di depan ratusan anak muda dalam acara talkshow dan lain-lain. Sebelum dapat penghargaan, saya sudah sering menerima tawaran berbagi motivasi ke banyak kampus atau sekolah. Padahal saat itu kondisi saya yang sesungguhnya sedang dalam keadaan kurang percaya diri
Sejak penghargaan itu datang, banyak kepercayaan ikutan menyusul, datang dan minta saya untuk menerimanya.
Maka saya pun merentangkan tangan membuka hati untuk "jalan baru".
Aktivis menulis terus jalan, ditambah harus "manggung" memenuhi undangan dari sana sini. Yang pada akhirnya saya rasa justru bukan saya yang MEMBERI melainkan saya yang MENERIMA banyak ilmu dan semangat dari orang yang saya jumpai.
Masih tersimpan beberapa catatan dari para peserta yang pernah masuk kelas saya.
Padahal hari itu saya bahkan belum punya sertifikat atau piagam yang layak untuk dijadikan pegangan menjadi seorang "pembicara".
Baru setelah lima tahun atau empat tahun belakangan, saya sudah mengantongi lebih dari 3 sertifikat / pengakuan dari pihak lain yang bisa jadi bekal kalau saya LAYAK untuk menjadi TEMAN BERBAGI
Benar kiranya kata mereka bahwa dengan berbagi kita tidak akan miskin, justru sebaliknya, semakin kaya dan tidak bodoh.
Ilmu menulis saya memang cuma cukup sebatas itu itu saja. Namun beberapa kesempatan membuat saya harus bisa lebih dari yang sudah. NAIK KELAS kalau kata teman jalan.
Dan tahun 2019 ini saya entah atas pertimbangan apa diangkat untuk menjadi MENTOR/ pembimbing dalam kelas BENGKEL SASTRA.
BENGKEL SASTRA sendiri merupakan program tahunan yang diadakan oleh Balai Bahasa Yogyakarta sejak puluhan tahun lampau.
Zaman saya SMA, saya sudah mendengar adanya program ini: namun sangat disayang, jangankan ikut jadi peserta, tahu cara daftarnya saja enggak.
Kini ketika saya sudah berumur, kesempatan itu datang dan "jabatannya" sungguh luar biasa. Bagi saya posisi mentor ini sangat luar biasa, karena saya tahu, mentor itu bagaikan seorang yang maha tahu dan selalu bisa jadi idola.
Sayangnya, saya merasa jauh dari sifat itu
Yang saya paham, saya bisa nulis dan saya tidak keberatan untuk berbagi pengalaman. Apa pun wadahnya.
Dan Tuhan mewadahi saya dalam bengkel sastra, yang tidak pernah saya tolok bahkan dalam pikiran.
Saya beruntung bisa terlibat tahun ini. Semakin beruntung karena mengampu kelas di Gunungkidul. Artinya tidak terlalu jauh dari gua pertapaan.
Kelas bengkel sastra memang cuma seminggu sekali dan hanya sekian jam, tapi senangnya karena hari itu berarti saya ketemu dengan perwakilan dari sekolah-sekolah setingkat SMA/K/MA.
Saya mengampu kelas CERPEN. ada sedikitnya 30 murid. Jangan tanya apakah saya hafal namanya. TYDAK.
Seperti saya yang tydak hafal wajah AAN MANSYUR.
Ritual Minggu saya mulai pukul 07.00 hingga 12.00 WIB adalah duduk manis di salah satu ruang di SMK Muhammadiyah Wonosari, tempat bengkel sastra dilaksanakan.
Sudah ada jadwal sekitar 10 kali pertemuan. Ya saya hanya mengajar 10 kali, namun cukup panjang sebab materi yang diberikan melebihi materi anak kuliahan semester pertama.
Pertemuan pertama kali ini tidak banyak materi yang saya berikan. Karena waktunya juga singkat sebab dipotong dengan acara upacara pembukaan; sudah semacam acara resmi dari dinas-dinas.
Waktu yang sedikit itu saya pakai untuk perkenalan (ya meski sampai pertemuan berikutnya saya juga belum hafal bahkan satu pun gak ingat).
Selain itu saya juga memberikan materi tentang macam-macam jenis tulisan. Ya, sebuah materi yang 'njelehi' tapi pada akhirnya jadi sesuatu yang menarik setelah di tangan saya.
Sejak saya percaya pada diri sendiri, saya juga percaya pada orang lain. Jadi dengan landasan percaya, maka saya mencoba menyuguhkan hal-hal yang tidak mengecewakan.
Kalau kata para influencer, no kaleng kaleng pertemuan yang saya berikan.
