Gaya
Bermula dari tatapan hangat penuh pesona selanjutnya jatuh hati.
Selanjutnya, biarkan rasa bekerja dengan semestinya. Apakah akan bertahan atau cukup hanya singgah sesaat.
Pembeli adalah raja, benar, selain mendapat pelayanan istimewa seorang raja juga pastilah kaya; yang otomatis gampang untuk mengeluarkan uang demi kepentingannya.
Lantas bagaimana dengan pedagang (penjual)?
Tenang, sebab penjual adalah 'tuhan' sang pencipta.
raja tanpa 'tuhan' maka tiada arti.
Tempo hari seorang kawan berkeluh kesah kepada saya. Sebagai kawan baik, saya sok-sokan menyediakan telinga, sebab kadang kala yang orang butuhkan itu pendengar yang baik, bukan penceramah ulung yang sedikit-sedikit mengharamkan sesuatu. #eh
Ceritanya kawan saya itu lagi dalam tahap ingin mendalami dunia UMKM, ia ingin membuat bisnis dengan merek yang sudah dia godok jauh-jauh hari sebelum produknya launching.
Kawan tersebut berencana produksi sabun mandi berbahan alami (dengan misi ingin membantu menyelamatkan bumi). Cerita sampai di sini cukup membuat saya tertarik; tidak lagi telinga yang saya sodorkan tapi juga tangan dan hati (maksudnya tangan kosong yang siap jika dibutuhkan tenaganya, hati tulus yang selalu akan mendoakan tiap usahanya). Simpel.
Masalah muncul, sebenarnya bukan masalah tapi hanya sedikit kendala yang kami (saya dan kawan) belum pasti yakin kunci mana yang akan menjadi solusi, yaitu tentang pengemasan alias packaging.
"Bisa bantuin gak mikirin pengemasannya?" tanya kawan.
"Emang konsep kamu mau gimana?" tidak menjawab saya justru melempar tanya balik.
"Yang ramah lingkungan. Pokoknya sebisa mungkin minim plastik."
"Udah ada gambaran?"
"Rencana mau aku buat macem besek-besek dari bambu itu. Cuma belum tahu di mana nyari pengerajin bambu yang cocok kantong."
Saya diam sejenak. Bukan mikirin pengerajin bambu di Muntok tapi sedang mengingat dimana kiranya pernah dengar tentang pelatihan packaging.
Main-main di Instagram dan saya langsung ingat dengan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta yang sering menjadi mitra baik para pelaku UMKM.
"Coba kamu buka Instagram @plutjogja, di situ tuh gudangnya para pelaku UMKM berlatih banyak hal. Kantornya dekat sama tempatmu. Ntar aku anterin kalau kamu mau. Gabung juga dong di Womenwill sama Gapura Digital. Biar upgrade dan enggak galau saat nanti udah beneran terjun ke UMKM."
Singkatnya habis ngobrol itu, kawan sedikit tercerahkan dan sebentar-sebentar browsing cari alternatif pengemasan yang cocok untuk sabunnya.
Saya bilang kepadanya: pembeli itu mula-mula akan tertarik pada kemasan, kalau kemasannya enggak meyakinkan, ya udah jelas enggak dilirik. gak perlu meriah, simpel tapi mengena.
Bagian mengena itu padahal sulit sekali. Itu cuma bisa-bisanya saya untuk membuat semangat kawan semakin membara.
Seperti yang saya bilang, pembeli adalah raja. Sementara raja seringkali banyak ribetnya dan pasti suka sesuatu yang WOW.
Salah satu cara agar terlihat WOW tentu saja dengan memuaskan indera penglihatan.
Maka kepada kawan itu saya sarankan untuk belajar pengemasan selain tentu saja tanpa mengurangi asas manfaat dan fungsi dari produknya sendiri.
Saya kira hampir semua UMKM sudah paham tentang teknik pengemasan ini. Mungkin yang belum itu disebabkan karena kurangnya pengetahuan saja. Mungkin sesekali perlu tuh main ke Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta biar banyak mendapat pencerahan.
Belum sempat saya ajak kawan pergi ke kantor PLUT, saya justru main-main ke pameran gelar produk UKM di Pendopo Gabusan Bantul. Tadinya mau ngajak itu kawan, sayang dia lagi sibuk cari susu kambing untuk produk sabunnya. Ya sudah saya main sendiri jadinya.
Tempatnya emang lumayan jauh dari tempat tinggal saya (Gunungkidul). Cuaca juga agak-agak galau bikin niat maju mundur, untungnya enggak sampai kendur.
Saya sampai di Pendopo Gabusan dengan wajah linglung. Why? Soalnya kaget, banyak banget orang yang datang. Saya sampai bingung parkir.
Ternyata di lokasi acara pameran itu ada hiburan jatilan. Ya Tuhan pantas banyak banget manusianya.
Itu beberapa stand UMKM ketutupan penonton. Kalau enggak jalan maju, mungkin pengunjung enggak akan tahu kalau ada stand fashion di dalam pendopo.
Saya masuk ke dalam pendopo, dan hai, seneng banget langsung disambut dengan manekin manekin yang digantungkan. Manekin manekin itu dililit shibori, ecoprint dan batik tulis. Manis-manis, ingin punya; kainnya.
Saya muter macem gasing, seperti kebiasaan pantang belanja sebelum kelar muteri arena. Untung arenanya cuma kecil jadi bisa langsung menentukan pilihan.
Maka terjadilah, mata saya kepincut pada ecoprint dari MULFA ECOPRINT.
Mbak Ulfa yang jaga stand baik banget. Ya seperti yang orang ketahui saya ini cerewet dan cukup antusias kalau sudah ketemu ecoprint. Maka Mbak Ulfa adalah salah satu orang yang cukup sabar menjawab pertanyaan saya.
"Kami hanya memakai bahan alam, Mbak. Kami juga enggak menyisakan bahan sama sekali. Bahkan daun-daun kering pun kami manfaatkan." Mbak Ulfa mulai berorasi, saya mulai berbinar-binar ingin tahu lanjutannya.
Lantas mata saya jatuh kepada daun-daun, benang, palu dan aneka cuilan kayu dalam wadah yang sekilas mengingat pada ritual sesaji.
Seakan mengerti kegalauan saya, Mbak Ulfa lanjut bercerita, "tenang, itu bukan sesaji."
Karena Mbak Ulfa senyum, ya saya ikut nyengir.
"Itu bahan-bahan yang dipakai untuk membuat ecoprint."
"Oh iya, iya. Saya ingat." Macem orang gak pernah ngerti ecoprint aja, masak kaya gitu aja gumun, batin saya.
"Kalau kayu-kayu itu, itu yang digunakan untuk pewarna alami."
Mbak Ulfa menjelaskan beberapa kayu yang berfungsi untuk membuat warna kuning, oranye dan coklat. Saya lupa apa nama kayunya, yang jelas saya sempat menciumnya, seolah menemukan harta Karun di dasar samudra.
Mbak Ulfa juga menjelaskan tentang daun-daun yang dipakai untuk ecoprint. Dan ke-norak-an saya kambuh mana kala dengar kabar bahwa daun jati itu biasanya beli lima puluh ribu perkilo, sementara daun Lanang harganya lima puluh ribu persetengah kilo.
Suweerr saya melongo, ingin rasanya saat itu juga panen jati di kebun Bapak dan menjualnya ke Mbak Ulfa. Sayang, tidak semudah itu. Sebab mereka para UMKM biasanya sudah punya jaringan; saling gendong gandeng (istilah ini baru saya dengar hari sebelumnya dari Ibu Dinas Koperasi UKM).
Dari semua stand ecoprint yang saya lihat, baru di MULFA ECOPRINT saya menemukan packaging yang menarik. Kain-kain yang dijual akan ditaruh dalam kotak wadah semacam kado. Cantik dan elegan. Dan saya yakin, pengemasan yang seperti ini membuat barang di tempat ini memiliki harga jual lebih dibanding stand yang lain.
Setidaknya begitu yang pernah saya dengar: tambahan pernak pernik meski cuma sedikit bisa membuat produk jadi memiliki nilai jual lebih tinggi bahkan bisa dua kali lipat. itulah kenapa para pelaku UMKM harus kreatif dan menangkap peluang.
Saya mengakhiri obrolan dengan Mbak Ulfa dengan cara bertukar nomer ponsel. Untuk apa? Saya berencana mengajak komunitas untuk ikut pelatihan yang diampu oleh Mbak Ulfa.