Materi dan bahan bisa saja dicari di mana saja, namun untuk gaya penyajian setiap orang pasti beda.
Dan ketika saya selesai dengan satu gaya baru, saya merasa puas, sebab di sana saya melihat senyum dari orang-orang yang juga mengormati saya.
Agaknya benar, cara mudah untuk menjadi sosok TERHORMAT adalah dengan bisa dipercaya.
karena saya percaya dengan sebuah kebaikan, maka kebaikan memeluk saya dengan selimut kehormatan yang hangat. Tidak sia-sia saya begadang membuat bahan presentasi.
Setelah postingan ini, saya sudah menyiapkan postingan lanjutan. Sebab ketika saya menulis ini sesungguhnya Bengkel Sastra sudah berjalan tiga kali pertemuan.
Sukses teruuus Beibe, majuuu teruuus
ReplyDeleteAamiin. Makasih kakak. Kalau misal ada yang butuh pembicara bisa kontak aku
DeleteMakin mantap deh Mini. Jadi mentor ternyata, kukira lagi ikutan workshop, ternyata jadi pematerinya. Semoga sukses trus ya
ReplyDeleteSekarang udah disuruh jadi mentor. Banyak ngomong sana sini kakak
Deleteternyata jadi mentor ya mbak, sukses terus ya. semangat dan selalu berproses
ReplyDeleteAamiin. Makasih kakak. Iya terus berproses karena emang ini juga aku malah dapat dari anak-anak.
DeleteWahhh keren sekali miss mini aku mau juga diajarin nulis cerpen
ReplyDeleteNanti aku Carikan formula yang pas untuk ngajar blogger
DeleteAh jadi kangen ngajar juga nih.. kalo aku udah nggak jadi mentor lagi di sma, kewalikan, wqwq
ReplyDeleteKamu kan udah gabung ke SR jadi gak apa apa, insya Allah sama sama manfaat
DeleteKeren mb.. Sepakat, memberi tidak akan membuat kita rugi.. Suka baca tulisanmu... Ajari juga dong, emak2 spt saya biar pintar merangkai kata...
ReplyDeleteBelum pernah sepertinya ngajar blogger. Kalau ngajar ibu ibu kantoran malah sering. Tapi ya gitu deh
DeleteThanks Mbak Mini, tulisannya menginspirasi. Ternyata butuh proses untuk bisa percaya diri. Sukses selalu buat kegiatannya.
ReplyDeleteSebenarnya bingung juga aku nyebutnya, percaya diri atau percaya pada diri sendiri gitu kak
DeleteHebat mba Mini, selain produktif juga bermanfaat buat banyak orang nih ^^ sukses ya mbaa
ReplyDeleteAamiin. Semoga terus seperti itu. Semoga selalu menginspirasi banyak orang
DeleteI've been there mbaaak, pernah masuk dalam masa yang gak pede sama sekali, butuh proses, butuh waktu buat healing. Selamatttt ya mbaaaaa udah berhasil menjebol segala ketidakpedean, sukses terussss
ReplyDeleteEmmm aku bingung nyebutnya PERCAYA DIRI sama enggak percaya pada diri sendiri.
DeletePokonya gitulah repot pada diri sendiri. Padahal kalau bukan diri sendiri yang mengapresiasi lha siapa lagi coba
Selamat Mbak, semoga dengan menjadi MENTOR atau pembimbing di BENGKEL SASTRA ini menebarkan energi percaya diri yang lebih kuat dan luas. Btw, bengkel sastra ini utk siswa sekolah saja ataukah ada yg kelas umum. (Aku baru tahu ttg bengkel sastra ini)
ReplyDeleteProgram untuk anak sekolah setinggal menengah atas. Dan seluruh Yogya kena program ini
DeleteCongrats Miiiiin, lama ga jumpa ternyata lg sibuk bgt ya, jadi mentor juga. Mau dong diajarin nulis cerpen^^
ReplyDeleteIya sekarang lagi konsen ke hal-hal yang lebih penting. Soalnya mau penelitian juga.
DeleteMini, keren kamuuuu.. Dulu nilai Bahasa Indonesia mu pasti selalu bagus yaaa.. ? :D Sukses terus ya sayyy...
ReplyDeleteHampir sempurna 100. Kalau gak salah cuma salah 2 atau 1.
DeleteTapi gak jamin kok bahasa bagus bisa nulis. Soalnya banyak lulusan sastra tapi jatuhnya nanti jadi kritikus
Selamat Miss Mini,tambah semangat membimbing generasi selanjutnya di dunia literasi
ReplyDelete