Mbak Ulfa punya 'ruang kerja' di Gedung Pyramid yang bisa sewaktu-waktu didatangi jika ingin diajarin kelas ecoprint. Harganya cukup terjangkau. Aman deh. Yang mau kontaknya, bisa komentar di bawah, yes. Ntar saya bagi.
Tidak seperti prinsip awal: muter dulu baru jajan, saya langsung main jajan saja saat ketemu penjual keripik jamur.
Eh sebelumnya nyobain dulu ding, nyobainnya pakai banyak. Saya ngicip keripik jamurnya, tahu-tahu ibu sebelahnya nawarin bakpia pisang, sebelahnya nawarin Pai, ada juga yang jual bawang goreng. BAWANG GORENG my love. Seneng banget ketemu bawang goreng di pameran kali ini secara dulu kalau mau bawang goreng ingatnya ya Palu, Sulawesi. (sayang gak sempat foto-foto itu bawang goreng).
Saya tetap pada pilihan pertama keripik jamur crispy dari Rahma Snack (member koperasi jamur merekah)
Lagi-lagi yang membuat saya tertarik adalah kemasannya yang rapi dan kalau misal ditenteng atau buat oleh-oleh itu cakep bentukannya.
Baru setelahnya mencicipi dan cocok dengan lidah. Jadilah beli.
Ibuknya sedang enggak sibuk, jadi saya ngobrol panjang sama beliau. Apalagi saat saya tahu kalau risoles dan pepes di depan saya juga isinya jamur.
Gak perlu jauh kalau mau "pesta" jamur. Ibuknya bisa menyediakan.
"Pepesnya jamurnya juga, Mbak. Risolesnya juga isi jamur. Mau coba?"
Tentu saja saya menolak. Masak iya semua saya cobain. Kan nanti jadi enak, jadi ketagihan. Eh.
"Memang harganya berapa, Bu?" akhirnya terlontar kata sakti. Gak enak kalau makan gratis.
"Pepesnya empat ribu. Risolesnya seribu lima ratus."
Otak saya langsung berputar, jadi misal mau rapat-rapat komunitas bisa nih ambil dari ibuk. Menarik lho, apalagi buat yang enggak makan daging.
Hai bukan hanya itu, ibuk juga menawarkan bakso bakso yang dijualnya. Bakso itu sama, bakso jamur.
Nah lho, setelah sebelumnya kenal bakso Kelor sekarang kenal bakso jamur. Emang UMKM itu juaranya berinovasi. Pantas bapak dari kemenhum yang ngurusin HKI memuji para UMKM yang selalu update dan upgrade varian baru dalam karya-karyanya.
"Buat bakso daging lebih mudah dibanding bakso jamur, Mbak." Ibuk menjelaskan saat saya pilih-pilih bakso yang bakal jadi oleh-oleh orang rumah.
"Ini dimakan pakai apa, Bu?" tanya saya takut gak bisa bumbuin.
"Itu sudah dibumbuin, Mbak. Enggak pakai pengawet. Bisa langsung dimakan, atau kalau mau bisa dibuatkan kuah bakso biasa atau disup."
Wahh ya mau dong ya. Dan beberapa jam dari situ baksonya sampai rumah langsung laris dimakan bapak sama mamak.
Pernah ngerasain jajanan kriuk rasa jagung atau balado? Nah ini, Kripik jamur tiram merek YAHOOD milik Buk Wirdah Hidayati punya rasa yang seperti itu: balado, jagung dan original.
Jamur rasa jagung, bayangin aja sendiri.
Tadinya saya engga tahu kalau ada varian rasa seperti itu. Yang membuat saya tertarik untuk mendekat ya karena kemasannya kekinian banget. Desainnya anak muda sekali. Kalau misal di bandara atau stasiun bawa jajanan ini tuh dilihatnya berkelas gitu.
Bener kalau packaging itu bisa menaikkan kelas.Gak heran orang-orang juga pakai makeup untuk tampil lebih wow.
Meski pamerannya di Bantul, ternyata YAHOOD asalnya dari Moyudan, Sleman. Lumayan nyeberang lautan manusia macem saya dari Gunungkidul; jauh itu tuh.
Tapi kalau produknya bisa dicari di beberapa toko oleh-oleh dan juga ada di bandara, stand khusus UKM. Besok kalau mau terbang, bolehlah belanja di sini.
Mbah Wirdah pencerita yang baik. Sambil saya ngemil keripik jamur, saya mendengarkan cerita beliau dalam hal ini tentang bisnis keripik jamur.
Untuk jamur yang dipakai ini asalnya dari rumah sendiri. Mbak Wirdah membudidayakan jamur. Katanya jamur itu mudah dipelihara, panennya juga setiap hari. Asal perawatan/ treatment yang dipakai sudah benar, jamur akan terus menghasilkan.
"Kalau nyiramnya gimana, mbak?" tanya karena penasaran.
"Pakai semprotan, Mbak. Saya punya alatnya."
Mbak Wirdah lalu menunjukkan video di ponselnya.
Saya bisa melihat suasana tempat budidaya jamur dan cara peliharaannya. Videonya cukup lengkap meski tidak panjang.
"Alatnya semacam ini. Ini buatan sendiri. Anak saya yang membuatnya. Ini bisa dikontrol dari jauh. Jadi kalau pun saya di sini, saya bisa nyiram dengan pencet tombol di hape. Asal koneksi internet aman, proses siram-siram juga bisa."
Widih keren sekali, anaknya pinter dan kreatif.Mbak Wirda butuh calon mantu?
"Bagus. Videonya udah ada di YouTube, kah? Mau lihat."
"Belum, Mbak." Mbak Wirda tersenyum. "Kebetulan belum kami upload karena ini rahasia dapur kami. Nanti saja kalau sudah punya sertifikat hak kekayaan intelektual."
"Iya Mbak benar. Nanti kalau diklaim yang lain malah sayang."
Widih. Hari sebelumnya saya sempat ikut acara yang bahas HKI, eh di sini ketemu pelaku UKM yang juga sudah sangat melek dan peduli dengan HKI.
Saya semakin yakin kalau UKM ini akan terus jadi penjaga gawang perekonomian suatu negara. Faktanya ketika krisis ekonomi, UKM tidak terlalu goyah. Masih bisa berdiri kokoh.
Ah sungguh beruntung ketemu dengan para pelaku UKM yang sudah teruji semacam ini.
Ingin banget ngajak kawan yang galauan itu untuk menghadiri acara-acara semacam ini. Sayang, dia terlalu sibuk.
Tentang Rasa Dari Mata Turun Ke Hati
Kadang kala pembeli itu menjelma serupa seorang yang sedang jatuh cinta, mula-mula ia akan tertarik pada tampilan (fisik) selanjutnya baru kerasa di dada (hati).Bermula dari tatapan hangat penuh pesona selanjutnya jatuh hati.
Selanjutnya, biarkan rasa bekerja dengan semestinya. Apakah akan bertahan atau cukup hanya singgah sesaat.
Pembeli adalah raja, benar, selain mendapat pelayanan istimewa seorang raja juga pastilah kaya; yang otomatis gampang untuk mengeluarkan uang demi kepentingannya.
Lantas bagaimana dengan pedagang (penjual)?
Tenang, sebab penjual adalah 'tuhan' sang pencipta.
raja tanpa 'tuhan' maka tiada arti.
Tempo hari seorang kawan berkeluh kesah kepada saya. Sebagai kawan baik, saya sok-sokan menyediakan telinga, sebab kadang kala yang orang butuhkan itu pendengar yang baik, bukan penceramah ulung yang sedikit-sedikit mengharamkan sesuatu. #eh
Ceritanya kawan saya itu lagi dalam tahap ingin mendalami dunia UMKM, ia ingin membuat bisnis dengan merek yang sudah dia godok jauh-jauh hari sebelum produknya launching.
Kawan tersebut berencana produksi sabun mandi berbahan alami (dengan misi ingin membantu menyelamatkan bumi). Cerita sampai di sini cukup membuat saya tertarik; tidak lagi telinga yang saya sodorkan tapi juga tangan dan hati (maksudnya tangan kosong yang siap jika dibutuhkan tenaganya, hati tulus yang selalu akan mendoakan tiap usahanya). Simpel.
Masalah muncul, sebenarnya bukan masalah tapi hanya sedikit kendala yang kami (saya dan kawan) belum pasti yakin kunci mana yang akan menjadi solusi, yaitu tentang pengemasan alias packaging.
"Bisa bantuin gak mikirin pengemasannya?" tanya kawan.
"Emang konsep kamu mau gimana?" tidak menjawab saya justru melempar tanya balik.
"Yang ramah lingkungan. Pokoknya sebisa mungkin minim plastik."
"Udah ada gambaran?"
"Rencana mau aku buat macem besek-besek dari bambu itu. Cuma belum tahu di mana nyari pengerajin bambu yang cocok kantong."
Saya diam sejenak. Bukan mikirin pengerajin bambu di Muntok tapi sedang mengingat dimana kiranya pernah dengar tentang pelatihan packaging.
Main-main di Instagram dan saya langsung ingat dengan PLUT-KUMKM DI Yogyakarta yang sering menjadi mitra baik para pelaku UMKM.
"Coba kamu buka Instagram @plutjogja, di situ tuh gudangnya para pelaku UMKM berlatih banyak hal. Kantornya dekat sama tempatmu. Ntar aku anterin kalau kamu mau. Gabung juga dong di Womenwill sama Gapura Digital. Biar upgrade dan enggak galau saat nanti udah beneran terjun ke UMKM."
Singkatnya habis ngobrol itu, kawan sedikit tercerahkan dan sebentar-sebentar browsing cari alternatif pengemasan yang cocok untuk sabunnya.
Saya bilang kepadanya: pembeli itu mula-mula akan tertarik pada kemasan, kalau kemasannya enggak meyakinkan, ya udah jelas enggak dilirik. gak perlu meriah, simpel tapi mengena.
Bagian mengena itu padahal sulit sekali. Itu cuma bisa-bisanya saya untuk membuat semangat kawan semakin membara.
Seperti yang saya bilang, pembeli adalah raja. Sementara raja seringkali banyak ribetnya dan pasti suka sesuatu yang WOW.
Salah satu cara agar terlihat WOW tentu saja dengan memuaskan indera penglihatan.
Dua merek dengan produk dan kualitas sama; yang satu pengemasannya asal-asalan, yang satu pengemasannya menarik. Pilih mana? Pilih yang menarik pasti.
Maka kepada kawan itu saya sarankan untuk belajar pengemasan selain tentu saja tanpa mengurangi asas manfaat dan fungsi dari produknya sendiri.
Saya kira hampir semua UMKM sudah paham tentang teknik pengemasan ini. Mungkin yang belum itu disebabkan karena kurangnya pengetahuan saja. Mungkin sesekali perlu tuh main ke Dinas Koperasi UKM DI Yogyakarta biar banyak mendapat pencerahan.
Belum sempat saya ajak kawan pergi ke kantor PLUT, saya justru main-main ke pameran gelar produk UKM di Pendopo Gabusan Bantul. Tadinya mau ngajak itu kawan, sayang dia lagi sibuk cari susu kambing untuk produk sabunnya. Ya sudah saya main sendiri jadinya.
Tempatnya emang lumayan jauh dari tempat tinggal saya (Gunungkidul). Cuaca juga agak-agak galau bikin niat maju mundur, untungnya enggak sampai kendur.
Saya sampai di Pendopo Gabusan dengan wajah linglung. Why? Soalnya kaget, banyak banget orang yang datang. Saya sampai bingung parkir.
Ternyata di lokasi acara pameran itu ada hiburan jatilan. Ya Tuhan pantas banyak banget manusianya.
Itu beberapa stand UMKM ketutupan penonton. Kalau enggak jalan maju, mungkin pengunjung enggak akan tahu kalau ada stand fashion di dalam pendopo.
Saya masuk ke dalam pendopo, dan hai, seneng banget langsung disambut dengan manekin manekin yang digantungkan. Manekin manekin itu dililit shibori, ecoprint dan batik tulis. Manis-manis, ingin punya; kainnya.
Saya muter macem gasing, seperti kebiasaan pantang belanja sebelum kelar muteri arena. Untung arenanya cuma kecil jadi bisa langsung menentukan pilihan.
UKM dan packaging
Pembeli ibarat orang jatuh cinta: mula-mula memandang dengan mata selanjutnya merasakan dengan hati.Maka terjadilah, mata saya kepincut pada ecoprint dari MULFA ECOPRINT.
![]() |
MULFA ECOPRINT |
"Kami hanya memakai bahan alam, Mbak. Kami juga enggak menyisakan bahan sama sekali. Bahkan daun-daun kering pun kami manfaatkan." Mbak Ulfa mulai berorasi, saya mulai berbinar-binar ingin tahu lanjutannya.
Lantas mata saya jatuh kepada daun-daun, benang, palu dan aneka cuilan kayu dalam wadah yang sekilas mengingat pada ritual sesaji.
Seakan mengerti kegalauan saya, Mbak Ulfa lanjut bercerita, "tenang, itu bukan sesaji."
Karena Mbak Ulfa senyum, ya saya ikut nyengir.
![]() |
Uborampe ecoprint |
"Itu bahan-bahan yang dipakai untuk membuat ecoprint."
"Oh iya, iya. Saya ingat." Macem orang gak pernah ngerti ecoprint aja, masak kaya gitu aja gumun, batin saya.
"Kalau kayu-kayu itu, itu yang digunakan untuk pewarna alami."
Mbak Ulfa menjelaskan beberapa kayu yang berfungsi untuk membuat warna kuning, oranye dan coklat. Saya lupa apa nama kayunya, yang jelas saya sempat menciumnya, seolah menemukan harta Karun di dasar samudra.
Mbak Ulfa juga menjelaskan tentang daun-daun yang dipakai untuk ecoprint. Dan ke-norak-an saya kambuh mana kala dengar kabar bahwa daun jati itu biasanya beli lima puluh ribu perkilo, sementara daun Lanang harganya lima puluh ribu persetengah kilo.
Suweerr saya melongo, ingin rasanya saat itu juga panen jati di kebun Bapak dan menjualnya ke Mbak Ulfa. Sayang, tidak semudah itu. Sebab mereka para UMKM biasanya sudah punya jaringan; saling gendong gandeng (istilah ini baru saya dengar hari sebelumnya dari Ibu Dinas Koperasi UKM).
Dari semua stand ecoprint yang saya lihat, baru di MULFA ECOPRINT saya menemukan packaging yang menarik. Kain-kain yang dijual akan ditaruh dalam kotak wadah semacam kado. Cantik dan elegan. Dan saya yakin, pengemasan yang seperti ini membuat barang di tempat ini memiliki harga jual lebih dibanding stand yang lain.
![]() |
Cantik, jadi ingin unboxing divideoin |
Saya mengakhiri obrolan dengan Mbak Ulfa dengan cara bertukar nomer ponsel. Untuk apa? Saya berencana mengajak komunitas untuk ikut pelatihan yang diampu oleh Mbak Ulfa.
Mbak Ulfa punya 'ruang kerja' di Gedung Pyramid yang bisa sewaktu-waktu didatangi jika ingin diajarin kelas ecoprint. Harganya cukup terjangkau. Aman deh. Yang mau kontaknya, bisa komentar di bawah, yes. Ntar saya bagi.
UKM dan Inovasi Baru
Jatilannya belum kelar saat saya selesai ngobrolin ecoprint. Karena saya belum sarapan, kecuali minum segelas susu, saya langsung menuju ke stand kuliner.Tidak seperti prinsip awal: muter dulu baru jajan, saya langsung main jajan saja saat ketemu penjual keripik jamur.
![]() |
Jamur crispy dan bakso jamur |
Saya tetap pada pilihan pertama keripik jamur crispy dari Rahma Snack (member koperasi jamur merekah)
Lagi-lagi yang membuat saya tertarik adalah kemasannya yang rapi dan kalau misal ditenteng atau buat oleh-oleh itu cakep bentukannya.
Baru setelahnya mencicipi dan cocok dengan lidah. Jadilah beli.
Ibuknya sedang enggak sibuk, jadi saya ngobrol panjang sama beliau. Apalagi saat saya tahu kalau risoles dan pepes di depan saya juga isinya jamur.
Gak perlu jauh kalau mau "pesta" jamur. Ibuknya bisa menyediakan.
![]() |
Pepes jamur |
"Pepesnya jamurnya juga, Mbak. Risolesnya juga isi jamur. Mau coba?"
Tentu saja saya menolak. Masak iya semua saya cobain. Kan nanti jadi enak, jadi ketagihan. Eh.
"Memang harganya berapa, Bu?" akhirnya terlontar kata sakti. Gak enak kalau makan gratis.
"Pepesnya empat ribu. Risolesnya seribu lima ratus."
Otak saya langsung berputar, jadi misal mau rapat-rapat komunitas bisa nih ambil dari ibuk. Menarik lho, apalagi buat yang enggak makan daging.
![]() |
Risol jamur |
Nah lho, setelah sebelumnya kenal bakso Kelor sekarang kenal bakso jamur. Emang UMKM itu juaranya berinovasi. Pantas bapak dari kemenhum yang ngurusin HKI memuji para UMKM yang selalu update dan upgrade varian baru dalam karya-karyanya.
"Buat bakso daging lebih mudah dibanding bakso jamur, Mbak." Ibuk menjelaskan saat saya pilih-pilih bakso yang bakal jadi oleh-oleh orang rumah.
"Ini dimakan pakai apa, Bu?" tanya saya takut gak bisa bumbuin.
"Itu sudah dibumbuin, Mbak. Enggak pakai pengawet. Bisa langsung dimakan, atau kalau mau bisa dibuatkan kuah bakso biasa atau disup."
Wahh ya mau dong ya. Dan beberapa jam dari situ baksonya sampai rumah langsung laris dimakan bapak sama mamak.
UKM dan HKI (kekayaan intelektual)
Masih di stand kuliner saya ketemu lagi dengan olahan jamur. Bedanya, yang tadi jamur crispy dan segala olahan jamur, nah yang ini adanya kripik jamur tiram dengan aneka rasa.Pernah ngerasain jajanan kriuk rasa jagung atau balado? Nah ini, Kripik jamur tiram merek YAHOOD milik Buk Wirdah Hidayati punya rasa yang seperti itu: balado, jagung dan original.
Jamur rasa jagung, bayangin aja sendiri.
Tadinya saya engga tahu kalau ada varian rasa seperti itu. Yang membuat saya tertarik untuk mendekat ya karena kemasannya kekinian banget. Desainnya anak muda sekali. Kalau misal di bandara atau stasiun bawa jajanan ini tuh dilihatnya berkelas gitu.
Bener kalau packaging itu bisa menaikkan kelas.
Meski pamerannya di Bantul, ternyata YAHOOD asalnya dari Moyudan, Sleman. Lumayan nyeberang lautan manusia macem saya dari Gunungkidul; jauh itu tuh.
Tapi kalau produknya bisa dicari di beberapa toko oleh-oleh dan juga ada di bandara, stand khusus UKM. Besok kalau mau terbang, bolehlah belanja di sini.
Mbah Wirdah pencerita yang baik. Sambil saya ngemil keripik jamur, saya mendengarkan cerita beliau dalam hal ini tentang bisnis keripik jamur.
![]() |
Pesan bisa ke sini 085743879110 |
Untuk jamur yang dipakai ini asalnya dari rumah sendiri. Mbak Wirdah membudidayakan jamur. Katanya jamur itu mudah dipelihara, panennya juga setiap hari. Asal perawatan/ treatment yang dipakai sudah benar, jamur akan terus menghasilkan.
"Kalau nyiramnya gimana, mbak?" tanya karena penasaran.
"Pakai semprotan, Mbak. Saya punya alatnya."
Mbak Wirdah lalu menunjukkan video di ponselnya.
Saya bisa melihat suasana tempat budidaya jamur dan cara peliharaannya. Videonya cukup lengkap meski tidak panjang.
"Alatnya semacam ini. Ini buatan sendiri. Anak saya yang membuatnya. Ini bisa dikontrol dari jauh. Jadi kalau pun saya di sini, saya bisa nyiram dengan pencet tombol di hape. Asal koneksi internet aman, proses siram-siram juga bisa."
Widih keren sekali, anaknya pinter dan kreatif.
"Bagus. Videonya udah ada di YouTube, kah? Mau lihat."
"Belum, Mbak." Mbak Wirda tersenyum. "Kebetulan belum kami upload karena ini rahasia dapur kami. Nanti saja kalau sudah punya sertifikat hak kekayaan intelektual."
"Iya Mbak benar. Nanti kalau diklaim yang lain malah sayang."
Widih. Hari sebelumnya saya sempat ikut acara yang bahas HKI, eh di sini ketemu pelaku UKM yang juga sudah sangat melek dan peduli dengan HKI.
Saya semakin yakin kalau UKM ini akan terus jadi penjaga gawang perekonomian suatu negara. Faktanya ketika krisis ekonomi, UKM tidak terlalu goyah. Masih bisa berdiri kokoh.
Ah sungguh beruntung ketemu dengan para pelaku UKM yang sudah teruji semacam ini.
Ingin banget ngajak kawan yang galauan itu untuk menghadiri acara-acara semacam ini. Sayang, dia terlalu sibuk.
39 comments: